Kapan ya, terakhir kali saya menulis cerita tentang traveling, hobi sejuta umat ini. Meski ternyata saya melakukan perjalanan untuk liburan dan healing sejak pandemi melanda (walau sebenarnya harus pulang kampung mendadak sih, anggap saja traveling juga), saya terkadang lupa itu disebut jalan-jalan juga.
Oh, well.
Anyway, baru-baru ini saya melakukan perjalan singkat sebagai bagian dari healing dan penyegaran jiwa raga. Dari dulu saya selalu mempunyai teman-teman jalan beragam yang kebanyakkan cukup ‘random’ dan tidak pernah tetap. Jadi perjalanan terakhir kemarin, saya juga mendapatkan teman jalan random.
Namun apa mau dikata, tidak semua teman jalan bisa menjadi teman traveling yang asyik. Justru saya merasa liburan healing yang kemarin menambah masalah hidup, harusnya healing, eh, malah menambah beban.
Sebagai tipe orang yang sok asyik dan senang mengenal banyak orang, saya merasa teman jalan yang terakhir ini bagaikan nostal-gila kembali ke zaman traveling bareng teman sekolah dulu. Help! Tapi itu benar!
Anyway, kalau kamu (para pembaca siluman Ann Solo) sedang mencari teman traveling, mungkin bisa cek pengalaman saya dengan beragam macam karakter teman jalan sejauh ini.
Baca Juga : BACKPACKING SETELAH BERHIJAB
Teman yang ‘cool, lets go!’
Ini mungkin teman traveling yang paling terbaik dan asyik karena mereka terbuka untuk petualangan baru, tidak banyak komplain dan menggerutu. Teman seperti ini biasanya mereka yang sudah biasa traveling dan punya banyak pengalaman, teman dan relasi dalam dunia traveling.
Teman ‘ah, malas!’
Rakyat mager dan kaum rebahan adalah tipe teman seperti ini. Aneh juga kalau mereka mau traveling kalau mager, yak? Tapi tentu saja mereka suka traveling dong, walau mungkin dengan cara yang hemat gerak. Sayangnya, ini salah satu jenis teman jalan yang tidak bisa diandalkan, karena kalau kamu minta tolong booking hotel, bisa saja mereka lagi mager…hihihi
Teman yang ‘kenapa begini, begitu’
Satu lagi tambahan teman jalan yang harus dihindari, karena mereka akan komplain dan seringnya justru tidak memberikan masukan atau kontribusi yang berarti. Belum lagi, teman jalan seperti ini biasanya sangat sok tahu (sesuai dengan pengalaman saya), sehingga akan rentan menimbulkan argumen yang tidak penting dan sepele.
Teman yang ‘harus ikut aku ini itu’
Kurang lebih sama dengan tipe teman diatas, tipe ini maunya selalu diikuti dan akan merasa dirinya menjadi juru bicara grup padahal itu hanya keputusan sepihak darinya. Teman jenis ini juga sering baper dan ngambek kalau kita tidak mengikuti kemauannya. Okay, sah, bye aja!
Teman gaul dan supel
Menjadi salah satu teman jalan yang asyik, saya pernah mempunyai teman jalan yang gaul dan supel yang bahkan di tempat asing sekalipun, teman ini mampu membuat koneksi dan berinteraksi dengan orang asing. Dari yang tadinya tersesat jalan, teman ini berhasil membawa kami keluar dengan menyapa dan berbicara pada orang- orang sekitar. Top, cari teman jalan seperti ini, ya!
Teman jago memotret
Sedih, karena teman ini selalu dapat mengabadikan momen terbaik liburan dengan jepretan kameranya. Tapi begitu teman lain yang mengambil foto, hasilnya buram, miring atau gelap. Ah, nasib teman yang jago foto biasanya begitu..
Teman kuliner
Sebagai orang yang tidak begitu paham makan enak, saya merasa bersyukur kalau ada teman yang tahu semua informasi kuliner. Tinggal sebut budget makan berapa, teman ini akan memberikan rekomendasi terbaiknya.
Teman selalu bergaya
Mungkin teman ini ada baik dan buruknya? Karena mereka bisa mengarahkan gaya dan style selama liburan? Namun juga kamu harus membantu menyeret kopernya yang overweight karena penuh baju ootd? Apalagi kalau ada teman jenis photographer di grup, pasti teman itu yang akan menjepret semuanya.
Itu adalah beberapa teman jalan yang umum ditemui. Kamu punya tambahan jenis teman jalan lainnya? Share di bawah, yak.
Baca Juga : TIPS PACKING MUDIK SIMPEL DAN CEPAT
Tips Mencari Teman Traveling yang Asyik
Dengan umumnya backpacking dan jadi host bagi traveler, membuat banyak peluang untuk bertemu banyak pecinta traveling juga semakin luas. Tidak jarang juga banyak traveler yang baru saja bertemu sepakat untuk jalan bareng dan berbagi biaya penginapan.
Saya salah satu orang yang biasa bertemu orang baru, sehingga saya sudah tahu resikonya. Kurang dan lebih, baik itu berpetualang dengan teman yang sudah dikenal atau baru, selalu ada saja resiko yang mengintai perjalanan. Tips dibawah ini mungkin bisa mengurangi resiko tersebut :
Pastikan untuk membicarakan tujuan perjalan sedetail mungkin.
Cek penginapan, biaya dan ongkos perjalanan bersama-sama agar jelas.
Bagi rata atau sesuai kesepakatan semua yang menyangkut akomodasi selama perjalanan.
Kalau teman jalan adalah seorang yang asing, usahakan untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran lebih dulu sebelum kamu memutuskan untuk jalan bersama.
Tidak selamanya rekomendasi teman jalan dari seorang teman yang kamu percayai bisa dipegang. Ini karena setiap orang akan berlaku berbeda tergantung situasi, kondisi dan lawan bicaranya.
Kamu bisa menolak teman jalan kalau insting mengatakan kalau teman tersebut mencurigakan atau malah menyusahkan.
Baca Juga : Cerita Kocak Segala Rupa Penginapan
Inti dari traveling bareng teman adalah bersenang, menghemat biaya dan merasa lebih aman bersama. Ingat juga, kalau ini adalah liburan semua orang, jadi jangan kacaukan liburan dan rencana orang lain hanya kamu merasa kesal atau sedang tidak mood.
Kamu tidak berhak mengacaukan agenda dan liburan orang lain dengan drama dan keegoisanmu, lho. Jadi, sebelum berangkat traveling bersama, selain mengecek semua kebutuhan perjalanan, kamu juga harus mengecek teman jalan juga, ya.
Selamat liburan dan healing!
Ffiiuuhh..judul yang panjang karena saya tidak tahu bagaimana cara menyingkatnya menjadi semanis judul umumnya dalam Bahasa Inggris, (insert number) Things I Stopped Buying as a Minimalist.
Anyway, saya selalu ingin membuat konten ini tapi saya masih bingung, apa sih, produk yang berhasil saya singkirkan sejak jadi minimalist? Eh, ternyata tidak banyak.
Tapi nih, beberapa produk yang tidak lagi saya beli setelah saya menjadi minimalist yang sudah sadar kalau barang-barang yang biasa saya beli rata-rata mubazir dan menghamburkan my hard earned money begitu saja just because adalah...
Baca Juga : REKOMENDASI CHANNEL YOUTUBE UNTUK EXTREME MINIMALIST
Sheet Mask
Ini bukan masker perlindungan Covid ya, tapi sheet mask skincare itu, lho. Duh, saya jadi malu dulu saya obsesi banget dengan skincare item yang satu ini pertama kali booming. Sadar- sadar, itu cuma selembar kertas yang dikasih serum dibungkus individually wrapped dan seringnya overpriced.
Jujurly, kulit saya tidak merasakan banyak perubahan signfikan. Malah nih, kalau kertas mask-nya terlipat, yang ada malah muka saya ikutan membekas melintang bekas lipatan. Demi apah!?
Aksesoris dan Perhiasan
Lagi-lagi, dulu saya sok ikutan jadi fashionista sampai beli aksesoris dan perhiasan yang saat itu lagi trendy. Saya sendiri tidak menyukai memakai perhiasan emas karena saya selalu takut di rampok.
Jadinya saya biasanya membeli perhiasan buatan yang jelas tidak semuanya mempunyai kualitas terbaik, sesuai harga ya, sis. Kapan saya berhenti menggunakan perhiasan sepenuhnya, saya lupa kapan, tapi sudah bertahun-tahun. Bahkan saya tidak menggunakan anting karena sering ketusuk.
Nail Polish alias Kutek
Jangan ditanyam dari saya SD, saya sudah centil pakai kutek. Bahkan sempat koleksi segala. Sampai akhirnya di tahun 2011, seorang teman memberikan saya kutek dari brand Korea. Cantik sih, tapi begitu saya membersihkan kutek dengan remover, semua jari saya penuh stain oranye!
Sumpah, dah! Kuku saya jadi lemah dan rada lembek. Stain itu menempel berbulan-bulan sampai regenerasi kuku saya lengkap sepenuhnya. Dari yang suka kutek, saya memutuskan untuk tidak memakai kutek lagi sejak kejadian itu. Masih terlalu trauma kalau ingat.
Liquid Body Wash
Ini adalah salah satu kelemahan saya; beli body wash dengan wangi kece walau kadang mahal padahal kadang seringnya kulit berasa kurang bersih juga. Karena saya sudah harus mulai menghemat mat, saya akhirnya memutuskan kembali menggunakan sabun batang alias soap bar.
Toh, yang penting kulit saya bersih dan tidak kering. Soap bar juga lebih murah dan mantab juga harum, kok. Btw, saya tidak pembeli soap bar yang berserk atau yang sustainable itu ya, saya beli yang bias saja semampu keuangan saja.
Baca Juga : PENGALAMAN KELOLA KEUANGAN ALA MINIMALIST
Buku Cetak
Sudah berapa tahun saya mendonasikan buku-buku saya sedikit demi sedikit. Kini saya beralih ke e-book sepenuhnya apalagi saya juga bergabung dengan banyak book club yang rajin banget berbagi buku online atau bisa bayar belinya patungan biar lebih hemat sekalian beli bundling.
Parfume (stop dulu, sis)
Ada yang sudah baca review mendadak suka parfume di blog ini? Entah kemasukan apa, saya tiba-tiba bisa pakai parfum dan sinus saya tidak kumat (banget). Tapi sungguh, parfume menjadi pelarian saya kemarin itu, yang mampu membuat semangat saya naik.
Untuk saat ini saya masih mempunyai beberapa perfume yang setengah jalan lagi, tinggal menghabiskan stok ini, barulah saya akan mencoba membeli parfume lokal (saya penggemar parfume lokal!) nanti. Yes!
Mascara
Minggu lalu dengan random, sexerti biada, saya mengatakan ke BFF saya, kalau saya mau berhenti pakai mascara. True story saya se-random itu tengah malam. Alasan kenara saya tidak mau pakai mascara lagi karena remover khusus produk ini sangat mahal...ahahah well, tidak semahal mana sih, cuma saya malas membeli produk yang tidak multifungsi lagi.
Barang Random Just Because
Kategori ini cukup luas dan random, ya. Jadi intinya saya berusaha dan bertekad untuk tidak lagi membeli sesuatu yang hanya karena lagi diskon, lucu atau rasanya akan berguna suatu saat nanti.
Baca lagi, ternyata tidak begitu banyak barang yang berhasil saya singkirkan padahal saya ingin menyingkirkan penggunaan kapas sekali pakai, lho. Saya berencana menggunakan kapas kain reusable khusus, tapi saya masih ragu karena kulit saya jarang cocok dengan kain.
Habis cuci muka saja, saya biarkan hingga mengering sendiri ketimbang di lap dengan kain yang bikin kulit saya terasa pengap. Sebersih apapun itu kain handuk, anehnya kulit saya pasti ngambek dan jerawat akan nongol.
Barang dan produk apakah yang sekiranya ingin kamu singkirkan jika kamu ingin menjadi minimalis? Ayo, pembaca siluman budiman Ann Solo, komen dibawah, ya!
Sudah beberapa hari ini saya berpikir; apakah saya harus benar-benar menerapkan (extreme) minimalis? Secara, minimalist pertama yang saya ketahui ya junjungan para minimalist (semua) yakni Fumio Sasaki sendiri sangat extreme.
Dari bliyau, saya mengenal para extreme minimalist lainya seperti mbak Youheum dari Heal Your Living, Aki dari Samurai Matcha, hingga Lia dari ecofriend.lia. Masih banyak sih, penganut minimalis yang sama yang kadang tidak sengaja saya temukan di YouTube.
Tapi, 3 orang YouTuber ini yang paling nyangkut di otak saya, karena mereka sangat..eerrr…extreme sampai hanya mempunyai beberapa barang saja. Kalau pembaca (siluman) Ann Solo penasaran, yuk lah, lihat 3 orang yang cara hidupnya menuai pro dan kontra.
PENGALAMAN KELOLA KEUANGAN ALA MINIMALIST
Youheum Son - Heal Your Living
Mungkin yang paling membuat saya masih mengikuti akun ini dari tidak sengaja ketemu di 2019 lalu adalah karena mbak Youheum ini dulunya mantan shopaholic yang taubat dan insaf.
Youheum juga berbagi perjalanan hidupnya menjadi minimalis untuk membantu meringankan permasalahan kesehatan mentalnya. Tidak mudah sih ya, mengakui permasalahan mental kita kepada orang banyak, tapi dari channel ini saya mulai belajar mengenal diri saya sendiri dan segala kerumitan kesehatan mental saya sendiri.
Dengan durasi video yang rata-rata pendek, kalau kamu mampir di channel ini, kamu bisa melihat topik pembicaraan yang biasanya relevan dengan kehidupan harian serta juga perjuangan untuk menjalankan minimalist.
Aki - Samurai Matcha
Minimalist yang satu ini sebenarnya cukup baru karena kalau tidak salah, Aki mulai memposting kontennya sekitar tahun lalu. Tapi, apa yang membuat saya suka dengan saluran ini karena Aki penggemar matcha dan rajin bercerita tentang matcha. Sesuai nama akunnya juga kan, ya.
Anyway, akun ini juga akun soal hidup minimalist langsung dari Jepang tempat dimana cara hidup ini booming lagi setelah di reintroduce oleh mas Fumio. Apalagi, karena keterbatasan bahasa, jadi ini akun yang tidak hanya straight outta Japan, tapi juga berbahasa Inggris sehingga bisa dipahami secara universal.
Lia - ecofriend.lia
Jujur saya kaget karena ibuk minimalist satu ini adalah seorang emak dan punya keluarga tapi menerapkan extreme minimalist meski tidak diterapkan kepada anak dan pasangannya. Saya membayangkan, bagaimana 2 cara hidup berbeda co-exist dalam satu wadah yang sama?
Tapi ternyata banyak juga yang begitu, termasuk ibuk Lia ini. Sebagai YouTuber yang aktif dengan menerbitkan banyak konten di akun YouTube-nya, kalau saya sedang tidak mood dan perlu decluttering, saya pasti menonton video Lia untuk mendapatkan inspirasi untuk decluttering.
TIPS MEMILIH SKINCARE UNTUK SEORANG MINIMALIS
Pro & Kontra Extreme Minimalist = Tidak Sehat?
Well, apapun yang berlebihan pasti tidak sehat. Air yang biasanya bagus untuk tubuh bisa menjadi musibah kalau menjadi banjir. Jadi semua yang berlebihan sejatinya memang tidak bagus, sih.
Banyak yang beranggapan kalau cara hidup ini sangat tidak sehat bagi mental dan jiwa karena semuanya bisa berubah menjadi obsesi. Harus saya akui, para pelaku yang extreme ini mempunyai obsesi untuk mengkurator barang mereka sedemikian rupa sehingga kalau ada yang berlebih sedikit, bisa menyebabkan kecemasan.
Jadi seperti OCD, ya?
Belum lagi minimalist cenderung telah mempunyai color theme mereka masing- masing dimana semua hal bisa saja harus sesuai dengan skema warna tersebut. Saya sendiri sudah tidak lagi sanggup memakai pakaian warna mencolok, terang dengan motif yang ramai. Entah kenapa itu membuat saya anxious dan terasa bising padahal pakaian kan, tidak ada bunyinya.
Begitulah, saya sekarang lebih cenderung pada warna-warna pastel, kalem, hitam, putih, abu dan motif stripe saja. Baru- baru ini saya membeli 2 baju dengan motif bunga, tapi warna yang saya pilih juga kalem meski mempunyai motif.
Balik ke pilihan yang dibuat oleh extreme minimalist yang ternyata membuat orang lain merasa pilihan hidup ini sangat tidak sehat. Orang lain disini adalah orang yang tidak tahu minimalist atau memang minimalist jalur ‘normal’ (ih, padahal saya tidak tahu batas ‘normal’ itu gimana, tergantung masing- masing orang, deh, saya takut di rajam kalau salah omong).
Di mata orang lain, cara hidup ini seperti ‘gembel’ karena pelakunya akan memakai dan memanfaatkan suatu barang sampai buluk banget dan hancur. Pakai baju yang itu-itu saja sampai pudar dan bolong (?).
Selain itu extreme minimalist jadi borderline antara pelit dan berhemat.
Apa benar begitu?
Bisa jadi, karena itu yang dilihat secara umum. Pada dasarnya juga extreme minimalist hanya benar-benar mengambil apa yang mereka butuhkan, semua barang yang mereka pilih dimanfaatkan dengan baik jadi tidak masalah bagaimana barang tersebut. Katakanlah, mereke berhemat, cermat.
Mereka menganggarkan pengeluaran dan tujuan keuangan mereka dengan seksama menerapkannya tanpa keluar batas. Cuma nih, cuma, kadang bisa saja lepas kendali sampai untuk menyenangkan diri sendiri, mereka juga terlalu perhitungan. Hiks.
Tidak ada salahnya lho, sesekali makan enak dan tidak harus memikirkan budget makanan setiap harinya. Pergi menonton film di bioskop, beli produk perawatan tubuh yang membuat kulit jadi glowing. Tidak ada salahnya sesekali memanjakan diri sendiri yang sudah bekerja keras untuk bertahan hidup.
Kalau tidak untuk diri sendiri, untuk siapa lagi kita menabung dan berhemat selama ini? Karena itu, saya rasa, ada baiknya jangan terlalu ketat karena memang bisa menjadi obsesi tanpa disadari, walau ya, banyak juga kok, yang merasa happy dengan pilihan mereka menjadi extreme minimalist.
Tarik garis tengah; kembali lagi ke penganutnya, ya.
MEMULAI HIDUP MINIMALIS, APAKAH MASIH PERLU MENYIMPAN BARANG CADANGAN?
Kenapa Ann Solo Ingin Jadi Extreme Minimalist?
Pengen lho, dari dulu sampai saya coba juga rasanya saya masih terbebani kebendaan saya sendiri. Hiks.
Sekali lagi, jujur saya terinspirasi dari konten-konten 10 Things I No Longer Buy sejenisnya, karena rasanya kok ya, hidup masih santai tanpa membeli ini itu. Sayang seribu sayang, saya masih membeli ini itu, dalam jumlah kecil yang rasanya saya beli untuk kebutuhan saya, tapi entah kenapa saya merasa bersalah.
CURHAT HIDUP MINIMALIS DARI MINIMALIS YANG TIDAK AESTHETIC
Harusnya tidak begitu, ya?
Anyway, saya rasa saya tidak mungkin bisa mengadaptasi extreme minimalist secara total sesuai kebutuhan saya, tapi karena saya kemarin sempat traveling, lucunya saya bisa menerapkan cara ini ketika traveling saja.
Koper atau ransel saya biasanya penuh barang-barang yang saya pikir akan saya butuhkan ketika traveling, tapi kemarin dengan seleksi yang baik, saya merasa cukup. Nah, kapan cara itu bisa diterapkan setiap hari, ya?
Lagi nih, saya kan, seorang beauty blogger dimana saya juga harus melakukan review produk baik itu dari sponsor atau beli sendiri. Namun saya akui disini, saya merasa overwhelming mengikuti tren kecantikan sekarang yang selalu meluncurkan produk terbaru setiap tarikan nafas.
Letih dong, berbie.
Keuangan saya juga tidak sanggup mengikuti tren terbaru begitu juga jiwa saya yang sudah merasa lelah melihat barang yang tertumpuk.
Terus, sekali lagi apakah saya ingin menjadi extreme minimalist? Mungkin ya, tapi dengan takaran jumlah produk yang saya inginkan sendiri, biar kamar dan hidup terasa lega.