Instagram Twitter Facebook
  • Home
  • Beauty
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Traveling
  • Monologue

Ann Solo

 

 


 

Dulu saya pernah mencoba cleansin balm Korea, tapi saat itu saya tidak begitu suka akan hasil dan rasanya di kulit saya. Kini selain merek lokal menggeliat dengan produk, ingredients dan packaging yang mengikut zaman, plus sudah tentu ada BPOM resmi, cleansing balm juga menjadi skincare item yang turut booming.

Sebelumnya kita membersihkan make-up dengan milk cleanser yang duh, greasy, repot, memakan banyak kapas, lalu ke micellar water yang sempat trending sekali dan kini cleansing balm. Awalnya mulai dari ingin meringkas pembersihan make-up lebih cepat dan hemat kapas, menjadi 'hanya 1 kali swipe' yang masih memakai kapas namun dengan jumlah lebih sedikit sampai ke menghapus make-up perpaduan cleansing balm dengan handuk (yang reusable) atau langsung dicuci bersih pakai air.

Mungkin awalnya untuk menghemat kapas dan mengurangi limbah ya, jadi pakai handuk. Tapi saya sendiri kurang suka membersihkan, mengelap muka dengan handuk. Karena selain rasanya kasar, juga tidak praktis. Meski memang handuk kecil, masa sih, setiap pakai cleansing balm, saya harus mencucui handuk lagi. Tidak mungkin juga 1 handuk untuk seminggu pemakaian. Ya, jorok!

Mencuci handuk jadi lebih boros dan lebih banyak menambah limbah detergent. Nah, lho?


Baca Juga :     Review Water Based Facial Wash Yang Bisa Dibeli Di Drugstore/Online


Makanya dari awal saya kurang sreg dengan cleansing balm karena repot! Belum lagi teksturnya yang lengket, oily, greasy dan meleleh. Ah, repot.

Tapi ya, sebagai beauty blogger yang masih 'meniti karir', saya mau tidak mau harus mencoba apa saja yang sedang hype setiap saat di dunia kecantikan. Beruntung sekali saya mendapatkan kesempatan untuk mencoba 2 cleansing balm dari 2 merek lokal terbaik dan terjangkau dari Indonesia.

 

 

 Fanbo All-in-One Deep Cleansing Balm - Lemon

 
IU Nature baru keluar dari kulkas, jadi tidak begitu cair di foto ini, aslinya cair oily banget


Siapa yang tidak kenal local brand legendaris asal Indonesia ini? Walau mengikuti zaman, Fanbo masih mengeluarkan produk- produk jadul legendaris mereka, lho. Bedaknya saja masih ada yang 8 ribu. Tahun ini Fanbo juga banyak mengeluarkan produk skincare & make-up. Salah satunya cleansing balm yang bisa dipilih karena ada 3 varian, warna hijau, pink dan kuning ini.

Ini hasil pengalaman saya yang bikin saya salut sama merek legend yang masih terus maju mengikuti zaman dan mengeluarkan inovasi baru ini :

  • Kemasannya ketjeh syekali, ada spatulanya yang bisa dilekatkan kembali ke lid/tutup kemasan yang membuatnya praktis. Kudos untuk tim design packaging dari Fanbo. Benar- benar praktis karena kita tidak harus kecarian atau bingung mau meletakkan spatula dimana.
     
  • Saya memang tidak suka produk kecantikan yang mempunyai wangi, tapi ini wanginya lumayan nyegrak untuk hidung saya. Seger sih, wangi lemon. Tapi saya masih harus menahan nafas kalau sedang memakai cleansing balm ini.
     
  • Make-up luruh, ruh, ruh, dengan baik. Semasa menggosok wajahpun, tidak terasa kesat atau gatal.
     
  • Masih terasa ada lapisan film/greasy walau sudah dibersihkan. Saya pasti akan lanjut cuci muka dengan water based cleanser sesudahnya.
     
  • Sayang sekali harus dihapus dengan handuk kering atau kapas, masih repot.
     
  • Tekstur-nya balm-ish yang stabil disuhu kamar saya yang panas dan tidak meleleh.

 

 

 Baca Juga :    Review 3 Toner Lokal : NPure, Avoskin dan The Bath Box

 

 

 IU Nature Jaganing Wanci Cleansing Balm


 

Awalnya saya tahu merek ini dari toner Senandung Hujan-nya yang di rave di Instagram dan sudah set bakalan coba beli bersamaan dengan cream-nya. Ternyata IU Nature punya produk lain yakni cleansing balm. Oya, dari foto tekstur diatas, IU Nature terlihat lebih padat karena baru keluar dari kulkas, sedangkan aslinya ia lebih cair sampai runny begitu.
 

  • Datang dengan spatula yang panjang cuma karena tidak punya tempat letak khusus, si spatula pun hilang diantara meja rias.
     
  • Teksturnya balm-ish tetapi mudah sekali meleleh kena suhu ruangan apa lagi suhu kamar saya, maka dari itu saya menyimpannya di kulkas.
     
  • Mudah larut di kulit, jadi lebih terasa mengoleskan minyak lembut sembari pijat ringan.
     
  • Warnanya kuning! Khas Indonesia banget yang suka kuning rempah, untungnya kulit tidak ikutan kuning juga.
     
  • Ini bagian yang terbaiknya; di bilas dengan air dan efek bersihnya lembab, tidak terasa oily dan berasa habis pakai facial wash yang membuat kulit terasa bersih dan lembab. Aneh memang. Saya sampai bingung dan berkaca, ini placebo efek atau apa, tetapi ternyata beneran. Kudos untuk Kang Bebeb (admin nyambi owner-nya)!
     
  • Bagian meluruhkan cleansing balm dengan air adalah bagian yang membuat saya memaafkan teksturnya yang kuning, mudah cair dan tidak ada tempat simpan spatula ..ahahahaha



Baca Juga :   
Review Lipstick Maybelline Superstay Ink Crayon

 

 

Harga Cleansing Balm Lokal


Rasanya kedua cleansing balm ini berharga masing- masing tidak lebih dari Rp 60.000. Netto keduanya juga 30 ml. IU Nature dikemas dalam glass jar kekinian sedangkan Fanbo dalam kemasan plastik. Kalau untuk traveling sebaiknya bawa Fanbo karena lebih stabil dan tidak bocor. Sayangnya IU Nature rentan bocor dan merembes.

Lalu bicara repurchase, saya lebih memilih IU Nature karena lebih praktis, tidak perlu kapas mau pun handuk. Lebih masuk akal untuk dibawa traveling kalau, IU Nature bisa mengemasnya dengan lebih aman dan mengubah teksturnya lebih stabil. Serius deh, pembaca saya yang budiman harus coba cleansing balm IU Nature karena bikin kaget!

Baca Juga :   Review Axis-Y Balanced Gel Cleanser & Dark Spot Correcting Glow Serum






Secara random saya ketemu sebuah konten mengenai gaya hidup minimalist yang sedikit mempunyai topik yang sebelumnya (seingat saya) belum pernah saya dengar dari podcast atau konten minimalist lainnya. Kalau rata- rata pembicaraan minimalist menyinggung pembelian dan penggunaan pakaian, YouTuber ini memberikan sedikit ‘warna’ dengan mengatakan bahwa ia sekarang lebih memilih pakaian yang lebih sesuai dengan warna kulit dan personal style-nya.

Iya sih, kebanyakan minimalist lebih menekankan jumlah pakaian seminimum mungkin dan, warna dasar seperti hitam, putih dan abu. Somehow saya belum ketemu minimalist yang warna- warni pelangi atau saya masih kurang mencarinya. Tapi intinya minimalist sekarang identik dengan serba minim dan warna pakain dasar yang seakan terasa, kurang greget.

Sebenarnya minimalist itu sendiri bukan berarti menghilangkan warna, hanya saja bagi beberapa konsep, warna yang terlalu banyak bisa membawa kecemasan dan memberi image yang sangat berisik. Makanya mungkin warna- warna minimalist lebih cenderung kepada warna- warna yang kalem, subtle dan datar (?).

Balik lagi kepada YouTuber yang saya lupa siapa namanya tetapi berhasil memberi saya ide, saya terpikir untuk memakai warna- warna yang lebih flattering di kulit saya dan personal style saya sendiri. Hanya saja, tidak mudah menemukan warna yang pas untuk saya di antara banyak warna dan Pantone (ahahaha sekarang bagi saya warna dan pantone itu 2 hal berbeda tetapi tetap warna, bingung ya?).

Kalau bicara zodiac, saya berada dalam naungan Capricorn yang mempunyai elemen tanah. Jadi harusnya saya lebih sesuai dengan warna- warna earthy tone dan mungkin sedikit warna laut/air karena Capricorn itu kambing laut. Aneh memang, kambing dengan ekor ikan dan hidup di dataran tapi pandai berenang? Silahkan pikir sendiri.


Baca Juga :    #Minimalism Menentang Arus & Pertolongan Pertama








Menurut teman saya, saya cocok dengan warna- warna navy dan light blue, sedikit pink, range warna hijau dan kuning. Sayangnya tidak semua warna coklat atau earthy tone sesuai dengan saya, jadi pewarnaan berdasarkan zodiac dan elemennya memang tidak bisa menjadi panduan.

Sedangkan secara ‘logika’, warna yang sesuai dengan kita bisa dilihat dari undertone kulit kita. Undertone sendiri umumnya terbagi tiga; cold, neutral or warm. Saya berada pada tone neutral dengan wajah condong pada cold tone dan tubuh condong ke warm tone.

Complicated memang. Karena keseluruhan tubuh kita tidak mempunyai 1 tone saja melainkan bisa campuran dari ketiga-nya. Ini yang membuat mencari warna yang sesuai menjadi lebih sulit.

Pada dasarnya saya lebih banyak memakai pakaian dan hijab yang polos saat ini. Berbeda dengan beberapa tahun lalu, saya lebih memilih hijab dengan motif- motif yang meriah karena tren saat itu memang meriah. Tapi sejak 4 tahun ini saya lebih banyak memakai warna- warna polos meski terkadang juga memakai hijab motif dengan paduan pakaian polos.

Karena rasanya warna- warna polos akan terlihat less troublesome kalau dipadu padankan. Namun ya, tentu saja tidak selalu begitu. Kadang saya membeli warna ‘Pantone’ yang begitu unik sampai saya sendiri tidak tahu mengelompokkan warna itu entah biru, hijau atau ungu. Maka dari itulah, warna- warna yang membingungkan itu saya sebut Pantone saja seolah- olah warna itu baru ditemukan dan tidak pernah ada sebelumnya.

Padahal tidak begitu sih, kan yang menciptakan warna adalah Tuhan, kita hanya baru bisa melihat jelas semua tones dan hues dengan bantuan teknologi saat ini..ehehehe


Baca Juga :    #Minimalism And Decluttering Fashion Items








Lalu, lalu, saya juga mempunyai beberapa pakaian bercorak mulai dari bunga- bunga, abstrak dan absurd hingga geometric yang sebaiknya dipakai saat sedang trend saja (kalau dipakai saat bukan trend, entah kenapa terlihat tacky dan outdated banget, aduh, sorry!). Saya juga masih struggling dalam memadukan pakaian saya jadi kadang saya heran saat saya menang sebagai well dressed person atau dapat pujian karena dibilang berpakaian sangat baik.

Ketawa juga, tapi bersyukur juga, bagus juga orang- orang melihat sisi yang baik itu dari saya. Aslinya saya sendiri memang suka fashion dan kadang- kadang sok tahu sekali..ahahaha padahal saya cuma tahu apa yang menarik dan padan saja. Meski memang saya sering bereksperimen dalam fashion, selebihnya saya pakai apa saja yang nyaman karena saya mau point kenyamanan dan kepraktisan over style jadi nomor 1.

Makanya banyak orang- orang minimalist terlihat nyaman dengan fashion dan pemilihan warna mereka, itu karena mungkin mereka tidak harus mikir banyak kalau ingin keluar rumah, kali ya? Pakaian kerja, pakaian nongkrong, pakaian tidur apapun itu- ya hitam, putih atau abu- abu saja. Simple memang. Tapi memikirkannya saja saya sudah jemu. Arkh!

Terlebih lagi saya benci sekali warna abu cenderung silver, so tacky! Mengingatkan saya pada zaman fashion disaster saat SMU dulu, al maklum saat itu kita memasuki milenium baru yang 1 dunia demam dilanda anything silver futuristic style. Termasuk saya. Ya sendal, sepatu, sampai jaket pun ada silver-nya. Arkh!

Okay, lupakan masa 2000 itu, dimana Spice Girls pun ikutan futuristic. Arkh!

Kembali ke saat sekarang ini, saya rasanya akan terus berusaha mencari item dan warna pakaian serta style yang lebih sesuai dengan saya. Susah memang, terlebih lagi disaat yang bersamaan saya harus berpikir logika dengan membeli yang essentials saja dan mengehemat duit (yang tidak banyak ini) namun juga fashionable. Kalau bisa dengan warna- warna ‘meriah’ pula.

Okay, mungkin saya akan kembali lagi untuk update mengenai perjalanan minimalist saya di blog ini. Sejauh ini saya sudah berhasil menyingkirkan banyak barang seperti mendonasikan ratusan buku (yearp!), pakaian- pakaian, sepatu dan barang- barang remeh temeh yang tidak spark joy selain nimbun debu.

Semoga saja saya bisa menepati niat ini dengan menampilkan foto kondisi saya sudah sesuai dengan konsep minimalist saya sendiri suatu hari nanti. Yearp. *sigh.
















Masih zaman ya, buat artikel Haul? Ehehe saya sendiri rasanya pernah terinspirasi dari artikel haul blogger lain yang sempat menjadi trend saat itu. Tapi rasanya saat ini pun banyak orang yang memposting hasil belanjaan mereka baik di blog maupun di Instagram yang lebih umum.

Sedangkan haul saya sendiri ternyata tidaklah terlalu banyak. Setelah mengingat kembali apa saja yang saya beli (khusus haul skincare dan makeup, ya), entah kenapa saya kehilangan minat dalam berpetualang dalam dunia kecantikan tahun ini. Bisa jadi karena pengaruh pandemi, karantina dan paranoya. Semuanya tidak mustahil.

Meski begitu saya masih bersyukur saya masih di kasih rezeki oleh Allah yaitu berupa beberapa hadiah giveaway dan endorsement yang otomatis menambah khasanah percobaan jalan ninja skincare dan makeup saya. Lalu kembali ke haul, inilah beberapa barang yang saya beli dalam kurun waktu 6 bulan ini.

Sunscreen L’Oreal (pink)
Begitu saya melihat kalau sunscreen ini di bundling dengan harga Rp 75.500, saya memutuskan untuk langsung membelinya tanpa repot- repot mencari tahu mengenai review sunscreen botol pink ini. Ternyata tone- up, tapi karena murah dan memang sedang membutuhkan stok sunscreen yang kosong, saya tetap membelinya.


Toner Pond’s
Beberapa bulan lalu saya lumayan suntuk dan kehilangan minat tapi juga memerlukan produk baru untuk di review, maka toner produk baru dari Pond’s ini menjadi ‘pelarian’ saya. Toner ini sendiri bisa dibilang; meh.


Bedak Marck’s
Saya selalu butuh lebih dari 1 bedak dan karena bedak ini diskonnya cukup murah, tentu saja saya membelinya untuk persedian hingga tahun semut.


Clay Mask dari Madam Gie
Rasanya ini masker wajah yang paling murah sekaligus aman karena resmi dan ada BPOM yang pernah ada. Saya membeli 5 varian hanya karena penasaran, nothing fancy, really.


Bedak Padat Sariayu
Ini adalah refill ya, bedak ini saya beli lebih dulu dari Marck’s dan Dear Me Beauty karena bedak saya saat itu sudah kosong melompong. Ternyata cukup bagus, shade juga sesuai dan begitulah, yang penting saya pakai bedak. Titik.


Exfoliating serum dari Somethinc

Karena di gadang- gadang sama dengan The Ordinary (yang mana saya belum pernah mencoba hingga saat ini), saya pun ikutan beli dan sampai saat ini belum saya coba karena ingin menghabiskan beberapa exfoliating toner Hada Labo.


Hada Labo Peeling Lotion
Siapa sangka kalau lotion ini baunya berubah menjadi masaaamm begitu menyentuh kulit? Tapi anehnya tidak selalu berubah masam, apakah ini karena tergantung keadaan kulit saat itu, basah, masih kotor atau kering?


Facial brush tool dari Tammia
Setelah bertapa sekian lama saya memutuskan alat bantu pembersih wajah agar jemari bisa istirahat. Lucunya, ternyata dengan bentuk yang persis sama, saya menemukan brush ini jauh lebih murah dengan merek lain. Arkh!


Loose powder dari Dear Me Beauty
Demi apa? Tidak lain dan tidak bukan karena sudah sekian lama penasaran sama brand ini, kebetulan diskon (meski ongkirnya lumayan) saya akhirnya membeli bedak ini yang kebetulan varian kolaborasi dengan micin. Semoga Sasa juga dapat menyedapkan semua riasan, ya.


Face brush dari Miniso

Bersamaan dengan brush badan yang fotonya tidak saya sertakan disini, saya yang dulu pernah dapat face brush dari teman (dan ternyata itu brush somehow walau pun bermerek dan mahal anehnya kurang bekerja), mempunyai brush untuk bedak lagi.


Simple face wash versi hijau transparan
Aneh rasanya kembali menggunakan Simple setelah dulu brand ini menjadi holy grail saya saat masih kuliah. Simple sendiri terutama varian ini susah sekali ditemukan di e-commerce, untungnya Guardian lagi diskon dan varian ini menumpuk di toko mereka. Tapi karena budget tidak memungkinkan, saya hanya membeli 1 untuk stok.


Benton
Dari dulu ini masuk wishlist saya tapi baru tahun ini terbeli karena seorang teman di Instagram menjualnya lebih murah dari harga pasaran.


Bloomka set face oil
Apa pun dari The Bath Box pasti bikin saya penasaran termasuk sister brand, Bloomka. Mana saya juga lagi mencoba mengumpulkan semua skincare untuk anti aging, collagen dan lain sejenisnya.


Ariul face wash
Face wash ini saya beli berbarengan dengan Pond’s dan sama seperti Pond’s, walaupun FW ini berbahan water based malah membuat kulit saya kering.


Antis hand sanitizer
Berikut- berikutnya mungkin saya akan mengumpulkan semua saniter dan melakukan review. Karena semua brand tidak peduli apa yang mereka jual sebelumnya tiba- tiba juga memproduksi hand sanitizer karena ini menjadi komoditi yang sangat menguntungkan saat ini.


Ternyata selama 6 bulan ini saya tidaklah membeli banyak barang meski mungkin beberapa item terlupa di sebutkan dalam daftar diatas (tidak penting juga sih, ya). Saya sendiri sebenarnya sudah lama ingin berkomitmen untuk menjalankan gaya hidup minimalis, oleh sebab itulah saya harus belajar to reasoning myself untuk membeli sesuatu berdasarkan kebutuhan saja.

Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu selalu belanja tergiur diskon dan menjadi kalap? Ayo bagikan tips dan trick belanja kamu di kolom komentarr dibawah, ya.






Setelah kemarin dunia harus melakukan karantina besar- besaran (walau tidak semua orang punya kesadaran melakukannya, di samping faktor ekonomi), bulan Juni menjadi awal mulanya new normal. Perkantoran mulai buka dan orang- orang kembali bekerja meski tetap harus mengikuti peraturan seperti memberi jarak, mencuci tangan dan  memakai masker wajah.


Ini tentunya membuat orang seperti saya yang menderita anxiety disorder dan panic attack menjadi tambah cemas. Disatu sisi saya harus mulai masuk kerja, disisi lain, selain ketakutan karena saya kemana- mana mengandalkan ojol yang jelas- jelas mempunyai kemungkinan resiko penularan tinggi, untuk keluar ke halaman saya saja sudah paranoid apalagi pergi ke kota dan keramaian.



Paranoya saya ini tidaklah berlebihan atau tanpa alasan. Saya yang tidak punya kendaraan pribadi mau tidak mau mengandalkan ojol yang random dan telah melakukan banyak interaksi dengan banyak orang sehingga sedikit tidaknya membawa sesuatu di tubuh mereka. Belum lagi saya punya 2 keponakan bayi dan balita, orang tua yang sudah tua, yang mana mereka akan sangat rentan tertular.



5 Kegiatan Seru Selama PSBB Bebas Bosan, Suntuk dan Mati Gaya




New Normal of Abnormal


Untungnya, kantor saya masih memberlakukan WFH entah sampai kapan (mungkin masuk kembali awal Juli?). Jadi paling tidak saya bisa merasa tenang tapi sesungguhnya saya masih sakit dada dan keringat dingin tiap ingat harus keluar rumah dan naik ojol lagi.


Sama seperti artikel saya kemarin, sebenarnya ini juga artikel curhat saya mengenai pandemi corona dan segala yang berhubungan dengannya. Kalau kemarin karantina, sekarang adalah new normal. Tetap saja saya stress dan cemas memikirkannya. 


Sedangkan new normal itu sendiri sangat tidak normal karena kita akan selalu diikuti ketakutan dan paranoya. Ditilik kebelakang, saya pernah demam panas hampir 40 derajat. Saat itu rasanya saya bisa melihat hal- hal aneh saking panasnya suhu tubuh. Sialnya lagi, saat itu juga lagi musim flu babi atau swine flu. Mana saya juga harus terbang keluar negeri dan tinggal disana 3 bulan.




Menghadapi Corona Untuk Penderita Gerd, Borderline Personality Disorder dan Panic Attack (Kecemasan)




Teman- teman yang saya temui saat itu juga baru pulang dari perjalanan luar negeri mereka dan mereka semua positif kena swine flu. Padahal saya juga sempat nongkrong bersama mereka sambil berpelukkan dan berinteraksi fisik seperti biasa. Mereka semua dilarikan ke rumah sakit dan harus berada dalam karantina.

Saya sendiri mungkin karena awalnya sudah demam panas (saya juga heran karena dokter cuma bilang saya demam biasa, oh well, tipikal kurangnya awareness dokter setempat juga, sih ya), jadi tidak tertular swine flu. Ajaib memang. Tuhan punya kuasa. Mungkin Tuhan tahu 3 minggu sebelumnya saya sudah berjuang antara hidup dan mati saat demam panas.


Jadi selain tidak tertular swine flu, saya sendiri mengalami demam panas yang membahayakan (saat itu saya juga kurang awareness) selama hampir 1 bulan dan penyesuaian untuk kembali pulih sekitar 2 minggu. Saya sendiri telah beberapa kali mengalami sakit panas tinggi selama hidup sampai seluruh tubuh kebas dan halusinasi.



Kalau dilihat kembali, saya sangat bersyukur walau apa pun penyakit demam saya saat itu, saya masih bertahan. Dari situ juga saya melihat kalau kita sudah mengalami peningkatan mengenai pengetahuan akan sebuah penyakit. Kita lebih aware, lebih terbuka dan teredukasi. Ini membuat saya semakin percaya kalau virus ini memang sudah dirancang sedemikian rupa sama seperti swine flu 1 dekade lalu. Heh!








Hai, bagaimana perayaan Idul Fitri pembaca sekalian? Masih tetap disiplin berada dirumah atau sudah keluar karena merasa sudah aman?


Saya sendiri dirumah saja, tidak keluar meski ada beberapa keluarga yang datang. Cuma sedikit mengganggu adalah orang- orang yang tidak terbilang keluarga dekat juga ngotot datang kerumah. Entah apa motivasinya pun saya tidak tahu.


Secara pribadi ini sangat mengganggu karena saya orang yang mudah stress dan anxiety level saya sangat mudah di trigger. Sedihnya lagi keluarga dekat juga tidak disiplin dan malah pergi kesana kemari. Mana di tempat saya juga sudah boleh sholat Ied berjamaah juga.


Sayangnya pemerintah setempat maupun RT/RW kurang tanggap dan tidak memberitahukan warga mengenai boleh atau tidaknya, aman atau tidaknya zona tiap tempat. Bahkan saya tidak tahu status tempat saya tinggal ini dalam zona apa, selain susah mendapatkan informasi yang valid, informasi yang keluar pun simpang siur jadi mana yang benar?


Ya begitulah pengalaman Idul Fitri 1441 H / 2020 M  kita sekalian, semoga ini akan menjadi pelajaran dan pengalaman di masa depan meski saya tidak pernah membayangkan kalau saya akhirnya bisa merasakan pengalaman hidup di tengah pandemi seperti jaman- jaman dulu.


Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H / 2020 M , mohon maaf lahir batin pembaca semuanya.


Water Based Facial Wash
Water Based Facial Wash




Sudah lama tidak menulis di Ann Solo, saya kembali menulis karena hari ini saya lagi panikan dan confuse mencari pengganti facial wash andalan yang water based. Kalau kamu lihat di foto ini ada 2 facial wash, nah, itulah facial wash yang saya gunakan dari awal tahun ini dan tentu saja semakin menipis.


Sayangnya, selain susah dicari (kecuali yang Bio-Essence), harganya pun melebihi budget. Mungkin ini yang dinamakan, ada harga ada rupa. Ini berlaku buat Axis-Y Quinoa One Step Balanced Gel Cleanser yang selain harus dibeli online dan tidak di semua seller, juga harganya yang paling mahal. Harganya juga bervariasi mulai dari Rp 200.000 -an.


Simple Skincare pun susah dicari online, somehow stoknya selalu sedikit dan varian dengan kemasan hijau transparan ini paling susah ditemukan di e-commerce. Varian Simple yang sempat ‘ketemu’ itu yang packaging warna putih. Itu pun juga cepat sold out meski kadang ada diskon jadi Rp 40.000-an dari harga normal sekitar Rp 75.000. Begitu juga varian hijau transparan kesukaan saya ini juga punya harga normal yang lumayan dan biasanya bisa ditemukan di Guardian atau Watsons.



Saya beruntung mendapatkan dan bisa mencoba ke-3 facial wash ini yang ternyata bekerja dengan baik untuk kulit saya. Sebelumnya saya harus mengatakan bahwa kulit saya adalah tipe berminyak kombinasi dan sensitif. Facial wash adalah skincare item yang akan bekerja instant dikulit saya, 1 kali pakai saya sudah bisa menentukan cocok atau tidaknya sebuah face wash itu di kulit saya. Kulit saya juga sering kali dehidrasi kalau cuaca lagi panas- panasnya, padahal saya minum 2 liter lebih per hari, lho.



Review 3 Toner Lokal : NPure, Avoskin dan The Bath Box




Mengenal Water Based Facial (Face) Wash/ Cleanser




Seringnya banyak orang yang mengupas mengenai water based cleanser yang mana cleanser di sini entah kenapa lebih condong pada kategori micellar water. Sampai saya menulis artikel (yang diakibatkan oleh rasa dongkol), saya belum menemukan artikel yang betul- betul mendetail mengenai water based face wash ini. Entah mungkin saya kurang menggali di Google, barangkali?


Jadi water based facial wash itu adalah produk pembersih wajah yang cara gunanya harus dilarutkan dengan air yang kandungan si facial wash itu sendiri dimulai dengan tulisan “WATER atau AQUA”. Sebagai ‘ketua’ dari kandungan (ingredients) atau bahan lainnya yang mendukung ke semua bahan untuk berfungsi/bekerja.



Seperti yang saya bilang kalau banyak artikel water based lebih condong ke pembersih tipe micellar atau yang untuk mengangkat makeup, ternyata memang water based juga punya bermacam- macam tipe seperti foam cleanser, gel cleanser dan cleansing water.



Review Axis-Y Balanced Gel Cleanser & Dark Spot Correcting Glow Serum




Review Water Based Facial Wash Simple Skincare, Bio-Essence & Axis-Y


Kalau kembali lagi pada 3 facial wash yang ada di foto atas, maka Simple dan Axis-Y adalah tipe gel cleanser. Bio-Essence sendiri punya tipe seperti cream sama dengan tipe foam cleanser lainnya meski varian Collagen Cleanser ini tidak terlalu berbusa seperti jenis whip cleanser. Meski tentu saja berawal dengan kandungan Water, Bio-Essence tidak dapat saya andalkan setiap waktu karena salah mood kulit dan cuaca panas sedikit saja, kulit saya akan terasa kering.


Sedangkan Simple yang sebenarnya sempat saya pakai ketika saya berumur 18 - 22 tahun (yang mana sudah 1 dekade lebih lalu), mempunyai mixed feelings buat saya pribadi. Mulai dari cocok, tidak cocok, cocok lagi, bla bla bla. Tapi semakin kesini, saya juga mulai mengimbas balik kenapa Simple dan saya berada di on & off relationship 2 dekade ini.


Pertama mungkin kualitas dan tempat saya tinggal saat itu sangat berpengaruh. Lalu waktu saya memakai facial wash klasik dan legendaris ini kadang salah timing. Atau juga saya memakai kadar air yang salah? Entahlah, semua mungkin saja dan tidak mustahil.



Review Elizavecca Centella Asiatica & Galactomyces Toner




Water Based Facial Wash



Saat ini saya masih WFH dan mencuci muka dengan sumur pribadi yang airnya punya pH yang bagus (sempat di cek dulu). Mana saya juga rajin exfoliate dan disiplin dengan skincare routine yang membuat kulit kasar saya kembali terasa halus. Nah, Simple ini membuat kulit saya semakin adem dan terasa halus terlebih lagi dia tidak terasa sumuk atau berat seperti yang saya pakai saat di Singapore kemarin (saya yakin kali ini mungkin pengaruh air). 


Kalau Simple asyik dipakai dengan bare hands sambil pijar ringan, Axis-Y menemukan ‘belahan jiwa’ dengan lebih berjodoh kalau dipakai dengan facial cleanser tool. Itu lho, alat dengan brush untuk membantu membersihkan wajah lebih detail lagi. Facial brush ini pun praktis apalagi kalau kamu capek pulang malam tapi harus double cleanser dan tidak punya tenaga untuk pijat, coba pakai facial brush, deh.



Axis-Y somehow terasa kering kalau cuci muka dengan tangan saja (ini juga rasanya tergantung humidity saat itu), justru dengan facial brush malah membuat wajah saya lebih lembut, bersih tapi tidak kering. Dari awalnya iseng menjodohkan kedua item ini, ternyata malah cocok.




Kelebihan dan Kekurangan Water Based Facial Wash


Disclaimer, disini saya hanya menuliskan kelebihan dan kekurangan water based facial cleanser berdasarkan 3 produk yang saya pakai serta efeknya langsung kepada kulit saya yang berminyak kombinasi, sensitif juga mudah kering kalau salah pakai pembersih wajah.


Kelebihan :


  • Dengan teksturnya yang gel, tidak mengakibatkan iritasi di kulit saya, sangat aman dan meninggalkan kesan bersih.

  • Tidak after effect seperti kesat, ketarik maupun panas.

  • Aman dipakai dengan facial brush.

  • Tidak berbusa.




Kekurangan :


  • Pricey alias mahal untuk budget saya.

  • Stoknya susah dicari.


Review Lipstick Maybelline Superstay Ink Crayon



Itulah 3 review yang saya tulis karena kesal dan dongkol (ehehe) karena ternyata kulit saya lebih sesuai dengan tipe facial cleanser gel dan tentu saja yang water based. Makanya kulit saya kemarin protes saat saya mencoba facial wash dari Holika Holika, duh, tobat (tapi saya lupa apa kandungan awal FW itu).


Cuma kesalnya, selain harus lebih berusaha sendiri dengan mengecek satu per satu kandungan skincare dari cara Googling, kadang rasanya lebih baik kalau kita langsung memeriksa barang tersebut. Tapi ya bagaimana, selain beberapa mereka tidak tersedia di kota saya, saya juga masih belum berani keluar ke toko dan mall.


Oh, mau berbagi cerita sedikit. Kemarin saya iseng membaca beberapa kandungan facial wash yang di jual di minimarket dekat rumah. Sudah jelas merek drugstore yang biasa kita lihat, salah satunya mereka dari Jepang (?) produksi Indonesia. Daftar kandungan awalnya adalah MYSTIRIC ACID dan water berada pada kandungan ke-3. Yikes! No!


Untuk kedepan, saya akan berusaha lebih giat mencari water based facial wash yang lebih mudah didapatkan dan tentunya dengan harga sesuai ukuran dompet saya. Jadi tunggu ya, saya akan kembali dengan water based facial wash dari merek lokal Indonesia karena saya lagi obsesi mencoba merek- merek skincare lokal yang semakin kece saat ini.








Irrfan Khan




Salah satu aktor favorite saya, yaitu Irrfan Khan secara mengejutkan meninggal dunia pada akhir bulan April kemari karena sakit colon infection yang ia derita beberapa tahun sebelumnya. Secara pribadi saya sangat terpukul, karena sebagai orang yang tidak begitu menggemari artist, celebrities and famous people, saya sangat menggemari bliyau sebagai aktor yang memang berbakat tanpa banyak gimmick dan gossip tidak penting.

Meskipun saya tidak bisa mengatakan diri saya adalah penggemar dan mengetahui banyak film Bollywood, Irrfan Khan yang memulai karirnya di sinema India ini juga mempunyai film asli India yang sangat saya nikmati. Juga mungkin bangi banyak orang, terutama di kancah perfilman internasional, lebih mengenal bliyau dari film Life Of Pi yang legendaris. Justru, saya mengenal bliyau dari film yang diangkat dari buku novel kesayangan saya, The Namesake yang di sutradarai oleh Mira Nair.

Berikut beberapa film dari mendiang Irrfan Khan yang wajib kamu tonton jika kamu seorang movie buff yang memang menikmati kualitas tontonan tanpa melihat asal dan genre film.


Baca Juga :  Review Film Guns Akimbo, Daniel Radcliffe Mengganti Magic Wand Dengan Senjata




The Namesake (2006)
The Namesake


Seperti yang sudah saya katakan diatas, ini tentu akan menempati peringkat film kesayangan saya dari mendiang aktor Irrfan Khan. Tidak hanya sangat ‘fanatik’ terhadap bukunya yang merupakan hasil karangan penulis India kesayangan saya juga, Jhumpa Lahiri, veris film yang dirilis 2006 ini berhasil membawa tokoh- tokoh didalam novel secara  nyata di versi film. Selain tokoh Gogol/Nikhil Ganguli, tokoh sang ayah yang diperankan oleh Irrfan, yakni Ashoke juga terasa rapuh dan lebih kompleks dengan semua ekspresi yang saya rasa sangat sempurna dibawakan oleh Irrfan Khan seorang.




Piku (2015)
Piku


Sedikit cerita random, ketika menonton film ini (saya lupa dimana tapi yang saya ingat menontonya dua kali, lho), saya terkejut ketika karakter sang supir taksi adalah Irrfan Khan. Konyol memang, karena saya sebenarnya tidak begitu mencari tahu mengenai para pemain film Piku selain Amitabh Bachan yang berperan sebagai kakek tua yang tiba- tiba memutuskan untuk melakukan road trip. Kalau tidak salah scene favorite saya dari film ini adalah ketika tokoh Irrfan bermain badminton, random ya? Memang.




The Lunchbox (2013)
The Lunchbox


Rasanya mungkin inilah film genre romance dari Irrfan Khan yang pernah saya tonton (?). Somehow film ini memberikan saya vibe film The Chungking Express besutan Wong Kar-Wai (entahlah, mungkin hanya saya saja). Film ini bukan genre romance layaknya film Hindi yang lain ya, tidak ada nyanyi di bawah air hujan dan bayangan romantis yang tidak masuk akal. Kalau kamu sedang mencari cerita romantis India yang relatable dan nyata, kamu wajib menonton The Lunchbox ini.


Baca Juga :    Review Film The Gentlemen, Ketika Bos Penjual Ganja Ingin Pensiun



Itulah 3 film dari Irrfan Khan yang saya sukai secara personal dan tidak keberatan untuk menontonnya beberapa kali pun. Saya juga bermaksud untuk menonton rekomendasi film terbaik dari bliyau, seperti Hindi Medium dan film dari India bliyau lainnya. Irffan sendiri dikenal sebagai method actor yang rendah hati, meski terkenal di kancah film dunia, tetapi bliyau adalah sosok yang tidak silau dengan gaya hidup yang glamour.

Irrfan Khan juga dikenal sebagai sosok yang tidak banyak bicara namun selalu berhasil membawakan peran- perannya dari bermacam ragam tokoh dan watak. Bliyau juga diberikan pujian sebagai versatile actor yang bisa memerankan hampir semua jenis peran dan memberikan acting memukau dengat tatapan mata serta ekspresinya yang berhasil menyampaikan ribuan dialog.



Newer Posts
Older Posts

Ann Solo

Ann Solo
Strike a pose!

Find Ann Here!

Ann Solo Who?!

Ann Solo adalah nama pena Ananda Nazief, seorang lifsestyle blogger yang terinspirasi oleh orang- orang sekitar, perjalanan, kisah- kisah, pop culture dan issue semasa.

Prestasi:

Pemenang Terbaik 2 Flash Blogging Riau : Menuju Indonesia,
Kominfo (Direktorat Kemitraan Komunikasi) - Maret 2018.

Pemenang 2 Flash Writing For Gaza (Save Gaza-Palestine),
FLP Wilayah Riau - April 2018.

Pemenang 3 Lomba Blog Lestari Hutan, Yayasan Doktor Syahrir Indonesia - Agustus 2019.

Pemenang Harapan 1 Lomba Blog, HokBen Pekanbaru - Februari 2020.

Contact: annsolo800@gmail.com

  • Home
  • Beauty
  • Traveling
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Books & Stories
  • Our Guest
  • Monologue
  • Eateries

Labels

#minimalism Beauty Books & Stories Eateries Entertainment & Arts Film Gaming monologue Our Guest parfum Review Review Parfume sponsored Techie thoughts traveling What's News

Let's Read Them Blogs

  • Buku, Jalan dan Nonton

Recent Posts

Followers

Viewers

Arsip Blog

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Asyik, Perang Tarif, Mari Kita Beli Barang KW
  • ►  2024 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2023 (45)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (11)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2021 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2020 (34)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2019 (34)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (56)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (14)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (5)

Find Them Here

Translate

Sociolla - SBN

Sociolla - SBN
50K off with voucher SBN043A7E

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Blogger Perempuan

Beauty Blogger Pekanbaru

Beauty Blogger Pekanbaru

Popular Posts

  • Review Axis-Y Toner dan Ampoule - Skincare Baru Asal Korea
    Sejak beberapa tahun kebelakangan ini kita telah diserbu oleh tidak hanya produk Korea baik itu skincare dan makeup, tetapi juga ...
  • Review Loreal Infallible Pro Matte Foundation
    Kalau dulu saya hanya tahu dan penggemar berat Loreal True Match Foundation sejak zaman kuliah, ternyata Loreal juga mengelua...
  • 2019 Flight Of Mind
    Cheers! Time flies indeed, terlebih lagi di zaman sekarang ini dan saya yang sudah mulai lupa sehingga semua terasa cepat. 2019...
  • Kampanye No Straw Dari KFC
    Kampanye No Straw Movement. Kemarin saya dan seorang teman berjanji untuk bertemu di KFC terdekat dan sambil menunggunya datang, saya ...
  • (Pertandingan Terakhir Liliyana Natsir Sebelum Pensiun) Dukung Bersama Asian Games 2018
    Hari ini berita yang cukup mengecewakan muncul di TV ketika saya dan Tante sedang makan siang dirumah: Liliyana Natsir akan menggantung...
  • Review Lip Balm 3 Merek - Nivea, Himalaya Herbals dan L'Occitane
    Dulu sekali, sebelum kenal dengan lipstick seakrab sekarang, saya dan   lip balm adalah pasangan yang kompak. Tidak hanya mengatasi ...
  • Review Sunblock Biore & Senka
    Oh my! Sekali lagi saya merasa bersalah 'menelantarkan' blog ini karena akhir bulan lalu saya mempunyai pekerjaan baru ya...
  • Review - Sakura Collagen Moisturizer
    Pertama-tama, saya hanya mau menginformasikan bahwa ini adalah artikel review yang sebenarnya sudah lumayan telat terlupakan oleh kek...
  • Review AXIS-Y Cera-Heart My Type Duo Cream
    Sudah lam aterakhir kali saya memakai cream moisturizer tipe konvensional, alasan utamanya adalah kondisi iklim di kota saya...
  • Review Lipstick Maybelline Superstay Ink Crayon
    2020 dimulai dengan racun lipstick terbaru dari Maybelline yang datang dengan Super Stay Ink Crayon yang sebenarnya sudah saya nant...

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates