Writing Challenge - Surat Untuk Diri Sendiri Untuk Tetap Minimalis Selamanya

by - Maret 08, 2021




Akhirnya kita sampai ke writing challenge pribadi saya yang ketiga; menulis surat untuk diri sendiri. Oh well, ada banyak yang ingin saya tulis tapi sedikit sekali yang bisa saya bagikan disini. Tapi saya tetap ingin berbagi mengenai minimalist yang harusnya sudah saya lakukan dari dulu. 


Tapi ada daya, penyesalan selalu datang belakangan, kalau didepan, namanya pendaftaran. Right, lame memang lelucon ini.


Salah satu hal yang ingin saya tuliskan kala disuruh menulis surat untuk diri sendiri, baik pada diri saya yang dulu atau diri saya di masa depan adalah;  KAMU TIDAK PERLU BANYAK BARANG UNTUK MERASA UTUH & HIDUP MINIMALIST ADALAH CARA HIDUP TERBAIK JADI ABAIKAN SAJA PERKATAAN JULID ORANG LAIN.


Capslock semua, biar memberi efek warning karena saya sendiri sering lupa hal ini. 


Jadi saya lumayan menyesal (begitu banyak penyesalan dalam hidup ini, ya) kenapa tidak benar- benar memulai hidup minimalist padahal saya menemukan Fumio Sasaki di tahun 2017. Setelah melihat interview beliau di YouTube, saya ingat dalam hati memang ingin mencoba cara hidup seperti itu tapi saya masih terbelenggu pada rasa taman dak validasi kosong yang sebenarnya saya sendiri tidak peduli.


Saya datang dari keluarga yang sederhana dan banyak dari hal- hal yang saya inginkan sejak kecil tidak pernah tercapai sampai suatu saat ketika saya sudah besar. Bisa dikatakan cukup struggling karena disaat anak sebaya saya beli ini-itu, kesana-kemari, saya hanya bisa melihat saja. Ini menumpuk rasa ingin memiliki barang tersebut semakin saya membesar walau saya sendiri lupa saya pernah menginginkan apa saja ketika saya kecil.


Baca Juga :   PERJALANAN MENJADI SEORANG MINIMALIST - BURNOUT DAN KELELAHAN MENTAL


Mengakui Rasa Tamak dan Selalu Merasa Kekurangan


Satu hal pasti yang selalu saya inginkan dari kecil adalah buku. Zaman itu, selain susah mendapatkan buku- buku luar, bisa membaca dan meminjam buku di perpustakaan sekolah atau kota saja rasanya sudah hebat. Rasa selalu haus akan bacaan yang berkualitas, membuat saya selalu haus akan buku apalagi kalau buku- buku tersebut terkenal, terbaik, dan hebat, saya pasti susah tidur karena saya ingin segera membaca buku tersebut.


Kemudian pakaian. Dari kecil hingga kuliah kemarin, saya baru sadar kalau saya hanya mempunyai sedikit pakaian. Bahkan kocaknya, lemari pakaian saya dulu kecil dibandingkan dengan lemari pakaian housemate saya. Jadinya saya hanya akan memakai pakaian yang sama berulang kali atau meminjam pakaian teman serumah saya. Anehnya, saat itu saya merasa baik- baik saja, padahal baju yang saya pakai tidak banyak variasi.


Lalu produk skincare dan makeup. Jauh sebelum saya menjadi beauty blogger dan produk kecantikan semudah dan banyak variasi sertha harga yang affordable, bagi saya produk- produk ini seperti hal yang mahal dan susah didapatkan. Begitu saya mendapatkannya, eh, saya malah berhemat terkadang sampai lupa dipakai dan berakhir dengan kadaluarsa.


Berikutnya adalah barang- barang yang sebenarnya tidak penting seperti keramik kecil, aksesori yang berkualitas rendah (meski bermerek dan berharga mahal), koleksi yang menguras uang tapi sebenarnya tidak memberikan saya manfaat apa- apa hingga sampah sarap yang tidak jelas juntrungannya. Semuanya pernah saya simpan bahkan mungkin sampai saat ini masih tersisa beberapa.


Sebenarnya untuk apa ini semua?


Junk dan barang- barang ini adalah hasil keinginan yang pernah saya pendam sebelum saya berhasil mendapatkannya seperti saat itu dan sekarang. Itu adalah manifestasi dari rasa kekurangan yang terakumulasi menjadi rasa tamak. Kalau pembaca bisa jujur, pasti pernah merasakan dan mengalami pengalaman hidup yang seperti ini. Kalau ya, please berbagi komen dibawah, ya.


Baca Juga  :   WRITING CHALLENGE 2021 - TIPS MENEMUKAN STYLE BERPAKAIAN MINIMALIST BAGI HIJABER



Mengatasi Rasa Tamak dan Selalu Kekurangan


Hidup adalah trial & error begitu juga cara mengatasi masalah ini disepanjang hidup saya terlebih lagi begitu mata saya terbuka akan konsep hidup minimalist. Saya berjalan, merangkak, berlari, tersungkur, merangkak lagi, berjalan pelan. Semua itu saya tetap lakukan karena saya merasa yang harus mempunyai komitmen yang tidak boleh merepotkan (ehehe) tapi secara logika adalah benar.


Beransur- ansur, saya membuang hal- hal yang menghambat dan merantai kaki saya (hanya Tuhan yang tahu betapa bencinya saya merasa terkukung). Mulai dari menyingkirkan pakaian, sepatu, skincare & makeup, buku-buku, barang tidak jelas, barang sentimentil, semuanya sudah mulai saya singkirkan.


Cukup banyak barang yang telah saya singkirkan, itu membuat saya bisa bernafas dengan lega dan mental saya terasa lebih ringan. Anxiety saya sedikit berkurang karena saya tidak lagi harus merasa dan berkewajiban jadi sempurna (entah apa juga kebutuhan untuk menjadi sempurna ini, kan, ya). Saya bisa menerima banyak hal, memang tidak akan pernah saya raih karena saya sesungguhnya tidak membutuhkan hal- hal tersebut.


In fact, sekarang saya jadi benci melihat barang bertumpuk, tidak jelas apa gunanya dan hanya menunggu selimut debu. Bisa dibilang saya malah marah menyalahkan diri sendiri; KENAPA BELI BARANG YANG TIDAK BERGUNA DAN MENGHABISKAN DUIT YANG DIDAPATKAN DENGAN SUSAH PAYAH, HAI ANN SOLO!


Menyesal memang, karena mendapatkan duit dengan halal itu susah, wahai Ann Solo. Kenapa dihabiskan dengan membeli barang- barang yang tidak berguna sama sekali bahkan?! Saya jadi sedih kalau mengingat hal itu, tapi itu adalah pelajaran yang sangat- sangat berharga sehingga saya, kalau masih waras, bisa memetik pesan moral dari kelakuan saya sendiri. Kalau tidak, sungguh malang sekali, ya.


Manusia manapun pasti punya rasa tidak puas, selalu saja ada yang kurang dan itu tidak terelakkan kadang- kadang. Tapi rasa seperti ini bisa diperlambat atau dikurangi meski memang susah untuk dihentikan sama sekali. Caranya adalah reason with yourself, kenapa kamu menginginkan sesuatu, apakah itu kebutuhan penting atau hanya sekedang ingin saja?


Prinsip dasar minimalist adalah membagi hal- hal berdasarkan kebutuhan, keinginan atau hanya pelampiasan semata? Triknya adalah mencari tahu lebih dalam di diri kamu, bertanya dan menimbang sesuatu tersebut, diperlukan atau tidak. Sebagai orang yang suka ngomong dengan diri sendiri, saya sering mengalami perdebatan alot dalam batin kalau saya tergiur menginginkan sesuatu.


Baca Juga  :   #MINIMALISM MENENTANG ARUS & PERTOLONGAN PERTAMA 



Melihat Hidup Dari Segala Sisi


Begitu saya kelar melihat dari semua sisi, saya seringnya mendapati diri saya ketawa ngakak karena saya merasa konyol lagi tolol. Contoh sehari- hari adalah saya suka sekali break diantara pekerjaan kantor saya dengan iseng- iseng browsing di e-commerce. Seringnya juga saya tertarik dengan barang- barang yang aneh atau tidak penting hanya karena barang tersebut sedang diskon.


Siapa yang sering merasa seperti ini? Ayo, komen dibawah, ya.


Khusus perempuan, seringnya kaum saya membeli sesuatu hanya karena barang tersebut terlihat lucu. Lalu sesampainya dirumah, terlupakan begitu saja atau malah kebingungan; ini untuk apa dan kembalikan duit saya! Atau, barang tersebut sempat dipakai tapi tak lama, barang tersebut sudah hilang rasa lucunya karena ada barang lain yang lebih lucu.


Sejatinya, ada langit di atas langit, jadi tidak akan pernah puas.


Maka dari itu, saya akan melihat dan menganalisa segalanya jika saya sedang craving sesuatu. Butuh apa tidak butuh, ada duit atau tidak ada duit, buat apa, kenapa, mengapa, mengap, dan mengapa? Terakhir, lihat keseliling saya, apakah saya sudah punya benda yang sama seperti yang sedang saya inginkan? Seringnya, sih, saya sudah menemukan itu semua lalu kenapa saya masih ingin berbelanja?


Banyak alasannya, entah karena saya merasa bosan atau stress sehingga belanja adalah salah satu penyalurannya. Kadang saya juga merasa ada rezeki lebih sehingga saya ingin mentraktir diri sendiri. Padahal saya tidak perlu mentraktir diri sendiri dengan membelikan benda- benda yang jujur, tidak saya butuhkan. Alih- alih ingin memberi reward pada diri sendiri, ujung- ujungnya saya berakhir dengan rasa mubazir.


Baca Juga :  WRITING CHALLENGE 2021 - MINIMALISM MEMBANTU MERINGANKAN STRUGGLING DALAM KEHIDUPAN


Surat Untuk Diri Sendiri di Masa Depan


Bersamaan dengan ini, saya ingin memberi surat kepada diri sendiri dimasa depan untuk tetap :


  • Menjalankan dan tetap berpegang teguh dengan cara hidup minimalist 
  • Tidak mudah tergoyahkan dengan sale dan tawaran just because they're cheap
  • Analisa segala sesuatu sebelum memutuskan membeli sesuatu
  • Diri sendiri tidak membutuhkan barang untuk merasa dihargai, melainkan harus dirawat dengan olahraga dan beristirahat
  • Saya tidak memerlukan validasi dari orang agar merasa utuh dan menjadi manusia serta pribadi yang berguna
  • Selalu berusaha sebaik mungkin dan memahami keterbatasan diri
  • Saya tidak harus mengikuti trend dan berpakaian serba terbaik karena pakaian tidak bisa membuat saya merasa lebih baik dari siapapun
  • Bijaksanalah dengan uang yang susah payah didapatkan
  • Menabung dan hindari berhutang
  • Tetap bersenang- senang karena setelah berjuang, tentunya saya berhak untuk menikmati jerih payah sendiri



Poin diatas adalah hal- hal yang ingin saya surati ke diri saya di masa depan, ini akan menjadi anchor, guidelines dan pengingat saya yang pelupa ini. Semoga ini juga bisa membantu mereka yang sedang mencari makna hidup dengan cara minimalist juga.


You May Also Like

0 comments