Diantara teman-teman saya, saya biasanya di kenali sebagai Queen of Thrifting. Atau, kalau bahasa lokal disini, saya ini Ratu Peje/Seken. Well, bisa dibilang saya bangga menyandang gelaran ini..ehehe
Kenapa saya bangga? Karena teman-teman saya yang butuh jasa ‘fashion stylist’ murah, pasti nyari saya dan tentu saja, saya akan mewujudkan keinginan mereka dengan membawa mereka ke pasar seken.
Apalagi nih, saya sudah convert menjadi seorang minimalist dimana saya pastinya menerapkan frugal living. Jadi pilihan belanja di pasar second hand alias baju bekas menjadi cara cerdas untuk tetap gaya.
Ingat lho, menjadi minimalist dan hidup mindfulness juga hemat bukan berarti kamu harus kelihatan gembel, yah..
Apakah Pakaian Minimalist Hanya Hitam, Putih dan Abu?
Siapa bilang?
Well, memang tidak bisa dipungkiri kalau image seorang minimalist adalah colorless alias hanya warna dasar. Namun sebenarnya ide di balik pemilihan warna ini karena semua warna tersebut tidak mencolok dan aman.
Minimalist mau lepas dari distraksi dan ingin lebih fokus. Maka warna-warna yang bright seperti merah, oren, neon, hingga pattern akan membuyarkan konsentrasi. Sedangkan inti minimalist adalah ketika semuanya minim gangguan baik dari warna pakaian hingga tempat tinggal mereka.
Bisa dibilang ini, tiga warna di atas sangat basic, mudah di padu-padankan, effortless, timeless, dan kalau hitam, tidak kelihatan kalau belum dicuci berhari-hari. Wkwkwkwk..
Ada juga kok, minimalist yang memilih warna kesukaan mereka masing-masing. Hijau, biru, pink, hingga motif macan kalau kamu memang menyukainya. Kenapa tidak.
Ya, meski inti pemilihan warna tiga sederhana biasanya untuk lebih menghemat waktu dan no fuss, tapi bukan berarti kamu harus mengikuti pakem ini. Menjadi minimalist berarti kamu menjadi dirimu sendiri, tapi lebih lega dan minim distraksi.
Apakah Minimalist Hanya Membeli Barang Berkualitas?
*Suka Groot? Pakai Nike & Supreme juga, dong! Pandai kali lah, marketing-nya!
Tidak juga, sekali lagi tidak ada aturan khusus menjadi seorang minimalist.
Memang tidak bisa dipungkiri, sejak minimalist menjadi pilihan gaya hidup yang trendy, maka ada saja ‘selipan pesan-pesan sponsor’ seperti istilah green wash atau pemaksaan sustainable yang harus diteliti lagi.
Disini saya harus disclaimer (telat ya, sudah sampai sini baru disclaimer), kalau ini yang saya perhatikan dan cari tahu sendiri ya, jadi saya bukan ahli dalam hal sustainable ini.
Terlalu banyak istilah dan produk dengan klaim mereka masing-masing, begitu juga tidak ada pakem baku dalam membeli barang bagi minimalist.
Intinya adalah, kamu bisa menggunakan apa yang kamu punya saat ini. Setelah kamu decluttering dan merasa cukup lagi terpenuhi, maka itulah barang-barang yang memang kamu butuhkan.
Jadi kamu tidak harus membeli, contohnya, cotton pad kain untuk membersihkan makeup. Kalau kamu lebih nyaman dengan kapas, ya kenapa tidak. Mau lebih kreatif? Kamu bisa menggunakan kain yang kamu daur ulang dari pakaian kamu, contohnya.
Produk yang sustainable juga tidak semuanya sesuai untuk setiap minimalist. Walau ya, tidak dipungkiri kalau minimalist juga sangat concern akan sustainability.
Satu contoh lagi, kemarin saya beralih menggunakan sabun batangan dengan harapan lebih hemat dan ramah lingkungan. Tapi ternyata kulit saya malah jadi bentol, kering dan gatalnya ampun dah!
Saya juga sempat menggunakan shampoo bar yang dibuat dari bahan alami dan minim sabun, tapi rambut saya kering seperti ijuk dan malah rontok.
Oh no, Ferguso. Saya balik lagi menggunakan produk biasa yang memang pas dengan kebutuhan saya.
Lalu bagaimana dengan pakaian? Apakah perlu membeli kaus 100% cotton?
Ini nih, masuk ke topik kenapa saya bangga menjadi Queen of Thrifting. Simak dibawah ini, ya!
Thrifting adalah Jalan Ninja Seorang Minimalist!
Seperti yang saya pernah tulis SLOW FASHION DALAM KONSEP HIDUP MINIMALIS, saya memutuskan belanja thrifting dengan alasan utama adalah….saya adalah sobat misskwin. Eh, ada alasan lain, ding!
Thrifting adalah cara sederhana, cepat dan berdampak hebat jika kamu sangat concern dengan limbah dan sustainability.
Mungkin bagi banyak orang, belanja dan memakai pakaian bekas itu jijik. Tapi, kalau di mata saya, murah, eh, mengurangi limbah dunia yang semakin menumpuk dan nyaris abadi ini.
Dengan fast fashion yang meningkat pesat dan tuntutan tetap gaya berkiblat Citayem Fashion Week, maka perputaran uang di dunia fashion retail meningkat.
Setiap detiknya (begitukah?), fashion berubah. Selebritis dan orang terkenal lainnya akan mempromosikan fashion terbaru mereka.
Fashion houses seperti Dior, Hermes, Gucci, Prada, dll, hingga emak penjual daster di pasar pasti akan mengeluarkan lini gaya terbaru mereka untuk tetap menarik minat pembeli.
Sah-sah saja, karena begitulah dunia saat ini. Semua orang ingin menjadi trend setter, terdepan dan yang pertama.
Namun nih, karena perputaran fashion itu terlalu fast and furious, tidak mengherankan kalau seseorang bisa saja hanya mengenakan satu blouse cuma sekali dan merasa blouse itu jadul keesokan minggunya.
Itulah yang membuat limbah fashion semakin menjadi liar belum lagi proses pembuatannya itu sendiri juga punya limbah yang tak kalah dahsyatnya. Ingat, proses pewarnaan? Kemana limbah air pewarnaan itu perginya? Ayoyoyoyo…
Daripada saya membeli fast fashion yang sebenarnya tidak murah (menurut UMR sini, ya..hello Jogja!), saya juga tidak menyukai model (yang hampir serupa) dan bahan yang digunakan.
Jalan thrifting adalah jalan yang sudah benar menjadi jalan ninja saya. Selain saya membantu mengurangi limbah pakaian di bumi ini, tabungan aman dan gaya saya tetap menarik. Hahay!
Setelah saya membuat color palette nih, misalnya (saya cewe bumi + cewe mamba kalau lagi tidak panas), maka akan lebih mudah untuk saya mencari pakaian di pasar loak.
Nurani saya aman, karena saya hemat, bisa mengurangi limbah semampunya saya dan seringnya, kebutuhan saya terpenuhi bahkan sampai saya dibilang sangat stylish! Hihihihi
Tertarik membuat capsule wardrobe? Sebelum kamu membuang semua harta benda berhargamu, yuk, cek cara memulai decluttering dulu, ya!
Tips Hemat dan Anti Boncos Belanja Thrifting
Wahai mereka yang nyasar ke artikel ini dan pembaca siluman Ann Solo, thrifting itu bukan berarti bisa kalap yang berakibat boncos, ya.
Bedakan juga, kamu mau thrifting karena jadi minimalist apa lagi ikut trend? Apa kamu memang fashionista sejati yang suka berganti gaya sekelip mata?
Aduh, saya tidak banyak komentar selain; kalau kamu mau gaya saja dan berganti-ganti pakaian, kamu juga tanpa sadar hanya menambah beban barang dan limbah.
Aaww… anyway, itu terserah kamu, ya. Yuk, yang minimalist mari kita lanjutkan!
Karena eh karena, pakaian thrift itu berharga lebih murah dari pakaian baru, hold your horse, fellow, kamu harus tetap beli seperlunya, ya.
Ya, kan, ndak lucu toh, kamu katanya minimalist, tapi begitu thrifting, gelap mata dan borong, terus pas dicoba, ya menyesal. Boncos iya, gaya melayang.
Mari terapkan tips Ann Solo yang sudah malang melintang di dunia tetap-gaya-walau-kere, alias, tetap-gaya-walau-minimalist-dengan-jalan-ninja-thrifting sejak 2003, ala kadarnya ini:
Pondasi adalah yang menopang sebuah bangunan, maka kamu perlu pondasi; apakah style berpakaianmu? Bumi, mamba, kue, seblak, daster, uniform, pasrah seadanya, comot punya kakak, kinky, akademia aestetik? Lihat ke dalam dirimu dan temukan jawabannya.
Warna apakah yang menjadi kesukaanmu? Sekali lagi, tiga warna di atas bisa menjemukan dan monoton bagi beberapa orang. Ambil saja warna kesukaanmu, toh, yang menjalaninya kamu, bukan saya atau Fumio Sasaki (Hello, Sensei!).
Budgeting. Ini toh, kenapa kita thrifting? Wihihi.. Minimalist adalah mereka yang concern dengan anggaran mereka karena mereka ingin menggunakannya pada hal-hal yang lebih bermanfaat daripada kebendaan/materiil.
Kebutuhan. Manusia adalah makhluk visual, maka berganti pakaian adalah faktor utamanya. Ya, tapi kamu tidak harus selalu berganti gaya dan membuatmu lelah mental sendiri untuk tetap keep up dengan trend terbaru. Beli dan gunakan yang kamu perlukan, walau thrifting sekalipun.
Abaikan validasi. Kelebihan menjadi minimalist adalah kamu keluar dari lingkaran setan validasi sosial. Dengan membeli barang bekas, berarti kamu sudah tidak lagi berada di jalur kapitalis, eh, mainstream. Kamu bisa memakai apa yang kamu suka, tapi dengan cara yang lebih ramah pada dompetmu bebas validasi harus pakai Hermes (kw).
*Rich people mandinya emas, YGY..
Bagaimana? Tips dari saya sangat sederhana, bukan?
Lha iya, saya pun bingung mau tulis apa lagi karena blog ini sudah lama tidak di update dan saya agak canggung, sudah lama tidak menulis (baru 3 minggu, kok).
Disclaimer yang terlambat lagi, pakaian thrifting jelas beda dengan yang baru yang fresh from the oven, ya.
Namanya juga barang bekas, pasti ada somplak disana-sini. Bukan berarti tidak ada barang baru, ya. Ada kok, saya sering dapat pakaian baru lengkap dengan tag dan plastik.
Kemungkinan besar baju dari tahun 80-an dan 90-an (dari modelnya, ya) yang dulu kala tidak laku terjual. Tag ada, kondisi, 100% like new, sis!
Itu juga tidak jaminan untuk semua kedai dan jualan thrift, ya. Tidak ada jaminan di dunia ini selain jaminan masuk neraka buat koruptor dan kriminal (tidak bertobat dan akan mencalonkan diri), hei!
Kamu harus teliti, belek dah tuh, baju dari atas sampai bawah. Luar dan dalam. Perhatikan juga bahannya, kalau kamu mengerti bahan pakaian, kamu beruntung. Beberapa orang bisa jadi alergi dengan serat pakaian, lho.
Selamat thrifting, ya. Kalau kamu masih bingung mencari pakaian yang tepat setelah jadi minimalist? Kamu bisa cek artikel ini STRUGGLING MINIMALIST - MENCARI PAKAIAN DENGAN WARNA YANG SESUAI.
Butuh penasehat keuangan juga? Wihihi yuk lah, mampir disini