Sejujurnya nih, saya burnout dalam banyak hal terutama dengan passion saya terhadap skincare dan makeup. Saking jenuhnya, selama setahun lebih belakangan ini saya nyaris menghindari apapun yang berhubungan dengan produk kecantikan.
Sangat, sangat jenuh sampai saya menyingkirkan hampir 95% produk kecantikan yang saya punya. Selain memang, sebagai minimalis yang menderita severe anxiety, decluttering barang sangat membantu mengurangi rasa cemas dan mual.
Sayangnya, sampai disatu titik, begitu pengapnya, saya malah menyingkirkan barang-barang yang sebenarnya masih saya butuhkan 😓
Itu semua terjadi di masa-masa anxiey dan manic saya sedang kumat, rasanya ingin menyingkarkan semua yang saya miliki dan hidup dengan pakaian yang saya kenakan saat itu untuk beberapa waktu ke depan 😅
Jelas tidak mungkin kan...aiyoyoyo...
Karena itu setelah semedi dan yoga sedikit (untuk meringankan tight muscles akibat anxiety yang kambuh), saya memutuskan untuk melakukan metode skin minimalism. Apa itu? Saya, menerapkan skin minimalism? Apa? Ahahahaha
Ya, yuk simak perjalanan saya menerapkan cara hidup yang rasanya seperti opposite bagi newbie beauty blogger seperti saya dibawah ini.
Mengenal Apa Itu Skin Minimalism?
Skin minimalism adalah suatu mindset atau pemikiran untuk menerima diri dan bagaimana keadaan tubuhmu (dalam hal ini kulit di konteks kecantikan baik skincare maupun makeup) apa adanya tetapi juga mindful terhadap produk yang kamu gunakan untuk kulitmu.
So, kamu tidak lagi befokus dan memaksakan dirimu untuk terlihat sempuran layaknya glass skin para mbak cantik di DraKor. Kamu dengan lapang dada berpikir, contoh:
"Kulitku cantik kok, aku tidak harus menggunakan semua produk hanya untuk menghilangkan penampakan pori-pori/bekas jerawat/kemerahan/dll. Aku tidak harus beli semua beauty products yang selalu muncul bagai jamur setiap harinya agar aku juga sama update dengan manusia lainnya. I'm alright with flaws here and there."
Begitulah kurang lebih, kira-kira yaaaa...
Saya menulis ini antara ngenes dan lega, karena saya ingat perjuangan berat yang saya lalui sejak saya memahami konsep perempuan dan kencatikan, sampai di usia saya akhir kepala 3 ini. Itu perjuangan memahami diri sendiri versus image yang telah mendarah daging di masyarakat itu, berat yang bund...
Unlearned, apakah ini kata yang sesuai untuk menggambarkannya?
Dari tumpukan beauty products, kebiasaan buruk yang mengamati trend kecantikan setiap hari, membandingkan diri yang tak seperti Song Hye-Kyo, sampai stress dengan penampakan pori, bekas jerawat yang hitam, milia, semuanya membuat hidup saya rasanya terbatasi.
Mengurangi barang dan memilahnya hanya sesuai dengan kebutuhan saya, membuat otak dan hati saya terasa lapang (selain emang kamar jadi lebih lega). Bisa dikatakan, saya juga bangga pada pola pikir saya yang telah berubah; saya tidak lagi cemas takut ketinggalan berita kecantikan, saya tidak lagi jadi green mosnter yang mau mencoba semua produk padahal saya tidak mampu secara finansial dan kulit saya juga pasti berontak.
Intinya, rasa tamak saya untuk mengarungi semua beauty product kini berakhir...ahahaha asli lega, rasanya saya mau lari-lari nyanyi random turun pakai payung di lapangan luas seperti Marry Poppin.
Liberating and free my mind from things I thought will bring me joy and fill hollows itu sangat menyenangkan.
Ketika saya melihat ke kaca, saya melihat kulit saya dan bersyukur, bahkan merasa bersalah karena sebelumnya saya memaksakan si kulit untuk mencoba semua skincare & makeup. Gomen ne!
Saya juga menangis karena saya jadi kesal kenapa saya baru sadarnya sekarang, sih? Tapi tentu saja ini adalah waktu yang sesuai untuk saya menyadarinya..
Saya tidak lagi kesal ketika sedang jerawatan, komedoan, gradakan, saya tidak lagi kesan dan semarah itu pada kulit saya. Weirdly, saya menikmati proses ini. Saya tidak lagi merasa malu untuk ketemu orang ketika saya punya jerawat.
Even so, saya masih belum bisa menerima kalau mata saya terlihat dull...aduh, ini mata serasa tidak punya sinar kehidupan, dead inside kata orang, tapi emang mata saya dari lahirnya yang begini...mari berdamai...berdamai...
Masih dalam proses panjang untuk menerima kekurangan diri seutuhnya, tapi yang jelas, skin minimalism sangat membantu saya melihat apa yang benar-benar saya butuhkan dan tetap menjaga fokus saya.
Baca Juga : PRODUK YANG SUDAH TIDAK DIBELI LAGI SETELAH JADI MINIMALIST
Belajar Mengkurasi Produk di Skin Minimalism
Dihitung-hitung, saya sudah menyingkirkan banyak produk sejak saya memulai karir saya sebagai newbie beauty blogger full time 2018 lalu. Arus trend dan produk yang berseliweran jelas menutut mereka yang bekerja dalam industri ini juga sama cepatnya dengan tren.
Ada saja skincare yang di launcing setiap minggu, maka kami juga harus mencobanya agar pembaca juga segera tahu.
"Brands keep on dropping, we keep on testing so then buyers can keep on buying - Ann Solo, 2023."
Tak bermaksud mengurangi rasa hormat dan terimakasih saya pada brands yang telah bekerja sama dengan Ann Solo, produk-produk yang saya singkirkan biasanya shade dari makeup yang jelas tidak sesuai dengan shade saya dan skincare yang rasanya telah cukup membantu saya.
Semua produk tersebut telah mendapatkan rumah baru dan pemiliknya juga yang memerlukan bantuan mereka. Alhamdulillah...
Berhubung artikel ini akan sepanjang kehaluan saya terhadao semua endlessly isekai male leads, maka saya akan membagi artikel ini jadi 2 bagian...takut kamu bosan bacanya, lalu pergi meninggalkan Ann Solo..😢
Baca Juga : TIPS MEMILIH SKINCARE UNTUK SEORANG MINIMALIST