Habis tidak sengaja melihat konten YT tentang overconsumption dan underconsumption, saya jadi terinspirasi ingin curhat juga. Baru mau ngetik, eh, pesanan online sampai, paket facial wash dan moisturizer buat stok tahun depan. Jujur saja saya cukup panik dengan pajak mencekik leher rakyat jelata tahun depan, maka karena masih terjangkau, free ongkir dan diskon, saya usahakan stok.
Okay, saya akan mulai dari curhat saya tentang overconsumption yang jadi musuh bebuyutannya para minimalist, momok yang bisa bikin kumat kadang-kadang.
Memang ya, peran sosial media dan influencer ini sangat-sangat berpengaruh dalam kapitalisme, terutama bagi mereka yang menerapkan pemasaran FOMO yang mencekam. Jujur saja, saya sempat terpengaruh. Ini membuat kejiwaan saya terganggu, anxiety naik dan secara fisik, bikin mual dan pusing. Itu jaman-jaman saya aktif jadi beauty blogger/reviewer.
Alhamdulillah ya, sejak kenal esensi apa itu menjadi minimalist, gangguan mental saya jadi berkurang. Namun kadang-kadang saya kumat, untungnya masih sekedar cek-cek syopi. Setahun 2 - 3 kali, entah itu tidak sengaja lihat iklan di IG atau dengar cerita orang lain, saya jadi menghabiskan waktu berjam-jam di e-commerce (totol setahun dari berapa kali itu).
Padahal saya masih ingat, kebingungan saya ketika seorang teman be like: ah, tadi aku ngaca di toilet (hotel mevvah) dan cewe-cewe pada pakai makeup mahal, aku merasa seperti rakyat melata, aku harus sukses jadi pas ketemu cewe-cewe lagi touch up di toilet, aku juga bisa pamer makeup ku juga mahal.
Mind you my dear siluman readers, saya masih 18 apa 19 tahun saat itu, datang dari kota kecil, mendengar itu, saya heran, saya masih ingat saking herannya saya memiringkan kepala, meminta penjelasan lebih lanjut pada teman saya itu. Setelah dijelaskan, saya paham. Ah, begitu.
Saat itu akhir 90an & awal 00an, dibandingkan saat ini, produk kecantikan jelas masih tertinggal. Nah, cuma karena saya pindah ke ibukota (metropolitan?), tentunya akses ke banyak produk kecantikan merek internasional lebih mudah. Jadi ide bahwa makeup mahal dengan packaging ketjeh itu merupakan bagian jati diri seorang wanita, pembuktian ia lebih kaya atau sukses.
I see, I see.
Hhmm, sebenarnya saya antara paham dan tidak paham. Paham karena bedak Dior lebih membuat iri wanita yang hanya mampu pakai bedak jadul, tidak paham kenapa saya harus dibelenggu oleh sebuah bedak?
Dengan cepatnya trend makeup & skincare saat ini, yang rasanya bisa berganti tiap minggu, meleng dikit, ada aja brand yang mengeluarkan produk. Kita diburu-buru hantu yang berbentuk ‘tidak mau kalah’ yang diternakkan oleh kapitalisme.
Ah, ngomong ini saja sudah bikin lelah jiwa raga…
Kita akan berlomba-lomba menjadi nomor 1 untuk mencoba produk tersebut, influencer akan menunggu PR package mereka, di e-commerce semua orang akan ikut pre-order. Selalu begitu tiap minggu, bagaikan lingkaran setan yang banyak tidak disadari orang-orang.
Produk-produk abad baru ini juga terlalu beragam, sebuah hal yang tidak penting tapi bagus untuk menjual lebih banyak produk. Karena dengan begitu, orang-orang akan mempunyai banyak pilihan yang alangkah lebih baiknya jika membeli semuanya.
Asli barbie lelah nulis ini…
Lebih ironisnya lagi, untuk tetap mengikuti trend, kita bahkan tidak menghabiskan atau menggunakan produk yang telah kita beli sebelumnya! Saking cepatnya lingkaran setan ini berputar, baru aja beli baju atau lipstick, eh, minggu depan barang yang kita beli sudah dibilang tidak update lagi.
Kocak juga, baru beli lipstick dengan segala klaim, eh, tahu-tahu nongol lipstick baru yang lebih ‘canggih’ karena ada SPF. Berbie tepuk jidat. Baru beli serum, eh ternyata itu serum cuma air kosong doang. Towewew!
Ada saja trik marketing, baik itu berupa update bahan atau packaging baru, shade bare, klaim baru. Sing penting kita beli.
Saya sempat lihat influencer luar yang beli berbagai ukuran kotak transparan yang di isi semua shade lipstik dari suatu brand. Semua jenis sheet mask. Semua jenis serum.
ARE YOU FOR REAL?!
Konten-konten seperti ini memberi pesan kalau; kamu harus aestetik, rumahmu akan rapi jika mengikuti mereka, kamu tidak akan kekurang lipstick.
Ih, capek kali lah!
Kebohongan macam apa itu, jelas lipstick ada tone dan warnanya. Salah dikit, saya yang neutral to cold pakai tone dan warna warm, akan bikin kulit kusam, gelap dan oren, gigi pun jadi terlihat kuning. Jadi rakyat biasa mana yang perlu semua shade dari tiap brand?
Eh, pasti ada yang begitu. Koleksi. Yang akan expired, tidak mempunyai nilai sentimental, bahkan mungkin tidak pernah dipakai, duit melayang, brand kaya, kapitalisme mengan. Yay!
Frustasi yang tidak bisa diketik!
Saya masih memahami kalau koleksi dan menimbun buku, karena buku tidak akan pernah expired. Justru buku akan semakin kaya dengan berlalunya waktu.
Saat break menulis ini, saya melihat ke sekeliling kamar, wah, saatnya bersih-bersih akhir tahun.
Ok, bye! Ingat, jangan beli lipstick sampai 10 biji!