Instagram Twitter Facebook
  • Home
  • Beauty
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Traveling
  • Monologue

Ann Solo





Sejak pandemi ini, tidak hanya orang- orang panik membeli dan menumpuk hand sanitizer seperti di 2020 lalu, tapi juga yang paling penting membeli masker dan memakan suplemen kesehatan seperti vitamin. Pokoknya, sekarang dimana vitamin dan jenis suplemen pendukung kesehatan lainnya sedang ‘bersinar’.



Saya sendiri sebenarnya tidaklah terlalu antusias terhadap makanan dan vitamin tambahan ini, bahkan dulu sekali, ketika emak saya sedang aktif di MLM yang terkenal dengan produk suplemen kesehatannya dan memberikan saya bekal vitamin, saya malah tidak menghiraukannya.



Sungguh zaman ‘kegelapan’ saat itu, tidak hanya memahami pentingnya bantuan vitamin, saya juga tidak menghargai pemberian emak. Sekarang, di umur sebegini dan pandemi, saya jadi sedikit obsesi terhadap vitamin. Sejauh ini, saya sudah membeli beberapa vitamin dari brand yang berbeda, tapi Blackmores adalah vitamin pilihan saya karena sering diskon (hahay!) dan rasanya saya cocok dengan brand asal Australia ini.




Review Mencoba Beberapa Vitamin Blackmores Indonesia


Mungkin saya tidak terlalu mengekspolarsi varian vitamin dari Blackmores karena saya cenderung masih ingin mengkonsumsi vitamin yang umum dan hanya saya pahami saja. Tapi sebenarnya, jika (dompet) memungkinkan, saya ingin mencoba varian vitamin mereka yang lainnya seperti Radiance Marine Q10, Ginkgo Action, Lutein Vision (harusnya saya segera mencoba vitamin ini, tiap hari berada di depan layar laptop terus), Grape Seed, CoQ10 75mg, Glucosamine Sulfate 1500, intinya semuanya ingin saya coba.


Kecuali yang untuk ibu hamil dan menyusui, ya.


Karena so far saya melihat vitamin brand ini cukup terjangkau, sering diskon dan e-commerce tempat saya membelinya pun, punya paket pengantaran cepat (sejak PPKM, semuanya menjadi telat). Belum lagi saya juga merasakan manfaatnya (atau placebo effect) seperti PMS saya lebih kalem ketika saya mengkonsumsi varian Multi B Performance yang bentuk tabletnya segede bus kota itu.



Baca Juga : PERJALANAN MENJADI SEORANG MINIMALIST - BURNOUT DAN KELELAHAN MENTAL






Review Blackmores Multi B Performance Vitamin




Awalnya, sedapat mungkin saya mencari vitamin yang multi, semua ada, lengkap dalam 1 tablet saja dengan harga murah (oh, kriteria yang muluk). Dengan segala klaim dari varian ini, saya pun akhirnya membeli varian yang ditargetkan bagi mereka yang aktif (seperti saya) bekerja, pakai kemeja dan jas, menenteng tas dan berlari mengejar angkutan umum.


Jelas sekali saya tidak seaktif itu, saya hanya pekerja kantoran yang lebih sering WFH, kadang masuk kantor, lebih seringnya kerja di kamar. Anyway, ternyata varian ini cukup bagus, saya merasa badan lebih kuat (saya penderita maag akut dan darah rendah, jadi sering lemas apalagi kalau cuaca sangat panas) dan segar.


Entah ini benar atau tidak, bahkan beberapa kali, PMS saya yang parah juga tidak seperti biasanya. Tidak terlalu sakit (entahlah, ingatan saya agak kabur) dan meski biasanya sangat lemas, jadi serasa ada tambahan tenaga ekstra. Ya, namanya juga makan vitamin ya, pasti efek itulah yang ingin kita rasakan.


Hanya saja, vitamin ini sangat besar. Gembung lagi. Warna tabletnya coklat gelap kehitaman dengan bentuk oval petak dan gelembung atas bawah. Duh, sorry, saya kurang bisa menggambarkannya. Jadi karena saya punya Disfagia, semua obat harus saya hancurkan di wadah atau dengan gigi langsung termasuk vitamin ini. 




Review Vitamin Blackmores Multivitamins + Minerals





Karena saya merasa cocok dengan vitamin diatas, maka saya membeli varian ini karena saat itu sedang diskon dan rasanya hampir mirip. Saya pikir, begitu. Tapi walau klaim yang mereka berikan hampir sama, vitamin ini rasanya kurang nampol untuk saya. Bahkan saya tidak merasa segar atau apapun, flat saja begitu.


Sepertinya kalau untuk varian yang multivitamin, karena mungkin banyak kandungan dalam 1 tablet, maka bentukkan dari vitamin ini juga chunky tapi berwarna putih susu. Berhubung saya tidak mendapatkan efek yang menyenangkan dari varian ini, maka saya tidak lagi berniat repurchase setelah menghabiskan 1 botol. 






Review Blackmores Vitamin C 500





Seperti yang sudah saya sebutkan diatas, saya memiliki maag akut yang membuat saya harus ekstra hati- hati dalam mengkonsumsi yang asam-asam seperti jeruk dan vitamin c umumnya. Tapi kalau tidak salah vitamin ini aman bagi lambung, dan sampai saat ini rasanya maag saya tidak kumat ketika memakannya. 


Cuma, saya memang selalu membuat precaution, saya harus makan dulu sebelum minum dan makan yang beresiko asam atau pedas. Semua vitamin yang saya ambil hanya akan saya konsumsi selesai makan (bodoh amat, kalau ada petunjuk penggunaan sebelum makan). Kalau ditanya efeknya, alhamdulillah saya sudah jarang flu padahal saya sangat sensitif, pasti flu dan demam kalau sinus kumat.




Review Blackmores Vitamin Bio C 1000mg





Kenapa saya membeli dosis vitamin c yang tinggi, karena saya juga share vitamin dengan orang tua saya. Bapak saya meminta dosis yang lebih tinggi karena dia merasa kurang, saya pun akhirnya memberanikan diri membeli dosis tinggi ini. Supaya lebih hemat (asyik), saya hanya akan mengkonsumsi dosis tinggi ini jika kondisi tubuh stabil.


Sedangkan yang dosis rendah, akan saya konsumsi 2 kali sehari, pagi dan malam. Terlebih lagi jika merasa badan sudah meriang dan seakan demam, saya lebih memilih dosis rendah untuk diminum pagi sebelum beraktifitas dan malam ketika hendak tidur. Saya tidak yakin ini cara yang tepat bagi semua orang, tapi ini cara yang pas untuk keperluan kesehatan tubuh saya.




Review Blackmores Fish Oil 1000 Odorless





Padahal ini vitamin Blackmores yang pertama saya beli, tapi jadi yang least favorite  karena bentuknya kapsul soft gel yang didalamnya berisi cairan. Itu berarti masalah bagi saya yang tidak bisa menelan obat. Mana chunky lagi. Setelah di ‘pendam’ 3 bulan, akhirnya saya memotong soft gel tersebut dan ‘meminum’ minyak ikan di dalamnya.


Bukan main, dimana- mana minyak ikan memang berbau kuat. Saya menjadi mual dan agak jera. Padahal saya kepingin sekali konsumsi minyak ikan, tapi apa daya saya tidak punya tenaga untuk memotong kapsul ini dan pusing sesudahnya. Dalam umur saya, saya telah mengkonsumsi berbagai obat mulai dari rasanya yang ajaib sampai yang super pahit hingga yang sebesar bangunan 10 lantai. But this, I just can’t. Akhirnya emak saya yang menghabiskan vitamin ini dan sekarang saya sedang memesan 2 botol lagi untuk emak dan adek saya.




Review Blackmores Calcimag Multi





Terakhir adalah varian ini yang setelah saya pertimbangkan dari varian yang untuk tulang atau sendi lainnya, saya memilih varian ini karena saya memang membutuhkan bantuan vitamin untuk tulang karena saya juga punya anemia dan tekanan darah rendah. So low, sampai semua dokter kebingungan car detak nadi di tangan saya. So low, sampai saya punya panggilan vampire/dracula dulu dan tangan saya sering dingin.


Kayaknya, hampir semua vitamin tulang yang pernah saya makan, berbentuk tablet chunky. Termasuk varian ini, chunky dengan warna putih susu. Rasanya agak hambar asam sedikit. Kira-kira. Tapi entah kurang rajin memakannya, saya yang sedang sering sakit pinggang (bukan di kidney ya, karena saya peminum berat air putih) akibat umur dan kebanyakkan duduk, saya belum merasakan efek yang jelas dari vitamin ini.



Baca Juga : 5 KEGIATAN SERU SELAMA PSBB BEBAS BOSAN, SUNTUK DAN MATI GAYA




Manfaat Mengkonsumsi Vitamin 


Ini pasti sudah jelas ya, tentu saja untuk membantu menjaga kesehatan dan immune booster di tengah pandemi yang semakin gila ini. Tidak sebagai asupan utama karena bagaimanapun makanan adalah asupan utama kita, ditambah buah dan sayur. Vitamin dan suplemen yang sebagai peran pendukung yang bisa saja digunakan atau tidak meski sebaiknya dimakan supaya tubuh lebih fit.


Berdasarkan pengalaman pribadi saya, tidak semua vitamin mempunyai efek yang instan dan terlihat langsung, tentu perlu waktu untuk berputar di dalam perut, meresap dan bekerja. Itulah penjelasan mudahnya. Jadi bisa dikatakan, sebagai bantuan pelindung kesehatan, vitamin juga menjadi investasi kesehatan yang sama baiknya dengan mempunyai asuransi BPJS buat sobat miskin (seperti aku) dan asuransi Allianz (cuma tahu ini) buat para sultan.







Sebelumnya saya tidak pernah terpikirkan untuk membeli tablet. Sederhana karena saya bukan orang yang terlalu melek gadget dan hanya menggunakan smartphone plus laptop saja, rasanya sudah canggih banget. Sampai saya beralih menjalankan hidup minimalis..


Bukan menyalahkan hidup minimalis ya, lebih tepatnya karena saya sudah beralih dari membaca buku fisik (duh, rindu memegang dan menghirup tiap lembar kertasnya) ke e-book. Sebelumnya saya membaca e-book melalui layar HP lama (ukuran bervariasi tapi lebih kecil dari HP saat ini) yang sebenarnya sangatlah tidak menyenangkan.


Karena layar kecil, otomatis tulisan jadi kecil sehingga saya harus mengernyit atau zoom out layar agar bisa membaca. Jelas tidak nyaman, bikin saya bingung sudah baca apa saja tadi mengingat layar tidak bisa menampilkan tulisan dengan full sentence. Duh, belum lama saya punya tablet ini, saya sudah lelah saja membayangkan usaha saya membaca e-book di smartphone kemarin.



Seorang Minimalis dengan Timbunan Buku


2 warna Grey (foto) dan Silver



Sebagai seorang bibliophile yang 'kronis’, saya sudah membaca ratusan (kalau tidak ribuan?) buku, mulai dari beli sendiri, dapat sebagai hadiah atau pinjam di perpustakaan. Bahkan saya juga telah mengembangkan genre bacaan saya yang awalnya fiksi, sampai ke semua hal. 


Itu kenapa saya bilang ‘kronis’, karena saya suka membaca, apa saja saya baca asalkan saya bisa membaca yang membuat genre bacaan saya melebar. Bahkan tulisan di kemasan produk seperti shampoo, skincare, apa saja, deh, saya baca. Terutama saat ‘kumat’ ya, bahkan buku sekolah keponakan saja saya baca.


Dari situ koleksi buku saya bertambah, bahkan ketika saya pindah kembali ke kota saat ini, saya masih meninggalkan banyak buku di rumah teman-teman dan kerabat saya. Walau saya telah menjual atau berdonasi banyak buku sekalipun, saya masih mempunyai timbunan buku dimana-mana. Lama- lama tentunya ini menarik debu, apalagi beberapa buku memang sudah tidak dibaca lagi.


Hampir semua buku-buku yang saya punya saya baca minimumnya 2x (bahkan buku ‘berat’ sekalipun) atau buku yang membuat saya kehilangan ‘selera’ pun ada. Belum lagi saya sangat beruntung karena saya sering (kadang niat cari) menemukan diskon buku besar-besaran yang mana akhirnya saya bisa borong 10 - 20 buku. Kadang- kadang saya merasa tamak..


Tapi walau saya merasa seperti itu, rasanya hobi ini sangat worth it jika diingat kembali pada waktu saya berjuang dengan crippling anxiety dan social phobia dulu. Buku adalah sahabat terbaik saya, sayangnya saya sering kehabisan bahan bacaan yang untungnya saya menemukan e-book. Jadi, begitu saya dapat akses buku murah, saya akan borong sampai bokek.


Akumulasi ini membuat kamar saya yang kecil penuh buku sampai harus diletak di lantai dan atas kasur. Tumpukan ini membuat debu semakin tebal dan saya adalah penderita sinus. Perfect. Tidak peduli betapa saya rajin membersihkan debu- debu itu, karena kota ini panas dan juga cepat berdebu, effort saya rasanya sia-sia saja. 


Maka dari itu, jalan terbaik plus juga ingin membantu menaikkan minat baca Indonesia, saya akhirnya mendonasikan buku-buku tersebut. Mau buku langka, penuh perjuangan mencarinya, mahal, semuanya jadi sama dan harus segera disingkirkan karena saya sudah mulai sumpek juga stress setiap kali melihat buku-buku itu berselimut debu yang menghitam.


(BTW, salah satu buku yang tidak sanggup saya selesaikan membacanya adalah Lolita dari Vladimir Nabokov, YIKES! Just eeuurrghhh!)


Baca Juga  :      MEMULAI HIDUP MINIMALIS, APAKAH MASIH PERLU MENYIMPAN BARANG CADANGAN?


Membaca Minimalis di E-book dengan Samsung Tab





Jadi begini, sebelum saya membeli Samsung  Galaxy Tab A7 Lite LTE yang merupakan produk baru Samsung yang keluar Juni 2021 kemarin, saya ‘salah langkah’ dengan membeli Huawei MatPad T, yang harganya saat itu lagi diskon Rp 1.400.000 (atau Rp 1, 5 juta ya, lupa) dari harga normal sekitar Rp 1. 650.000. Murah kan, ya, bahkan mungkin bisa lebih murah lagi kalau diskon akhir tahun.


Tergiur murah ini dan si tablet terlihat lebih kecil bagai buku biasa, saya pun akhirnya memutuskan untuk membelinya. Sudah bayar ini, saya pun cari review di YouTube yang ternyata sukses bikin saya membatalkan pesanan. Untungnya masih bisa! Belum sampai 1 jam! Saya mau hidup tenang sebagai minimalis dan baca e-book dengan santai, saya tidak mau repot memikirkan Huawei sudah ‘cerai’ sama Google yang membuat repot pengguna amatiran seperti saya kalau saya ngotot pengen beli MatPad T ini.


Sudah sangat jelas saya tidak punya kesabaran ekstra harus mengulik trik cara menggunakan Google di Huawei, padahal niat saya cuma mau menyingkirkan buku konvensional dengan membaca e-book cantik di tablet. Tanpa niat stress memikirkan kalau hack yang saya ikuti tidak berhasil lalu Huawei MatPad ini jadi sia-sia. Sama halnya dengan uang saya, melayang, puuffff!


Walau memang Samsung Galaxy Tab A7 Lite LTE ini harganya jauh diatas Huawei, lebih tepatnya Rp 2.499.999 (harga resmi) yang saat launching Juni kemarin memberikan tambahan bonus yakni cover resmi tab dan 2 sim card perdana XL, tapi paling tidak uang yang saya bayarkan setimpal untuk rasa nyaman membaca dan kewarasan saya tidak terganggu.


Ya, walau tab ini tidak seperti iPad dan Samsung Tab series yang lebih advance, namun sebagai tab pertama saya, saya cukup senang. Paling tidak diatas Samsung Tab yang kelas 2 jutaan juga yang dulu sempat jadi pilihan saya jika saya akhirnya memutuskan untuk membeli tab.


Baca Juga  :    CARA MENGATASI RELAPSE DITENGAH BERJUANG MENJALANKAN HIDUP MINIMALIS



Spesifikasi Samsung Galaxy Tab A7 Lite LTE


Malu juga nih, kalau bicara spesifikasi gadget karena saya masih awam banget, banget, sama apa itu spesifikasi dari sebuah gadget. Paling banter, saya cuma manut- manut nonton review gadget di YouTube atau ada teman yang menjelaskannya. Tapi kalau di ambil dari situs https://www.gsmarena.com/ sendiri, isi dari Galaxy Tab A7 Lite LTE adalah :


Foto dari GSM Arena



Diambil dari www.gsmarena.com



Pengalaman pakai Samsung Galaxy Tab A7 Lite LTE saya sendiri, ya, bolehlah. Saat ditekan tombol on atau langsung tekan layar untuk menghidupkan tab, ada jeda. Sama ketika aplikasi di tekan, swipe, ada jeda yang cukup ketara. Beda dengan smartphone yang lebih cepat dan smooth.


Layarnya sendiri kadang sensitif sehingga saya bisa membuka apps atau laman e-book yang salah, atau ya, lambat bereaksi. Dengan RAM 3 GB dan ROM 32 GB, secara logika tab ini jangan dibebani dengan file, foto maupun aplikasi yang segambreng. Karena niat ‘mulia’ saya hanya ingin membaca e-book, browsing, main aplikasi D&D, catur, baca Al-Qur’an, dengar MP3 yang sesekali nonton Netflix, bagi saya tablet ini cukup. Kalau perlu nih, saya ingin tablet ini awet paling tidak 5 tahun dan bisa diajak traveling jika sudah bisa terbang nanti.


Hanya saja, tablet ini cukup berat, yang kalau menurut situs resminya Samsung https://www.samsung.com itu adalah 371 gram, tapi somehow bagi saya lebih berat dari itu. Ya, walau terasa kokoh dan layarnya lebih jernih, cover juga bisa ditekuk dengan magnetic, tapi karena saya baca dalam posisi vertikal alias tegak, jadi tangan kanan saya cukup pegal menyangganya lebih dari berapa menit.


Anyway, karena ini tablet Samsung yang budget untuk rakyat ‘jelata’ seperti saya (kamu), tentu saja jangan mengharapkan kualitas kamera canggih layaknya di smartphone ya. Cukup deh, kalau mau foto hal-hal yang tidak penting. Hahay!


Ahahaha ini Charlotte Dobre, orangnya lawak banget beud!



8.7 inch, belum 5 G dan tidak ada NFC, baterai 5100 mAh yang ternyata cukup boros apa mungkin karena saya membaca atau apa (padahal saya sering flight mode kalau lagi membaca), yang dengan kabel charge type C yang lagi, sayangnya kepala charger-nya tidak support fast charging, membuat saya harus menggunakan kepala charging HP Samsung saya. Etapi, kalau stand by, baterainya cukup awet, kok.


Masih ada lubang ear jack untuk headset, tapi saya sudah beralih ke bluetooth headphone, Samsung tab ini juga support pengguna buds mereka. Mungkin awalnya ditujukan untuk siswa yang masih harus belajar online (agak telat ya, bagusnya dikeluarkan tahun lalu),  Galaxy Tab A7 Lite LTE cukup memuaskan untuk saya yang memang menjadikannya gadget untuk membaca dan hiburan ringan yang cukup minimalis untuk saya pribadi.


Baca Juga  :     CURHAT HIDUP MINIMALIS DARI MINIMALIS YANG TIDAK AESTHETIC



Disclaimer : Isi artikel ini adalah pendapat pribadi saya dan tidak di endorse oleh pihak manapun (walau pengen di endorse Samsung, ya). 







Sudah lama ya, saya tidak menulis review yang berhubungan dengan skincare atau makeup. Mungkin saya sedang tidak mempunyai produk baru untuk dicoba atau saya syedang lelah? Entahlah, bisa keduanya. 


Terakhir kali saya berbagi review toner, bulan Maret kemarin. Sudah lama sekali dan kini saya ‘bangkit kembali’ dengan berbagi review 3 merek micellar water yang saya pakai belakangan ini. Ya, walaupun saya lebih sering WFH, tapi ada juga waktu saya harus ke kantor dan memakai makeup ringan. Biar tidak lusuh dan kelihatan segar, walau dibalik masker, dandan tetap harus.



Sebelumnya saya ‘berjanji’ mau menggunakan cleansing balm atau oil saja biar hemat limbah kapas, tapi saya seringnya tidak ada waktu begitu sampai dirumah. Bawaannya sudah lelah dan pengen cepat-cepat membersihkan makeup dan tidur, maka saya kembali lagi menggunakan micellar yang praktis ini. Berikut beberapa brand yang saya coba belakangan ini.




Pond’s Vitamin Micellar Water Brightening Rose 






Sedikit informasi, saya tidak berjodoh dengan banyak produk Pond’s, bahkan pembersihnya yang seperti toner itu pernah membuat kulit saya meranggas, kering, bruntusan parah banget. Tapi saya tidak kapok, saya mencoba facial wash, moisturizer sampai toner (essence?) Pond’s dan semua berakhir tidak menyenangkan.


Jadi entah kenapa saya memutuskan membeli micellar ini, kalau tidak salah untuk menggenapkan belanjaan saja. Harganya pun cukup murah, IDR 10.000 dengan isi 55 ml. Lumayan, mana sering diskon dan kemasannya mini cuma kurang aman dibawa traveling, rentan terbuka dan bocor. Sayang sekali memang, padahal pasti seru kalau tutupnya aman jadi bisa di bawa dalam makeup case.


Review pemakaian sendiri, cukup menyenangkan meski memang ada wangi mawarnya yang cukup kuat di hidung saya yang sinus ini, tapi begitu di apply, tidak terlalu mengganggu. Daya angkat dan bersihnya juga cukup mumpuni. Saya sendiri kaget karena baru kali ini saya cocok dengan Pond’s dan akan mempertimbangkan untuk membeli size besarnya.




Baca Juga  :    REVIEW CLEANSING OIL ELIZAVECCA, BIORE DAN HUANGJISOO




Emina Skin Buddy Micellar Water






Dari dulu penasaran pengen coba skincare Emina, baru kali ini saya berkesempatan mencobanya padahal saya sudah pakai creamatte dan loose powder brand remaja ini. 


Skin Buddy ini juga masih mempunyai wangi meski samar dan tidak terlalu menohok dengan daya bersih yang sama seperti Garnier kesukaan saya dan umat lainnya. Tapi ingat ya, tidak semua micellar dirancang untuk menghapus mascara waterproof tidak terkecuali micellar Emina ini. Dibanderol dengan harga IDR 25.000 untuk isi 100ml dan sering diskon, micellar ini patut dicoba meski lagi- lagi, kurang cocok untuk dibawa di dalam tas makeup.



Baca Juga : REVIEW HAYEJIN RICEFILA™ OIL TONER & TENZERO CICA BUBBLE TONER





Safi Micellar Water Rose






Setelah maju mundur coba apa tidak, saya akhirnya memutuskan mencoba Safi Indonesia pertama saya. Apakah saya telat mengikuti hype Safi? Ya begitulah, saya membelinya pun karena saya memang butuh micellar pengganti dan iseng mencoba mereka lain sekalian bisa dijadikan bahan review. Begitu.


Meski memang wangi mawar semerbak, tapi untungnya saya tidak sampai bersin dan semaput. Daya bersihnya juga bagus, somehow wanginya pun memudar meninggalkan kesan relaksasi pas untuk harga Rp 28.000 dan isi 100 ml ini.



Baca Juga : REVIEW PIXY STAY LAST SERUM FOUNDATION






Kesimpulan?


Bagi saya, 3 merek micellar yang berbeda ini hampir serupa, bahkan kalau saya menutup mata saya tidak bisa membedakan mana Safi dan mana Pond’s. Tiga micellar ini juga tidak meninggalkan sensasi greasy lengket dan kulit terasa lembab. 


Baik Safi, Emina dan Pond’s bisa menjadi pilihan yang menarik terlebih lagi jika kamu suka gonta-ganti micellar, tidak ada salahnya berpetualang sampai kamu menemukan micellar belahan jiwamu.





Sudah akhir bulan Juni 2021, perjalanan saya menjadi seorang minimalis masih sangat panjang dan berliku-liku. Ya, namanya juga hidup, apalagi menjadi minimalis sering dikatakan ‘melawan’ cara hidup ‘normal’ yang bisa diketahui masyarakat. Siapa sih, yang hidup dengan seadanya (tapi duit di rekening banyak), mempunyai sedikit barang (tapi aesthetic?) dan memakai pakaian yang itu-itu saja.


Soal pakaian, saya mengalami kendala karena pakaian yang tadinya banyak menggunung, sekarang jadi sedikit dan rata-rata berpusat pada warna dasar. Sama ketika saya mempunyai banyak pakaian, saya punya masalah dalam memilih pakaian mana yang ingin saya pakai saat mau keluar rumah. Eh ternyata, saya juga masih mempunyai masalah setelah decluttering.


Cuma masalah pakaian kali ini adalah, saya cepat bosan kalau pakai baju yang itu-itu saja. Padahal juga waktu punya selemari pakaian, saya juga pakai baju yang itu-itu saja. Hei, ini masalahnya apa, sih? Kenapa saya begini?




Mengetahui dan Memahami Diri Sendiri Sebelum Menjadi Minimalis





Ini adalah pertanyaan mudah, masa sih, kita tidak mengetahui diri kita sendiri? Lha, buktinya kita tahu kalau kita suka barang branded dan membelinya. Kita tahu kita menyukai makanan pedas, alergi kayu manis (itu saya), suka warna hijau/biru/kuning/merah/pink, suka sekali tidur siang. Intinya, kita selalu yakin kalau kita mengetahui serta juga memahami diri kita sendiri baik itu kita maunya apa atau bencinya apa.


Tapi ternyata kita lebih seringnya tidak memahami diri kita juga. Semudah kita menyukai barang branded tetapi sebenarnya diri kita tidak membutuhkan apa-apa manfaat dari barang tersebut. Jadi sebenarnya kita mengikuti rasa, perasaan atau gengsi kita ketimbang maunya diri kita yang sesungguhnya. 


Jadi, sebelum kita merubah cara dan pola hidup kita menjadi minimalis yang, lekat dengan penerimaan serta pemahaman diri, hidup sekedarnya dan bersyukur dengan apa yang kita punya (buka berarti pasrah dan nrimo saja, ya), kita harus benar-benar melihat ke dalam diri kita (saya terdengar sebagai seorang penulis buku self-help). Ini bukan jalan hidup yang mudah, tapi sangat-sangat mustahil dilakukan ketimbang ngutang beli tas LV. 


Bahkan hidup minimalis ini sudah ada dari zaman batu, yang mana orang-orang disaat itu hanya mengambil apa yang mereka perlukan saja tanpa merasa harus ada gengsi atau kebanggan memiliki banyak benda. 


Karenanya, jika begitu kita memutuskan untuk menjadi minimalis, kita telah benar-benar paham apa yang hendak kita kerjakan dan jalankan. Bukan karena ikut-ikutan tren dan sekedar penasaran lalu decluttering massal yang akhirnya menyesal. Mau pakai apa hari ini? Bosan pakai ini terus. Ya, bosan adalah salah satu kata kuncinya, nanti ditengah jalan kita bosan, bosan terus, shopping.


Masa ini yang disebut relapse. Padahal kita tahu kita sudah paham benar kalau kita memang sudah mulai progress kita menjadi minimalis, tetapi ternyata barang seadanya tidak cukup dan membosankan. Kita kembali ke hobi kita, hobi people zaman now; shopping.


Baca Juga  :      MEMULAI HIDUP MINIMALIS, APAKAH MASIH PERLU MENYIMPAN BARANG CADANGAN?



Memahami Masa Relapse Ditengah Proses Hidup Minimalis





Apakah saya berlebihan kalau mengatakan waktu dimana kita bosan dan lagi jenuh itu adalah masa relapse? Saya juga tidak tahu istilah lainnya di dalam kosakata minimalis untuk menggambarkan masa-masa seperti ini. Kalau diambil dari penjelasan, relapse berarti :



A relapse is defined as the worsening of a clinical condition that had previously improved. In addiction treatment, relapse is the resumption of substance use after an attempt to stop or period of abstinence. For example, someone who returns to drug use after months in rehab would be experiencing a relapse.


Pengertian ini saya ambil dari turnbdridge.com, sebuah website yang mempunyai program dalam membantu pecandu dan kesehatan mental, jadi rasanya cukup valid jika saya mengambil penjelasan mengenai relapse dari mereka.


Lalu kalau di cari di Google juga, relapse mencakup cukup besar termasuk kesehatan mental, yang mana rasanya hobi kita mengumpulkan barang dan excessive shopping yang mengarahkan kita menjadi hoarder adalah salah satu masalah mental. Bahkan saya sampai hobi nonton mengenai dokumentari mengenai hoarder di YouTube. Antara kaget dan cemas, tapi kebanyakan dari mereka (selama penayangan) akhirnya sadar kembali.


Anyway, rasanya sudah pas kalau relapse kita pakai untuk menggambarkan ‘jatuhnya’ semangat kita ditengah-tengah proses kita menjadi seorang minimalis yang baik menurut kepercayaan kita masing-masing. Contohnya saya percaya kalau minimalis itu didukung oleh kualitas pakaian yang bagus yang bisa saya pakai 3 tahun tanpa pudar. Ini contoh untuk saya, lho ya.


Mungkin beda lagi bagi pembaca, ikut selera dan penyesuaian saja. Tapi entah saya ogah rugi atau medit, kalau bisa pakaian saya tahan lama. Anehnya, saya masih punya pakaian dari saya masih kuliah dulu, masih aman cuma kok jadi pendek, ternyata saya masih bertumbuh (sampai kemarin).


Baca Juga (inside joke)  :  CURHAT HIDUP MINIMALIS DARI MINIMALIS YANG TIDAK AESTHETIC


Balik ke relapse, ini terjadi karena saya mulai merasa jenuh dan burnout lagi (dari banyak pengaruh dan faktor). Seperti biasa juga, saya adalah people zaman now yang hobi window shopping di e-commerce. Ya karena sekarang tidak aman belanja keluar, maka saya biasa membeli stock vitamin secara online selain juga murah.


Berawal dari vitamin, saya pun membeli hal-hal lain di e-commerce. Ini bukan penyangkalan diri, tapi saya biasa membeli sesuatu karena saya butuh saja. Well. sesekali terjebak hal konyol entah itu lagi diskon atau lucu. Tapi saya sudah melewati phase ‘beli karena lucu’. Saya beli karena diskon besar-besaran dan barangnya susah didapat.  Ini baru pembenaran diri yang tidak benar sama sekali.


Dari vitamin, saya melihat-lihat pakaian yang kiranya simple dan tidak ribet yang sesuai dengan style minimalis saya, saya akhirnya membeli pakaian yang sesuai dengan cara saya berhijab. Etapi ya, kenapa saya membeli pakaian lagi, karena saya sudah decluttering banyak pakaian yang tidak lagi sesuai dengan selera saya dan tidak lagi praktis dalam keseharian saya.


Meski harusnya belanja kali ini harusnya guilty free, saya masih tetap merasa bersalah. Tapi kalau tidak dibeli, saya mau pakai apa kalau ke kantor? Saya bukan extreme minimalist yang punya 5 lembar pakaian saja (contoh lho, ini, jangan marah), saya bahkan tidak ada waktu untuk mencuci pakaian setiap harinya (lagian boros sekali cuci tiap sebentar, bukannya minimalis harusnya juga aware dengan limbah).


Dari cari pakaian, saya berlanjut beli barang-barang pendukung terutama untuk dipakai di kantor. Sekali lagi, ini adalah pembelian rasional yang seharusnya sudah waktunya saya membeli produk tersebut, tapi kok ya, rasanya bersalah banget, ya? Tapi kalau tidak dibeli, saya selalu pulang dengan migrain dan meriang, literally selama bekerja. 


Penasaran saya beli barang apa? Selimut kepala. Iya, karena saya kerja pas dibawah AC, saban hari saya sakit kepala karena kedinginan. Malah harusnya saya beli selimut dari tahun lalu, tapi saya malah menyangkal tidak butuh, padahal sampai rumah, saya harus makan obat buat meredakan sakit kepala ini. Maunya gagah dan menguatkan mental, eh ujung-ujungnya saya lebih banyak mengkonsumsi obat. 


Kemudian ‘relapse’ saya cukup ‘spiraling out of control’ dengan membeli barang-barang yang saya ‘pikir’ saya butuhkan, just because sangat murah dan lagi diskon besar. Eeeiiiii.. I hate myself for this.


Tidak usah disebutkan saya beli barang apa, intinya saya membeli karena butuh dan tidak butuh, tetap membuat saya merasa bersalah. Bahkan sekedar beli es krim saja saya merasa bersalah. Antara wajar dan tidak, wajar karena saya butuh penghiburan dari es krim setelah melewati hari yang panjang dan tidak karena saya harus diet gula.






Selalu ada pro dan kontra jika menyangkut shopping dalam hidup seorang minimalis. Seharusnya ini adalah hal yang wajar, sama seperti relapse dimaksudkan untuk pecandu dan masalah mental, kita sudah lama terbelenggu oleh 1 cara hidup. Lalu kita merangkak keluar dari situ, dengan perjuangan yang tidak mudah, sweat and tears, berdarah-darah, kehilangan keluarga, teman, menyia-nyiakan waktu, masa muda, you name it, kita telah berkorban banyak karena adiksi kita.


Begitu kita sadar kalau adiksi kita salah, kita juga melakukan pengorbanan yang sama persis untuk bisa keluar dari cengkraman adiksi tersebut. Progress dan proses tercipta dari titik kesadaran (hidayah) tadi, yang mana kita tidak akan serta-merta, instant gitu, langsung jadi sembuh/sehat/kuat/menjadi minimalis.


Eeeiii! 


No, Fergusso, no! Akan ada proses, maka akan ada juga relapse.


Mungkin bisa saya tekankan, bahwa relapse ini adalah hal yang wajar dan manusiawi, kita tidak bisa lepas dari suatu belenggu dan langsung bersinar ketika rantai itu hancur. Sama seperti anggota boyband/girlbadn Korea, untuk sampai menjadi idol sekarang, mereka harus jadi trainee dulu dan melewati masa-masa down, ingin cabut saja dan jadi pekerja kantoran. 


But no, mereka tetap jalan karena mereka tahu begitu debut, ada banyak peluang terbuka untuk mereka. Dengan tekad yang up & down layaknya manusia lainnya, mereka tetap latihan joged dan nyanyi, lalu pulang ke kamar menangis meraung-raung pengen pulang kerumah. Selang berapa waktu, they bounced back stronger dan kembali fokus; debut menjadi idol.


Kira-kira begitulah analogi saya yang lowkey K-pop-er. Relapse adalah hal yang sangat, sangat manusiawi dan tidak ada yang boleh menghakiminya. Kita keluar dari adiksi dengan perjuangan kita sendiri (orang lain mah, paling cuma membantu seperlunya saja) karena kalau tidak ada tekad di diri kita, semua tidak akan jalan begitu juga menjadi seorang minimalis (duh, curhat banget ya, saya).


Baca Juga  :    SLOW FASHION DALAM KONSEP HIDUP MINIMALIS



Tips Masuk Akal Menghadapi Relapse Untuk Seorang Minimalis





Disclaimer lagi ya, ini adalah tips saya praktekkan sendiri dari trial and error, makanya saya kasih sub judul masuk akal karena kalau ghoib, saya tidak bisa melihatnya sesuai apa tidak untuk dilakukan. 


Setelah saya memahami kalau saya cepat bosan, saya tidak suka ini-itu, sukanya makan yang manis-manis, dan relapses on & off, saya jadi lumayan (masih progress lho) memahami dan memaafkan diri saya. Buat yang pertama kali baca blog saya, saya juga penderita anxiety, panic disorder dan depresi. Ini adalah pertempuran hidup dan cobaan dari Tuhan untuk saya di dunia ini dan beralih menjadi seorang minimalis, membuat pertempuran saya sedikit lebih kalem. Bukan berarti bisa menyembuhkan 100% ya, tidak.


Hanya saja, menjadi minimalis membuat anxiety akan keperluan dan haus kebendaan saya lebih baik, membuat saya bisa melihat dari sudut pandang yang lain. Saya tidak perlu lagi menjadi cemas untuk tampil lebih kece atau barang saya kelihatan lusuh dan ndak gaya. Bodo amat. Justru saya sekarang memahami, sebaiknya saya membeli barang karena butuh dan kualitasnya plus harganya sesuai dengan kantong saya.


Berikut tips masuk akal saya untuk memahami relapse dan mengatasinya, semoga sesuai untuk dicoba :


  • Cari tahu kenapa kamu tiba-tiba relapse, apa faktornya, penyebab, oknum, apa pun itu, bisa kamu tulis jika perlu untuk melihat gambaran lebih lengkapnya.

  • Apakah kamu juga dulunya hobi shopping? Apakah dengan shopping rasa bete, amarah, putus asa, muak, burnout akan tertolong? (ya, mungkin kalau beli es krim mood jadi baik, seperti kebiasaan saya).

  • Belilah sesuatu jika itu bisa membantu jiwa kamu sedikit tenang, tapi ingat kembali alasan pertama kamu jadi minimalis dan terpenting jujur pada kemampuan ekonomi kamu (ya kali, jangan beli Gucci cuma bete karena hal syepele).

  • Kamu berhak menggunakan uang yang susah payah kamu hasilkan untuk kesenanganmu. Kerja-kerja-kerja-tipus. Lalu duit yang dikumpulkan, dipakai untuk berobat. Point? Ya, tidak ada. Pakailah sedikit uang hasil jerih payahmu untuk membuat kamu bahagia sesekali. Sekali lagi, jangan beli hal konyol karena cuma karena..eh tapi kalau kamu happy karena hal konyol tersebut, siapa saya berhak menghakimi kamu?

  • Bahagia juga tidak harus mengalamatkannya kepada diri sendiri kok, kamu bisa beli vitamin mahal dan bagus untuk orang tuamu (ini ide bernas dari saya), membelikan mereka makanan enak sekali sebulan, kasih makan kucing dan anjing terlantar, belikan ponakan Beng-Beng, sedekah di masjid/gereja/vihara/kuil. Intinya, kamu sangat bisa bahagia meski sedang relapse lalu shopping alias pengen mengeluarkan uang biar lega, tapi bisa diberikan untuk orang lain (toh, intinya pen belanja aje dah, biar hepi!).



Baca Juga  :    CARA SIMPLE MEMAHAMI DAN MENJALANI KONSEP HIDUP MINIMALIS








Kalau dipikir ya, relapse buat minimalis itu adalah ketika kita kembali membeli dan menimbun barang yang tidak perlu. Kembali pada saya sebagai contoh disini, saya ‘sakaw’ banget pengen shopping dan mikir; mau shopping juga, pengen ngeluarin duit dan dapat barang juga, bagusnya kemana ya, beli dan untuk siapa ya, karena sesungguhnya saya tidak butuh apa-apa.


Jalan tengahnya, untuk tetap menyalurkan hasrat shopping dan lelah melawannya berminggu-minggu yang malah buat mood saya turun dan depresi (shopping ga boleh, traveling tidak memungkinkan, bosan nonton Netflix tidak ada hiburan tapi burnout), saya akhirnya belanja juga. Beli makanan, beli smartwatch karena saya seharusnya jangan denial karena saya memang tidak punya jam selama 2 tahun ini, dll. 


Bisa dibilang, saya akhirnya menyerah pada relapse saya setelah berhasil melewati tantangan no buy beberapa waktu. Ini adalah waktu dimana saya diuji sebagai minimalis, apakah saya melawannya dan menyelamatkan rekening saya, atau saya sedikit shopping buat menyenangkan diri dan orang lain. Saya pilih opsi kedua. Saya ingin menikmati sedikit hasil kerja keras saya setelah 2 tahun pandemi ini saya tidak mendapatkan hiburan apa-apa dan kelelahan mental.


Sungguh tidak apa-apa, sesekali kita give in (tapi tolong rasional, ya). Menjadi minimalis bukan berarti kita harus obsesi tetap mempertahankan apa yang kita punya sebegitu saja, menabung gila-gilaan, menjadi perhitungan terhadap segala hal termasuk kewarasan kita.


Wajib bagi manusia untuk menikmati kesenangan dan itu bisa bermacam-macam termasuk salah satunya belanja alias shopping. Juga sama dalam segala hal, ada 2 sisi mata uang, shopping bisa berakibat buruk tapi juga positif. Oleh karenanya, kembali lagi ke tips yang saya sebutkan diatas, ketahui kenapa kamu relapse pengen shopping untuk menarik jalan keluar yang logis demi mengatasi relapse yang kamu alami tersebut.


Kalau ditanya bagaimana relapse saya kemarin? Sudah tidak lagi, saya sedikit lega setelah makan donat, minum matcha dan olahraga pakai smartwatch. Hahay! Ternyata relapse saya ada juga manfaatnya.


Kamu pernah merasa dan berada di fase ini? Apakah kamu cukup jujur pada diri sendiri dalam proses menjadi minimalis? Saya penasaran bagaimana pengalaman pembaca Ann Solo yang sama-sama berjuang dalam jalan hidup minimalis ini, yuk, share curhat kamu di kolom komentar dibawah.



Newer Posts
Older Posts

Ann Solo

Ann Solo
Strike a pose!

Find Ann Here!

Ann Solo Who?!

Ann Solo adalah nama pena Ananda Nazief, seorang lifsestyle blogger yang terinspirasi oleh orang- orang sekitar, perjalanan, kisah- kisah, pop culture dan issue semasa.

Prestasi:

Pemenang Terbaik 2 Flash Blogging Riau : Menuju Indonesia,
Kominfo (Direktorat Kemitraan Komunikasi) - Maret 2018.

Pemenang 2 Flash Writing For Gaza (Save Gaza-Palestine),
FLP Wilayah Riau - April 2018.

Pemenang 3 Lomba Blog Lestari Hutan, Yayasan Doktor Syahrir Indonesia - Agustus 2019.

Pemenang Harapan 1 Lomba Blog, HokBen Pekanbaru - Februari 2020.

Contact: annsolo800@gmail.com

  • Home
  • Beauty
  • Traveling
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Books & Stories
  • Our Guest
  • Monologue
  • Eateries

Labels

#minimalism Beauty Books & Stories Eateries Entertainment & Arts Film Gaming monologue Our Guest parfum Review Review Parfume sponsored Techie thoughts traveling What's News

Let's Read Them Blogs

  • Buku, Jalan dan Nonton

Recent Posts

Followers

Viewers

Arsip Blog

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Asyik, Perang Tarif, Mari Kita Beli Barang KW
  • ►  2024 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2023 (45)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (11)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2021 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2020 (34)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2019 (34)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (56)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (14)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (5)

Find Them Here

Translate

Sociolla - SBN

Sociolla - SBN
50K off with voucher SBN043A7E

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Blogger Perempuan

Beauty Blogger Pekanbaru

Beauty Blogger Pekanbaru

Popular Posts

  • Review Axis-Y Toner dan Ampoule - Skincare Baru Asal Korea
    Sejak beberapa tahun kebelakangan ini kita telah diserbu oleh tidak hanya produk Korea baik itu skincare dan makeup, tetapi juga ...
  • Review Loreal Infallible Pro Matte Foundation
    Kalau dulu saya hanya tahu dan penggemar berat Loreal True Match Foundation sejak zaman kuliah, ternyata Loreal juga mengelua...
  • 2019 Flight Of Mind
    Cheers! Time flies indeed, terlebih lagi di zaman sekarang ini dan saya yang sudah mulai lupa sehingga semua terasa cepat. 2019...
  • Kampanye No Straw Dari KFC
    Kampanye No Straw Movement. Kemarin saya dan seorang teman berjanji untuk bertemu di KFC terdekat dan sambil menunggunya datang, saya ...
  • (Pertandingan Terakhir Liliyana Natsir Sebelum Pensiun) Dukung Bersama Asian Games 2018
    Hari ini berita yang cukup mengecewakan muncul di TV ketika saya dan Tante sedang makan siang dirumah: Liliyana Natsir akan menggantung...
  • Review Lip Balm 3 Merek - Nivea, Himalaya Herbals dan L'Occitane
    Dulu sekali, sebelum kenal dengan lipstick seakrab sekarang, saya dan   lip balm adalah pasangan yang kompak. Tidak hanya mengatasi ...
  • Review Sunblock Biore & Senka
    Oh my! Sekali lagi saya merasa bersalah 'menelantarkan' blog ini karena akhir bulan lalu saya mempunyai pekerjaan baru ya...
  • Review - Sakura Collagen Moisturizer
    Pertama-tama, saya hanya mau menginformasikan bahwa ini adalah artikel review yang sebenarnya sudah lumayan telat terlupakan oleh kek...
  • Review AXIS-Y Cera-Heart My Type Duo Cream
    Sudah lam aterakhir kali saya memakai cream moisturizer tipe konvensional, alasan utamanya adalah kondisi iklim di kota saya...
  • Review Lipstick Maybelline Superstay Ink Crayon
    2020 dimulai dengan racun lipstick terbaru dari Maybelline yang datang dengan Super Stay Ink Crayon yang sebenarnya sudah saya nant...

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates