Budaya Ngutang Bergaya Pinjaman Online (Pinjol) & Pay Later

by - Oktober 10, 2023

 



    Akhirnya saya kesampaian juga menulis dengan tema ini (mungkin sudah saya singgung sebelumnya di artikel lama, tapi saya sendiri juga tidak ingat). Tema yang bikin deg-deg ser, senang ketika duitnya cair, dagdigdug pas kabur di kejar penagih hutang.


Sebelumnya saya mau cerita pengalaman diteror penagih hutang. Aneh banget, mana nama yang disebut oleh debt collector itu saya juga tidak kenal, saya tidak punya teman dengan nama penuh seperti yang di klaim.


Ternyata, itu adalah nama kenalan online saya. Oalah. Kenalan online yang cukup sering ngobrol di grup dan japri soal kecantikan. Jadi tidak heran juga kalau nama saya muncul sebagai salah satu daftar orang yang ditelepon suruh si penghutang muncul bayar hutangnya.


Kaget kan, pertama kali deh (selanjutnya ada beberapa kejadian seperti ini padahal saya juga tidak kenal si yang empunya hutang, hanya karena nomor saya ada di dalam HP si pengutang doang, lho).




Gaya Elit, Keuangan Sulit





Semakin maju teknologi dan sosmed, semakin terbuka pulalah segala kemungkinan baik itu buruk atau baik. Salah satu yang buruk bagi saya adalah bagaimana sebuah brand memberikan dampak terhadap people jaman now terutama generasi muda yang masih rentan.


Pasar menyetir trend hingga cara pikir, membuat psikologi fear of missing out alias FOMO yang sudah ada dalam setting default manusia semakin keluar.


Ya, kamu tidak keren dan gaul kalau belum pakai kaos polos dengan tulisan Supreme doang (maaf saya tidak paham fashion model begini, jangan rajam saya hanya karena saya berbeda dan tidak mengerti).


Contoh lainnya yang bikin sakit mata adalah memakai high end brands yang tulisan mereknya sepenuh produk yang dipakai. Riweh. Billboard, iklan berjalan gratis.


Iya, kamu sendiri yang rela mengeluarkan duit untuk membeli barang tapi sebenarnya kamu memberi exposure dan pemasaran gratis untuk brand tersebut dengan memakainya. Betapa pintarnya kapitalis menggunakan sifat gengsi dan fomo manusia untuk mendapat keuntungan satu pihak.


Kenapa satu pihak, karena in the end of the day kaos yang kamu beli hanyalah kain yang bisa hancur dan resiko rusak kapan saja. Bahkan, beberapa dari informasi yang saya dapat, bahkan produk yang kamu bayar mahal itu sebenarnya bahan dan produksi buatnya juga, tidak sebesar uang yang kamu keluarkan untuk membelinya.


*Facepalm*


Kejeniusan kapitalis ini membuat manusia modern abad ini berlomba-lomba untuk terlihat elit meski isi dompet sangat sulit. Sing penting gaya, rek! (kata teman online ku suatu hari pas kami ngobrolin hidup saat ini).


Juga memanfaatkan kalau manusia itu adalah makhluk visual, maka jalan untuk tetap stylish harus tetap jalan walau harus mengutang disana-sini.


Ah, jadi ingin pinjam seratus pada pembaca yang tak seberapa ini…


Selain fashion, tentu saja lifestyle ini mencakup hal yang luas lagi. Dari mulai smartphone keluaran terbaru, sepatu, tas, bermacam gadget sampai kopi/minuman/makanan kekinian. Yoi, yang penting ngopi tiap malam di kafe kece sama skena padahal sampai rumah cuma bisa makan mie instan atau nasi putih sama kecap (komentar ponakan saya sambil geleng-geleng kepala).


Betapa mengerikannya kendali dari kapitalis di zaman ini karena mereka menyetir dalam segala aspek kehidupan dan keseharian kita. Makanya tidak heran kalau di sosmed, para influencer dan afiliasi selalu mempromosikan produk terbaru setiap saat.


Trend dan style selalu ‘berganti’, kamu akan dianggap jadul kalau tidak update pakaian dan gaya kamu. 


Berbie lelah..


Sedihnya, selain di setir kapitalis melalui produk yang kita gunakan, mereka juga memegang kendali terhadap cara kita berpikir. Contoh paling mudah adalah: kamu akan dianggap katro kalau tidak punya Iphone atau tidak ngopi di cafe XYZ.


Mau tahu yang lebih sedih lagi? Kualitas dan kemampuan kamu akan dikelompokkan oleh apa yang kamu pakai dan kamu konsumsi. Sampai sebegitu parahnya (banyak bertebaran contoh-contoh manusia seperti ini di sosmed).




Mau Beli Ini Itu? Pinjol Pay Later Saja!





Iklan pinjaman online itu mengerikan. Membuat semua hal terlihat mudah dengan sedikit konsekuensi (atau malah seakan menghilangkannya di dalam iklan). Kalau tidak salah, saya kemarin baca komen seorang yang merasa tertipu pinjol yang ternyata tidak mencantumkan bunga yang jelas.


Aje gile! 


Perhatikan deh, mana ada iklan pay later yang bikin sedih. Semuanya soal manset…eh, mindset yang happy dan easy money.


Sekali lagi pinjam seratus dong, pembaca siluman budiman..


Mulai dari beli susu anak, beli peralatan masak, semuanya, pinjaman online bisa cover tanpa banyak cingcong. Tidak punya banyak persyaratan yang menyusahkan, tidak heran banyak orang terjerat hutang.


Sebelum maraknya pinjol semudah ini, kita memang sudah biasa berhutang. Entah itu di warung ketika sekolah, beli bahan makanan harian, intinya dari yang kecil sampai KPR rumah. Saya tidak tahu mau bilang wajar apa tidak, karena latar belakang orang pasti berbeda tergantung jenis hutang mereka.


Paling ya, yang bisa dibilang hutang yang wajar itu adalah hutang beli rumah dan kendaraan yang memang sudah ada jaman kapan. Wajar karena kendaraan digunakan sehari-hari untuk bekerja, ke sekolah atau antar anak. Kendaraan itu bagian tak terpisahkan dari manusia, seperti kaki kedua.


Adapun rumah adalah bare minimum manusia untuk tempat tidur dan berteduh. Sebuah hutang yang sangat wajar kalau, entah hutang bayar rumah hak milik sendiri atau bayar kontrakan, intinya manusia memerlukan rumah untuk mereka.


Dunia hutang piutang sudah juga bergeser, dulu karena terdesak dan tidak mungkin jual ginjal less than 24 jam duit sudah cair, sekarang ini serba cepat. Kepengen lihat tas Gu**i baru, pengen? Yadah, pakai pay later saja. 


Bahkan nih ya, menghutang sudah semacam penyakit kejiwaan, candu yang karena apa yang kamu inginkan bisa di dapat dengan mudah. Jaman menabung lama sampai bisa beli HP, sudah lewat kawan!


Penyakit manusia modern sekarang memang mengerikan, tambah pula, judi online (judol) juga sudah mudah dan konon kabarnya negara ini mempunyai kasus judol tertinggi. Hebat! 


Pay later mudah, maka judi online pun semakin lega…mengalir…


Pemenuhan kebutuhan rumah tangga, sekolah, traveling sampai lifestyle, pinjaman online akan selalu untuk mendukung Anda!


Sebagai manusia yang pernah mencoba pay later (karena rasa ingin tahu, tolong jangan ditiru), saya mengakui kalau pinjol itu praktis apalagi pas lagi kepepet. Tapi saya jenis orang yang tidak suka sakit kepala punya hutang. Bagi saya itu menyusahkan dan ribet dan hanya menggunakannya ketika saya rasa saya betul butuh dan bisa mempertanggungjawabkannya.


Fiiuuhh… cukup deh cukup…







Secara pribadi tidak mengikuti trend dan fomo, karena memang bagi saya apa yang saya butuhkan, itu saja yang saya beli dan pakai. Saya tidak punya orang-orang yang harus saya buat terkesan secara penampilan baik secara personal maupun profesional (yang penting mandi dan baju disetrika, sudah rapi).


Kalau kamu rasa kamu perlu membuat orang ‘terkesan’ pada dirimu secara profesional, wajar kalau tuntutan pekerjaanmu begitu. Tapi ya, tidak berarti kamu harus selalu membeli pakain , tas, sepatu setiap saat, kamu bisa mix and match apa yang kamu punya (bahkan artis Hollywood juga sewa baju desainer kan, tidak mungkin beli setiap saat walau gaji mereka jauh lebih gede dari gaji tukang parkir gaib di minimarket).


Point is, perhatikan hutangmu, skalanya prioritasnya, tidak terlalu krusial atau sekedar mau cari validasi. In the end of the day, kamu memberi barang tersebut lebih mahal karena bunga dan barang, pada suatu saat akan habis masa guna dan kecantikannya. 


Sungguh, kamu tidak harus bergaya elit hanya karena ingin dianggap di skena dan masyarakat. Selalu ada langit diatas langit, kerapuhan pikiran manusia yang lemah dan ingin merasa ‘setara’ ini menjadi selling point terbaik dari kapitalis. 


Kata yang saya paling ingat dari bapak saya adalah: it’s all in your mind (komentar beliau ketika saya takut makan telur goreng dari..burung unta).


Disini, hanya pikiran dan kerapuhan kamu yang berpikir orang akan menghina dan menganggap remeh hanya karena kamu tidak terlihat bling bling alias bergaya. Terbukti, nasabah prioritas BCA terlihat relateable dengan kita ketimbang nasabah bank lain, contoh sederhana kalau mereka tidak perlu membuat orang lain terkesan karena toh, kenyamanan tabungan uang lebih penting dari mereka.









Dengan bertambahnya umur, saya belajar dari pengalaman dan melihat orang-orang, bahwa saya tidak punya waktu dan kemampuan untuk memuaskan ‘ekspektasi’ orang lain terhadap saya. Saya tidak perlu tampil bergaya dengan barang up to date untuk mendapatkan cinta dan perhatian.


Selain itu, saya juga belajar, lingkungan pertemanan yang mana yang sehat bagi mental saya. Saya bisa memilih circle yang biasa yang membuat saya nyaman tanpa harus cemas menjaga penampilan saya, tidak membuat saya berhutang hanya agar tetap berada dalam lingkaran.


Minimalist juga membuka mata dan pikiran saya, saya bersyukur karena cara hidup ini juga cukup fleksibel tanpa memaksakan penganutnya untuk hidup hanya dengan nafas, air dan makanan…ahahaha


Sampai bertemu lagi dalam artikel bertema kesedihan saya sebagai manusia yang hidup di abad modern nan rancu ini…ahahaha


 


You May Also Like

0 comments