Agak random ya, pilihan blog kali ini…ahahaha tapi ini adalah salah satu topik yang kadang mengganggu kalau kebetulan lewat di sosmed. Maka dari itu disclaimer-nya adalah topik yang saya tulis murni dari pendapat saya pribadi tanpa berniat menyinggung.
Lha, namanya juga free speech, kan.
Lalalala….
Awal Mula Kelelahan Kita Terhadap Standard Kecantikan
Karena saya berasal dari Asia Tenggara, spesifiknya negara Indonesia maka dari itu saya akan membicarakan standar kecantikan di negara ini, baik itu apa dari yang saya lihat maupun pernah saya alami.
Standard kecantikan disini itu ya, kulit putih, langsing, tinggi pas semampai, muka mulus, rambut hitam lebat, hidung mancung, bibir penuh, bulu mata lentik, gigi rapi dan tentu saja, bergaya.
Tapi sayangnya tidak semua orang bisa memenuhi centang kotak standard tersebut. Walau memang ada yang beruntung masuk dalam kategori nyaris sempurna itu. Apa karena gizi kita semakin baik, mudahnya akses produk kecantikan dan informasi internet, saya melihat banyak perempuan yang hampir pas dalam standard diatas.
Cuma, ngenesnya, tidak semua dari mereka bisa dikatakan ‘cantik alami. Jaman ini, terlalu banyak campur tangan mulai dari filter di foto sampai oplas beneran. Oplas menjadi hal ‘lumrah’ dengan berbagai macam justifikasi si pelakunya.
Justifikasi itu contohnya; kena sinus, jadi mau nose job. Hidung agak ‘bengkok; terus nose job sambil bilang ke follower-nya untuk mencintai diri kalian apa adanya. Ada juga tuntutan pekerjaan, ada yang pengen seperti seleb tertentu. Banyak lho, alasannya.
Nah, padahal anehnya, kita sudah lelah dengan standar kecantikan yang dielu-elukan sejak nenek moyang kita. Makanya ada banyak campaign yang mengusung menerima diri apa adanya, mulai dari gemuk, kurus, ideal, alien, wanita ‘berjanggut’, badut, dll.
Itu asli saya juga bingung kenapa 3 contoh kategori itu malah ‘akting’ melawan standar jadul yang mengekang.
Lalu, karena kita sudah muak dengan standard yang sering tidak masuk akal itu, maka manusia milenium baru ini tampil menjadi diri mereka sendiri. Ide ini pastinya menjadi trik marketing yang membuat beberapa orang memanfaatkannya.
Kita itu seperti disetir, standar kecantikan dulu diciptakan untuk membuat kita lengah, insecure dan malu sehingga kelompok tertentu akan menangguk keuntungan diatas ketakutan kita.
Tidak ada bedanya dengan jaman ‘maju’ saat ini.
Kita di giring untuk mencintai diri sendiri karena dengan begitu, kelompok yang sama juga akan mendapatkan keuntungan dari hal tersebut.
Ah, saya ngomong apa sih?
Begitulah, kalau kata Warkop DKI, maju kena, mundur kena.
Segala Bentuk Badan Tidak Sehat Itu Slay Jadi Delusi yang Mengkuatirkan
Sebagai millennial pertama, saya masih ingat banget zaman saya muda dulu adalah dimana cewek-cewek itu langsing dan perutnya rata kalau tidak ada pack-nya seperti Britney Spears.
It's Britney, bitch!
Seingat saya, perempuan di zaman itu rata-rata, yang nongol di layar kaca atau majalah, semuanya langsing dan singset. Body goal zaman itu adalah kurus.
Yang, membawa 2 penyakit ini menjadi amat sangat terkenal; bulimia dan anorexia.
Sebagai saksi mata secara langsung, 2 penyakit ini adalah penyakit yang timbul dari ‘paksaan’ standard dan delusional, halusi, yang didukung oleh media.
Namun kalau dipikir-pikir lagi, kalau tidak makan kertas, puasa atau memuntahkan makanan, opsi lainnya yang cukup banyak diminati dan dilakukan agar tetap langsing zaman itu adalah dengan aerobic.
Yearp, 80an, 90an dan awal 00an adalah zaman kami lagi senang-senangnya pergi senam ramai-ramai.
Jadi ingat, dulu itu rasanya susah sekali cari teman, saudara atau orang lain yang overweight. Somehow zaman itu termasuk cukup sehat, kami berolahraga, juga kami tidak terlalu terpapar dengan makanan atau cemilan siap saji dibandingkan dengan saat ini.
Dengan kemudahan akses hidup, maka saya bisa melihat banyak orang-orang yang gemuk. And the table turns.
Kalau dulu orang shaming kenapa gendut, sekarang saya menjadi korban shaming kenapa kurus.
Well, orang yang shaming itu sebenarnya cuma iri. Saya jadi korban dengki mereka. Random banget tetiba di komen kenapa kurus banget, padahal saya tidak kenal. Saya sampai di tuduh kalau tak bulimia, ya anorexia. Mereka akan komplain kalau saya lebih mudah cari pakaian karena kurus, sedangkan mereka susah. Pokoknya, apa yang mereka tidak bisa karena tubuh mereka, akan mereka lampiaskan ke saya.
Bahkan orang-orang yang kenal juga begitu.
Mereka gaslighting saya dan membuat saya merasa bersalah karena saya bisa pakai apa saja.
Ih, kalau ingat itu, pengen di HIH! Itu orang-orang.
Obesitas menjadi tulang punggung ‘body positivity’ terutama dalam sekte w0ke. Be yourself, be ugly, be as big as possible, you’re slay.
Sungguh delulu yang rasanya tidak bisa dicapai akal sehat.
Mereka mendukung diabetes dan obesitas sebagai bagian ‘tubuh dan diri’ yang indah dan alami dari seorang manusia. Mereka juga meng-endorse ke-tidak-sehatan itu sebagai sifat alami manusia, baca: mengumpulkan semua penyakit sehingga akan menyebabkan kompilasi..eh, komplikasi.
Maka tidak mengherankan kalau banyak influencer dan content creator yang merasa mereka ‘diterima’ dan merasa mereka ‘savage lagi slay’ melawan ‘norma-norma jadul’ kecantikan. Sayang seribu sayang, mereka cuma delulu dan menjadi konsumerisme dari kapitalis.
Tipe-tipe orang seperti ini sangat berbahaya, karena logika sudah tidak lagi bisa diterima oleh otak mereka.
Body positivity itu sebenarnya hal yang sederhana: sehat, tidak obesitas, tidak pula kurus kerempeng.
Tragis, body positivity sekarang sudah kehilangan makna dan artinya yang sederhana itu, menjadi alat tunggangan kapitalis dan sekte-sekte sesat. Glorifikasi kalau kamu bisa sebesar gunung kena asam urat, diabetes tipe 4, darah tinggi itu adalah hal yang wajar and they celebrate you..slay…
Sungguh doktrin yang mengerikan.
Ah, lelah berbie nulis ini…
Terlebih lagi kegilaan ini juga bagian dari kaum-kaum pelangi juga…aduh! Sungguh hal yang mengkuatirkan dan berbahaya.
Okay, sekian dulu bahasan random hari ini. Semoga pembaca yang tetiba nyasar disini memahami maksud tulisan ini dan maksud baik saya, bahwasanya: tubuh yang positif itu adalah tubuh yang sehat, tidak berlebihan, tidak kekurangan dan tidak pula memaksa untuk berbeda alias, tidak oplas.
Sampai jumpa lagi bulan depan!