A Bit Of Modern Romance

by - Mei 05, 2018

Pic : www.unsplash.com

Ketika saya menceritakan pengalaman saya yang di tolak cowok, sahabat saya menganggap omongan saya hanyalah bualan belaka. Well, first of all this BFF, doi rada mengidolakan saya (bukan KPop idol gitu, ya), yang menganggap saya cewek keren, gaul dan cerdas untuk bisa berbagi topic apa saja untuk di diskusi dan di bicarakan (bahkan super konyol sekalipun). Namun bagi saya apa yang doi lihat dari saya adalah apa yang doi- ingin lihat tentang saya, his own version of ideal female yang doi tempatkan pada saya. Yah, saya semacam template dasar lah, untuk merakit ke-ideal-annya terhadap wanita. Ya kali cewek keren mana pernah di tolak, harusnya nolak. Coba tanya Angelina Jolie.

Karena pada dasarnya saya tentu saja mengalami patah hati dan penolakkan. Baik itu dalam hubungan asmara, pertemanan, keluarga atau secara interaksi social. Penolakan bisa menimpa siapa saja bahkan orang terkenal seperti celebrities, contoh ketika saya membaca bukunya Aziz Ansari yang berjudul Modern Romance, dia halaman perkenalan awal bliyau bercerita tentang Tanya, wanita yang tiba-tiba ‘gantung’ nasibnya Aziz dengan tidak menghubungi, membalas pesannya Aziz walaupun sudah ada centang tanda sudah di terima/baca, dan malah online di Facebook dan posting foto di Instagram. Tetap tidak membalas dan mengabari si Aziz jadi apa tidaknya mareka nonton konsernya Beach House malam besok.

Padahal, menurut Aziz, walaupun bliyau tidak head-over-heels alias jatuh cinta gila-gilaan sama Tanya, tapi mareka got the connection, the chemistry. Ya kali, siapa tahu bisa berlanjut ke hubungan yang bagaimana- gimana, gitu.

Akhirnya Aziz memutuskan ke klub-nya stand up comedy dan ‘curhat’ disana ketimbang nonton konser sendirian (halah, padahal si Aziz, mah, lagi dapat ide tuh, buat cuap-cuap). Cerita si Aziz banyak yang ngena ke hati para penonton karena memang topic itu sangat ‘manusiawi’ dan realita yang pernah kita alami paling tidak sekali dalam hidup (kalau kamu seberuntung itu menemukan soulmate-mu).

Kalau pengalaman ini membuat Aziz mencari buku manual untuk percintaan, terutama percintaan masa kini yang melibatkan dan dipengaruhi gadget dan teknologi, kemudian tidak menemukan satu buku pun untuk referensi yang membuat bliyau membuat buku referensinya sendiri; MODERN ROMANCE.

Penasaran?. Silahkan cari sendiri bukunya, e-book atau beli langsung maupun online, karena saya tidak di endorse dan tidak akan membahas ataupun me-review buku bliyau, hanya sepenggal issue yang memang saya pernah alami sendiri dan merasa ada connection dengan orang-orang yang pernah mengalami hal yang sama; di ‘gantung iya apa tidak’ tanpa kabar.

Kalau seingat saya, saya mengalami gantung tanpa kabar ini sepertinya lebih dari 3 kali. Ngenes memang, tapi semakin saya dewasa, selain ngenes juga membuat saya dewasa (terus kejadian lagi), lebih sinis, sarkastis dan skeptic. Halah, paling nanti doi kabur habis ‘kencan’ pertama. Dan memang, kejadian sekali lagi tahun ini walau saya sangat- sangat tidak sadar kalau saya sedang ‘dating’. Tidak akan saya sebut sebagai lugu sih, tapi ya kok, heran saja. I thought we’re friends, eh begitu saya tanya kabar dan ajak nongkrong lagi, balasannya lama sekali dan dengan embel-embel sibuk ini itu, terus PPOOOFFF!. Hilang tanpa jejak seriously moving out of town or something, what?.

(Dude got me thinking, jadi bahan tulisan, worth it!)

Sama seperti Aziz yang impressed by Tanya, good vibes and all, nyambung gitu kalau ngobrol. Cowok yang baru-baru ini juga amazed sama saya dan tanpa ragu dia langsung bilang, well, chill dude, I know I’m coolest, so chill (padahal saya aslinya blur banget kita ngobrolin apa malam kita pertama kenal, I was exhausted, too crowded and got distracted). Yang saya ingat hanyalah asam di mulut saya dari makanan random dari menu yang saya pilih (and overpriced, was calculating how much money I have in my wallet that night).

Long story short beberapa hari kemudian, kita duduk santai menikmati ‘panasnya’ kota, atau lebih tepatnya saya menerima panasnya kota dan doi tak henti-hentinya komplain tentang panasnya ini kota. Sejuta keluhan tentang panas, ‘panasnya, panasnya, panasnya’, like a broken record (atau sekarang di sebut glitch karena record yang traditional seperti kaset sudah punah, CD pun akan segera punah karena kepraktisan MP3 yang kecil dan compact).

Kita ngobrolin issue yang sedang trending, baik itu politik (ah jadi ingat seseorang yang bilang; ‘tahu apa kamu soal politik?), kemanusian (yang tidak adil dan kurang beradab), pop culture, sampailah kepada pilihan dan impian pribadi (saya menahan diri untuk tidak memberitahunya kalau saya ingin menjadi filthy rich hingga Benedict Cumberbacth bisa jadi butler saya yang akan selalu menyapa dengan suara berat dan seksinya itu, ah, Abang Ben..). Bagi yang mengenal saya (setdah, saya sendiri malah tidak kenal diri saya), maupun orang baru yang bisa membuat saya nyaman (atau lebih tepatnya I can’t shut my mouth), saya akan spontan meng-iya atau me-tidakkan suatu opini. Okay, banyak sekali opini dan pandangan hidup kami yang berbeda (no wonder he ran away) karena doi bisa melihat ketidak-cocokkan sedari dini, doi kabur. Sedangkan saya yang- sedari awal hanya menganggap ini pertemuan layaknya lagi adaptasi sama teman baru, ya, kurang sensitive. I was like, hell yeah, spitting my pros dan cons. Don’t give a shit.

Seperti yang saya bilang sebelumnya bahwa ini bukanlah pengalaman pertama kalinya, dulu sekali saya mengalami di gantung tanpa kabar, yang- saat itu masih polos dan lugu, saya berusaha mencari tahu dan menemukan jawaban (bahkan saat itu saya sudah anggap konyol, kekanakan dan egois namun anehnya mengerti dengan membuat diri saya melihat dari kacamata orang yang bersangkutan) yang; oh okay, baiklah, whatever. Saya punya ‘whatever’ attitude alias cuek setelah malas untuk mikir. Ya, standard lah, karena rata-rata kita mempunyai kebiasaan yang ‘masa bodoh’ setelah capek mikir dan bosan.

Pengalaman itu berlanjut, namun kali ini saya punya ‘sepasukan’ teman perempuan yang- memang perempuan terkenal suka berasumsi (sendiri secara kiasan tapi percayalah mareka sesungguhnya beramai-ramai memikirkan 1001 asumsi dengan teman-teman perempuannya yang lain, pernah dengar gossip?) akan memberikan ‘masukan’ kenapa si lelaki hilang tanpa kabar setelah (biasanya) kencan atau pertemuan pertama. Bakalan ada 2 masukan, kalau mareka mengikuti perkembangan awal sebelum kamu pergi kencan inilah contohnya; please jangan ngomongin soal Star Wars, doi tidak bakalan suka cewek yang terlalu geeky. Masukan kedua adalah asumsi setelah kencan.

Bagaimana tindakan pencegahan/escape route di saat kencan yang ternyata what the hell banget dan ingin segera lepas bebas; kamu bilang kamu menderita Herpes.  Apa? Herpes?. Ampuh  untuk menghalau kejaran cowok yang kamu tidak suka (saya pernah kenal seorang cewek yang bilang doi punya Herpes karena cowok yang datang ke blind date- setelah mengaku dirinya cakep seperti Takeshi Kaneshiro, namun, hadir dengan bedak putih cemong di muka, rendahnya self-esteem, pushy dan suka ngambek serta tentu saja million zillion killion years away jauh dari Takeshi Kaneshiro). I was there, duduk di belakang mareka, ngakak sampai keluar air mata. Suatu ‘scene’ yang tidak bisa saya lupakan walau telah berlalu 15 tahun lamanya, ya bagaimana bisa lupa, si cowok datang dengan muka kabuki. Wanjer! But anyway paling tidak yang di lakukan perempuan ini walau ekstrim tapi  cukup terus terang untuk tidak melanjutkan interaksi dan berhenti di saat itu juga, menolak dengan kejutan agar di jauhi, kejutan di balas kejutan lah, kira-kira. Am I right?.

Siapa itu Takeshi Kaneshiro, apa itu Herpes?. Don’t be lazy, Google it.

Perempuan bisa berasumsi apapun, menetaskan teori apapun, bahkan bisa menetapkan apapun sebagai sebuah ‘UUD dan Hukum’ (setelah diskusi yang panjang yang dalam waktu 1 jam saja). Like this guy was cute and all, kita pergi nonton, main di Timezone, makan es krim dan nyemil santai. Lagi- lagi doi ilang tanpa kabar, sehari pertama saya bingung kemana sih, pesan dan telepon tidak di jawab. Hari kedua kok, bikin kesal yang disusul sampai seminggu hampa. Di balik itu, teman-teman perempuan saya sudah mulai berpikir dalam tentang segala kemungkinan, memanggil saya (apa saya yang memanggil mareka untuk bala bantuan untuk mengurai segala macam kemungkinan, ya), menggelar rapat dan mengajukan dakwaan (jelas tanpa pembela karena kita mah, pasti mendakwa situ). Medengarkan asumsi, dakwaan dan teori yang sambung menyambung membuat saya jadi jengkel namun manut saja (yang paling banyak bacot biasanya yang paling sedikit sekali bahkan nyaris tidak pernah pacaran). Keputusan akhir (ya seperti biasanya lagi, akan berubah hari demi hari sampai kasus ini terlupakan) kami menetapkan bahwa si lelaki itu seorang gay. Kasus di tutup.

Whatever.

Dari kasus yang lain ke kasus lain dengan tema dan pola yang sama, biasanya ‘menelan korban’ perempuan saja, karena jika kamu perempuan yang menggantung si lelaki, kamu di anggap sok kecakepan, jual mahal, ternyata janda anak 3, penyihir, masalah mental atau low self-esteem, whatever. Selain di ‘gantung’, saya pastilah pernah ‘menggantung’ (ngaku, kok), terus cowok itu nekad nyamperin saya yang lagi leha-leha duduk di kursi stasiun dengan BFF perempuan saya saat itu, tanpa tendeng aling bilang saya sombong dan sok cool, sok gaul dan yang paling krusial; sok kecakepan.

Yay!. Kalau saya di bilang sok cakep, saya cakep dong?.

Otomatis BFF saya langsung pasang sikap defensive dan saya?. Saya masih ingat perasaan geli hati waktu itu, tapi maksain diri acting kaget dan terluka. Hahay!. Bagi saya, itu kocak banget terutama waktu dia bilang saya sok kecakepan, terus mulutnya mengerucut kesal. Doi minta pertanggung jawaban saya yang ogah balas SMS dan jawab telepon, dan lebih parahnya doi menuduh saya ganti nomor. Iya sih, saya memang ganti nomor tapi bukan menghindar, lagi dapat promo nomor baru dan, uh, merchandise Star Wars, sih.

Itu adalah dari sedikit kasus yang akhirnya di konfrontasi ketika sudah gengges di gantung tanpa kejelasan naksir apa malah turn off.  Respect, karena saya tidak akan melakukan hal itu, datang mengkonfrontasi orang yang gantungin saya, sudah terlanjur malas dan ikutan hilang penasarannya (setelah nulis ngalor ngidul baru sampai pada kata penasaran). Iya, penasaran sama nasib yang di gantung. Bak tagline iklan yang ada benarnya juga; KESAN PERTAMA BEGITU MENGGODA, SELANJUTNYA TERSERAH ANDA (masih penasaran menggoda apa malah bikin muntah).

Rasa penasaran adalah insting dasar kita dalam interaksi, begitu bertemu orang baru, kelihatanya menarik secara fisik dulu, di bawa cerita jadi klik, terus diajakin ketemuan. Baik itu jadi kencan atau pertemanan tergantung balik kepada motif masing- masing. Nah, setelah menghabiskan waktu yang dirasa cukup (kalau belum cukup  bisa jadi 2 film kayak Before Sunrise dan Before Sunset), rasa penasaran akan teroksidasi oleh mood hari itu; tertarik untuk hubungan lebih lanjutkah, turn off lalu kabur atau malah sesuai jadi teman.

Kalau kamu mengalami hal seperti ini , dengan tegas saya tekankan ini bukanlah manual book untuk percintaan ya (penulis jomblo kabeh, lagi cari pasangan yang serasi bak sendok dan garpu walau penulis lebih milih makan pakai sumpit), cuma sharing is caring saja. Meskipun kamu bête, malah nangis ternyata kamu sudah kadung suka (terlanjur cinta kok ya, complete nonsense yang ada mah, obsesi), coba tahan situ. Analisa lagi awal kalian bertemu, apa yang membuat kalian klik, dan tidak, ya bisa jadi dia pro genocide ala Thanos sedangkan kamu jelas-jelas penggemar Gandhi yang anti kekerasan, beri point setiap pro dan kontra. Kalau doi tidak merespon (tapi Twitter, FB, Instagram, WA, Line bahkan blog aktif dan terus di penuhi postingan), lalu (mungkin someday bosan dan pengen cari teman main, keingat kamu) menghubungi setelah kian ratus purnama, percayalah doi bukan Rangga yang sibuk bertahan hidup di New York dan rada minder, tapi doi adalah blangsak yang harus kamu segera delete dan block nomornya di kontak. Tidak ada yang lebih kejam setelah di cuekin terus di datangi lagi laksana tidak pernah terjadi apa-apa plus beribu alasan ketika kamu tanya kenapa tidak ada kabar.

Dude is not for you. HE EVEN, IS NOT INTO YOU.

Move one deh, and whatever.


You May Also Like

3 comments

  1. Semua orang pnh patah hati. Ga usah khawatir, msh banyak ikan di laut. Btw penasaran sama bukunya yg modern romance. Pengen aah ntr nyari

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukunya bagus, tapi bukan novel, kumpulan essay gtu.
      Coba gramedia sudirman, mbak.
      Yoi.
      Aku lagi nunggu pancing ku di gigit ikan hiu nih, mbak..

      Hapus
  2. Iya nih w malah penasaran dengan cerita Aziz, ah elu gantungin w uga ih mbak, cerita Aziz malah nyuruh cari e-book.

    Nyesek beud hhahhaha :p

    BalasHapus