Semenjak saya memutuskan untuk lebih fokus menulis sebagai lifestyle blogger mencakup banyak tema (setelah sempat bingung mencari tujuan spesifikasi blog ini), mau tidak mau saya harus lebih melebarkan pandangan pada apa saja, tidak terkecuali- terhadap semua yang sedang terjadi dan trending. Karena, begitulah bagaimana dunia sedang beroperasi sekarang ini; trending, harus up to date dan ciptakan sesuatu yang viral demi mengukuhkan nama atau brand diantara lautan nama atau brand diluar sana (terlepas baik atau buruk).
Dengan sarana social media yang gratis dan nyaris tak terbatas, semua orang mampu mem-branding diri mareka, mengunggah foto selfie, menyertakan caption 'inspiratif' (yang mustahil dilaksanakan oleh si empunya selfie), bahkan sampai menulis informasi berita aktual pendek tanpa harus mendapatkan gelar sarjana jurnalistik sebelumnya.
Semua orang adalah 'reporter' untuk berita mareka masing- masing, semua orang adalah 'motivator caption' bagi yang menekan tombol LOVE dari selfie gadis cantik-putih-hasil-krim-abal-abal-beralis-hitam-tebal-keras, semua orang adalah 'hakim serta terdakwa' sosial dihalaman sosial mareka sendiri, semua orang berpeluang menjadi tokoh terkenal (setelah selama ini hanya didominasi pelaku entertainment saja) Bahkan semua orang adalah 'display window' alias 'etalase' dalam memamerkan apa yang mareka punya.
Tentu saja semua orang gemar sindir- menyindir, terlebih lagi semua orang mampu menjadi 'ahli' suatu bidang tertentu padahal seumur hidupnya bahkan tidak pernah mendengar apalagi ambil peduli sebelumnya. Serta yang paling mewakili kita semua penghuni dunia maya: semua orang latah dan lalai.
Ketika, contoh gerakan 'SAVE-SOMETHING' muncul, maka dipastikan semua orang akan mengetik di kotak halaman akun sosial media mareka 'SAVE-SOMETHING', mengganti profile picture mareka dan memborbardir grup- grup chatting dengan berita yang bahkan mareka tidak baca dengan seksama.
Belum lama ini, contoh lagi, di Instagram beredar video orang- orang yang turun dari kendaraan mareka, mulai bernanyi lipsync kemudian berjoget dengan gerakan yang sama sambil kendaraan mareka masih tetap berjalan pelan di pinggir jalan . Salah satu trend yang saya menolak untuk tahu (baik sengaja atau tidak), sangat tidak berguna dan berkemungkinan membahayakan nyawa orang lain (kalau si pelaku tidak perduli pada nyawa mareka sendiri).
Ketika, contoh gerakan 'SAVE-SOMETHING' muncul, maka dipastikan semua orang akan mengetik di kotak halaman akun sosial media mareka 'SAVE-SOMETHING', mengganti profile picture mareka dan memborbardir grup- grup chatting dengan berita yang bahkan mareka tidak baca dengan seksama.
Belum lama ini, contoh lagi, di Instagram beredar video orang- orang yang turun dari kendaraan mareka, mulai bernanyi lipsync kemudian berjoget dengan gerakan yang sama sambil kendaraan mareka masih tetap berjalan pelan di pinggir jalan . Salah satu trend yang saya menolak untuk tahu (baik sengaja atau tidak), sangat tidak berguna dan berkemungkinan membahayakan nyawa orang lain (kalau si pelaku tidak perduli pada nyawa mareka sendiri).
Trend ini tentu saja lebih cocok menjadi ide sebuah videp clip seorang musisi (atau memang dari sanalah asalnya), yang jelas- jelas dilakukan secara profesional tanpa harus mengancam kesejahteraan banyak umat (sebuah video clip tentu saja profesional, kalau, si artis mampu membayar team profesional pula).
Lalu trend TIKTOK yang telah di blokir, setelah melihat sendiri para pelaku TIKTOK tersebut membuat saya menemukan 2 sisi mata uang; sisi pertama sebagai hiburan cepat dan mudah, sarana penyaluran narisistik dalam diri (mampu mendatangkan pemasukan juga?). Sisi kedua; sebagai sarana pembodohan massal dari sesuatu yang terlihat simple dan tak berbahaya.
Sasarannya adalah generasi muda, anak- anak yang belum bisa berpikir panjang (orang dewasa yang menolak berpikir panjang), menguncupkan kedua jari akan sangat kelihatan tolol jika setelah besar nanti melihat kembali akan apa yang pernah mareka perbuat demi popularitas.
Sebegitu banyak trend yang berganti sedemikian cepat tentu saja membuahkan ide- ide inspiratif bagi para penulis (fiksi, non-fiksi, jurnalis, blogger) dan ide memanfaatkan mantan adalah ide yang tak pernah lekang oleh waktu layaknya muse dalam menelurkan album lagu baru bagi seorang Taylor Swift.
Topik kegalauan sempat begitu kencang pada tahun 2011, tepat disaat social platform Twitter mulai menapak tangga kejayaan; kicauan seorang teman yang mengandalkan KEGALAUAN sebagai makanan utama (begitu juga di blog-nya) cuitannya. Sebuah komitmen yang luar biasa dan membutakan, namun anehnya sangat menjual dan tentu saja; trending dengan hashtag.
Ketika saya bertanya kepada sang teman apakah bliyau mau menghentikan semua bacotan kegalauan terhadap mantannya, sungguh jawaban bernas yang dilemparkanya: galau adalah komoditas yang alami, terhubung dengan emosi manusia, dan tidak, bliyau tidak akan pernah berhenti menulis tentang kegalauan serta galau adalah identitasnya.
Ada suatu titik dimana saya berhenti, menilai pertemanan kami layak diteruskan apa tidaknya karena apa untungnya berteman dengan seseorang yang menolak untuk maju, malah mem-branding diri dengan masa lalu.
Namun lagi- lagi saya salah, 2011 hingga 2012 seorang penulis bisa saja menuai pundi- pundi hanya dengan menulis trend galau yang booming itu. Bahkan saya yakin sudah banyak penulis jeli yang memanfaatkan momen tersebut.
Judul- judul dengan click bait mulai menjamur; MAU BEBAS DARI GALAU, HEBAT ORANG INI AKHIRNYA BEBAS (bebas dari apa), JANGAN KLIK INI KALAU TIDAK MAU LEPAS (dari galau, dari mulut buaya), BAHAYA GARA- GARA INI SEORANG (siapa, ada apa gerangan), semua judul yang eyecatching (tapi sebenarnya menyakitkan secara intelektual) lebih sering menyimpang. Semua diatas membuat saya penasaran akan rate card yang dipatok para micro influencer ini.
Bagi saya yang hanya menulis fiksi dan puisi di TUMBLR saat itu, ide menulis artikel sebenarya cukup menggelitik hanya saja perasaan emosional, kesal, lebih mendominasi pada saat itu daripada melihatnya dari sudut pandang penulis yang harusnya netral (mungkin lebih kepada jurnalistik).
Dan kini saya telah memutuskan untuk mendalami menjadi seorang penulis blog yang tergantung dari isu- isu yang sedang trending, lagi, mau tidak mau saya harus lebih terbuka dan rajin mencari tahu, menganalisa lebih dalam sebelum memutuskan untuk menerbitkannya (walaupun masih dalam ranah pendapat pribadi).
Kalau para penulis begitu sigap menangkap trend baru, apalagi saya si newbie yang akan menjadikan ini sebagai passion yang mungkin suatu hari nanti akan menopang hidup (respek untuk para blogger).
Jika sebuah trend membuat saya merana jiwa raga, sekali lagi saya harus mengingatkan diri saya; disinilah kamu harus menuai sesuatu darinya, karena tolol atau baiknya suatu trend itu pasti mendatangkan rezeki bagi para penulis yang sanggup (menahan gejolak perutnya), gesit dalam mengolahnya.
Balik lagi bahwa semua orang mampu menggerakkan sesamanya, menyetir dan mengubah suatu pandangan cara berpikir serta bersikap, cara ber-pose selain duck face (pose jongkok menekuk bokong), kemampuan menjual suatu barang dengan hanya sebuah foto belaka, menuntun kearah kebaikan dan kemudaratan, saya sungguh berharap trend yang akan datang akan berguna dan lebih masuk akal. Bukan lagi rekaman digital tak berarti pada masa tua kita nanti.