Instagram Twitter Facebook
  • Home
  • Beauty
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Traveling
  • Monologue

Ann Solo



Pertengahan tahun lalu saya tidak sengaja menemukan sebuah video seorang lelaki Jepang tentang bagaimana cara hidup minimalisnya tiba- tiba menjadi viral di YouTube. Cara hidup yang menentang arus ini tentu asing bagi saya, meskipun dulu pernah samar- samar terdengar beberapa orang yang menjual semua barang yang dia punya, hidup dengan berhemat, menolak menghabiskan duit mareka di jalan kapitalisme.  

Temuan baru ini sangat menggugah saya sehingga begitu sampai dirumah dan berdiri di tengah kamar memandang barang- barang yang saya punya tiba- tiba saja menimbulkan sensasi aneh; malu, benci, rugi serta mubazir.

Kamar saya memang tidak pernah rapi atau teratur, 2 rak buku dengan ukuran besar pun tak mampu menampung jumlah buku yang kian bertambah sampai lebih banyak buku yang tergeletak di lantai. Belum lagi jumlah pakaian, lemari 3 pintu (relatif berukuran kecil) juga penuh sesak dan kebanyakkan pakaian seringnya menumpuk di ruang laundry.




Belum lagi sepatu (saya salah 1 perempuan yang menikmati membeli sepatu), tas (sebenarnya tidak banyak), koleksi memorabilia, hadiah- hadiah, juga barang- barang yang entah-apa niat serta fungsinya, menumpuk di kamar, berdebu dan terlupakan. Tetapi semua itu tidak pernah bisa memberi kepuasan pada batin melainkan setelah melihat video tentang minimalism serta menggali lebih dalam, membuat saya kecewa dan hampa.

Memang benar adanya bahwa barang yang kita punya belum tentu mampu mem-validasi kebutuhan jiwa kita meski proses mendapatkannya terkadang menyenangkan. Di era yang semakin konsumerisme ini kita telah membodohi kita dengan membiarkan kapitalis memberondong kita untuk lebih banyak menghabiskan uang, menumpuk barang, membeli sesuatu untuk mengesankan orang lain kecuali si empunyanya.





Oh wow, saya sungguh terdengar cerdas dan kritis, lalu apakah saya berhasil menjalankan misi untuk menjadi seorang yang minimalis? . Tidak. Harus saya akui, saya tidak mampu melakukannya atau belum mampu namun saya telah menjual beberapa barang, mendermakannya dan, demi memberi diri saya 'penghargaan' atas 'keberanian' melakukan itu semua, saya malah membuka website belanja online- membeli barang- barang yang sekiranya saya 'butuhkan'.

Sungguh memalukan memang, setelah beberapa hari pesanan saya tiba dirumah, ada saja kekurangannya yang membuat saya pergi ke thrift store dan melepaskan 'kebuasan' monster belanja dari dada. Amat memalukan.

Bahkan beberapa minggu lalu saya masih saja berbelanja (meski tidak banyak) karena tergiur diskon dan ketamakkan; kapan lagi bisa belanja diskon semurah ini. 

Disinilah memang para anggota pemasaran perusahaan sangat jeli dalam menangkap celah secara psiklogis bahwa manusia sangat mudah dituntun jika diberi sesuatu yang berlabel diskon disertai  tenggat waktu untuk membelinya. Kita secara naluri akan merasa terpancing, tergugah, tergesa- gesa dan merasa kita membutuhkannya atau kesempatan akan lenyap begitu saja berakhir dengan penyesalan jika tidak mendapatkannya. 

Dan saya pun berakhir dengan membeli lotion sunblock yang normalnya berharga mahal, dengan harga diskon cukup fantastic tetapi balik lagi; belum tentu si lotion terbukti bagus hanya karena diskon. Shame. Shame. Shame.

Kembali ke keadaan kamar saya yang bagai gudang, menjelang lebaran kemarin saya berhasil menyingkirkan cukup banyak banyak barang, mengubah tatanan kamar juga membeli kasur lebih besar. Lagi- lagi sayangnya, mood saya berhenti sampai disitu, kamar saya masih saja belum terlihat lebih baik karena kotak- kotak yang hendak saya sumbangkan masih menumpuk menunggu orang- orang yang tepat untuk menghargai pemberian saya (ukuran baju yang sama, atau pembaca buku yang sama hardcore-nya dengan saya).

Selalu saja ada alasan untuk menunda, serta tentu saja selalu ada juga alasan membeli ini- itu.

Untuk jenis pembelanja, saya adalah impulsive shopper. Pantang melihat sesuatu yang murah, saya akan membelinya; meski tidak muat, untuk dipakai nanti atau untuk hadiah suatu hari nanti. Saya akan menemukan alasan- alasan bagus demi menipu diri sendiri.

Memuakkan memang, saya memutuskan untuk mencari pertolongan dari situs www.theminimalists.com, menghabiskan malam- malam menonton video dan mendengarkan podcast mareka di YouTube, mencari inspirasi untuk menarik diri saya keluar  dari lingkaran tak berakhir ini.

Apa saja kemajuan yang sudah saya capai sejauh ini?.

Men-delete akun aplikasi belanja online langganan dan menghapus ribuan file dari HP saya yang mulai lambat penuh dengan hal- hal yang saya sendiri tidak pernah tahu eksistensinya.

Langkah diatas tidaklah mudah walau terlihat sepele, tapi kali ini saya bertekad akan lebih kuat untuk komitmen menjalankan hidup sederhana tanpa terikat oleh kebendaan dan rupa semata, nantikan artikel saya berikutnya tentang apa saja yang akan saya buang untuk melegakan batin saya.





Setiap kali traveling atau hanya berada didalam kendaraan didalam kota saja, saya sedapat mungkin selalu mendengarkan music untuk membunuh kebosanan, karena tidak memungkinkan bagi keadaan mata untuk saya membaca, browsing social media apalagi mengetik pesan di Whatsapp. 

Maka dari itu saya hanya mampu mendengarkan music dari MP3 di handphone melalui headset. Jenis musik apa sajakah yang biasa saya dengar?. Berikut lagu- lagu yang sering saya shuffle di playlist saya.

Keaton Henson - You.




Nomor segar yang baru saja masuk kedalam playlist lagu melllow, yang cocok didengarkan sambil melamun memandang hujan dari kaca jendela mobil/bus/pesawat/kereta api. 

The Smashing Pumpkins - Bleed.




Jangan kaget kalau kamu hanya dengar suaranya Billy Corgan dan irama sederhana yang diiringi gitar, menambah kesyahduan dalam menghayati pemandangan diluar sana.

Placebo -  Soulmate Never Die.




First of all, saya semenjak dulu memang penggemar band yang sering gonta- ganti personel ini (kecuali Brian Molko & Stefan Olsdal), dan lagu yang mareka tulis juga memang dalam serta hampir selalu tepat dengan mood saya. Kali ini saya memilih lagu ini untuk mengapresiasi penggebuk drum baru mareka kemarin ; Steve Forrest.

Red Hot Chili Peppers - Dark Necessities. 




RHCP adalah salah satu cinta pertama saya akan jenis musik mareka, special di lagu ini seakan- akan berbicara pada saya, bahwa menjadi pribadi yang berbeda itu terkadang sulit diantara para 'domba' yang seragam.

Jack White - Lazaretto.




Because it's Jack 'freaking' White!. Ketika saya butuh asupan untuk pumping my mood, lagu ini tidak pernah gagal.

Radiohead - True Love Waits.




Sejak jaman kapan lagu ini keluar, setia menjadi soundtrack hidup saya dalam mencari cinta sejati (juga dalam perjalanan mencarinya).

Mazzy Star - Fade Into You.




Mendengar lagu ini akan tidak pernah gagal membawa saya flashback pada kenangan nyanyi bersama sahabat- sahabat lama ketika kuliah dulu atau sedang menantikan bus di stasiun kereta api, entah kenapa saya selalu menggumamkan liriknya.

Hozier - From Eden.




Begitu Hozier keluar dan cukup booming, saya langsung fell for his charm- semua lagu dari Hozier pernah menemani saya ketika traveling menyusuri tepi laut berjam- jam lamanya.  

Beck - Heart Is A Drum.



Ketika Beck menang award 2 tahun lalu (Grammy Award kalau tidak salah), ada meme kocak muncul di Instagram: siapa itu Beck, kenapa doi bisa menang?. Saya sangat beruntung membesar dengan menyaksikan betapa beken & kerennya bliyau dulu di era 90an. 

Nas - NY State Of Mind.




Klasik Nas yang selalu siap sedia membantu saya untuk menaikkan mood kelelahan selama perjalanan, sesekali pura- pura rapping sambil memandang kamera tak kasat mata (berasa dalam video clip). Kadang- kadang bapak saya juga turut mengangguk sambil ketika kami  berdua mendengarkan lagu ini sepanjang perjalanan.

Tom Waits - Drunk On The Moon.




Masih segar diingatan saya suasana ketika saya sering mendengarkan lagu ini; hujan renyai, mobil yang berlalu- lalang di jalan tol dan makanan mengepul hangat di meja restoran tempat perhentian bus. Sungguh kontras dengan musiknya.

The Verve - Love Is Noise.




Satu lagi nomor klasik dari The Verve yang memang diciptakan untuk mengembalikan mood saya yang sarkastik dan skeptikal pada hidup. Persis seperti lagu ini.

Kings Of Leon - Last Mile Home.




Meski lagunya super galau, lagu ini jadi anthem saya kalau masih mau traveling dan kesal jika harus cepat pulang.

Eisley - Telescope Eyes.




Khusus lagu ini adalah apresiasi akan persahabatan istimewa dengan BFF saya yang telah bersama lebih dari 1 dekade melewati ups and downs. Trip kita ditengah malam buta sambil mendengar lagu- lagu nostalgia dan her favorite songs tidak akan pernah terlupakan. I love you, Y!. Always

Tegan and Sara - So Jealous.



                               


Menambahkan satu nomor lama dari anthem persahabatan saya dan Y, yang dulu dengan lugunya selalu menyayikan lagu- lagu dari duo kembar asal Kanada ini. Sejujurnya saya sangat tertutup untuk berbagi apa saja yang saya dan orang- orang terdekat saya sukai, baik lagu, film, buku dan lainnya dikarenakan saya sangat menghargai kenangan saya bersama mareka.


Sekian dulu daftar playlist khusus saya untuk traveling, kalau kamu punya lagu yang biasa kamu dengarkan selama perjalanan, atau bersama orang-orang terkasihmu, kamu bisa share di kolom komentar dibawah. Ditunggu ya.












Kampanye No Straw Movement. Kemarin saya dan seorang teman berjanji untuk bertemu di KFC terdekat dan sambil menunggunya datang, saya pun memesan paket makanan. Begitu menerima nampan makanan, saya sedikit bingung tidak menemukan kotak pipet/straw yang biasanya diapit kotak sambal dan saus tomat. 

Begitu si teman datang, saya memintanya untuk duduk dulu dan pergi menemui kasir, bertanya kemanakah kotak pipet biasanya. Sang kasir- tanpa mau repot menjelaskan panjang lebar kenapa, hanya berkata bahawa KFC tidak lagi memberikan pipet pada minuman reguler mareka seperti soda dan jus. Tetapi, mareka masih memberikan pipet khusus pada produk minuman mareka yang mengandung ice cream didalamnya.



Masih sedikit bingung kenapa tiba- tiba KFC menghentikan pemakaian pipet tanpa sepengetahuan saya (atau umum) namun saya yakin pasti ada sesuatu yang baik dibalik bekunya bibir saya  yang menyeruput cola dari paper cup KFC.

Tenyata KFC sedang berkampanye untuk mendukung #NoStrawMovement sedunia, suatu gerakan yang dipicu oleh semakin tingginya limbah tak terurai dibumi terutama dari jenis plastik. Baik itu botol minuman sekali pakai, kantong plastik (bagi yang masih belum biodegradable), kemasan sachet (kepraktisan kecil yang berujung semakin menumpuknya sampah) dan tentu saja pipet/sedotan/straw.



Menggali info lebih dalam lagi, saya mendapati bahwa #NoStawMovement ini telah dilaksanakan oleh KFC bersama DCA (Divers Clean Action) sejak beberapa bulan lalu dengan membersihkan sebuah pulau dari timbunan sampah plastik. Info yang lebih mengejutkan dari sekedar bibir yang beku dan lipstick berbekas dibibir gelas adalah ternyata Indonesia rupanya penyumbang limbah plastik terbesar nomor 2 di dunia.

Dan, dari jenis spesifik limbah plastik, pipet/sedotan/straw juga menduduki posisi yang berpengaruh besar pada perusakkan alam sekitar, contoh yang paling mengerikan adalah seekor penyu yang mengalami masalah pernafasan oleh pipet yang menyumbat hidungnya. 



Jika dibandingkan dengan sampah plastik lainnya, pipet adalah sampah yang paling sering kita anggap remeh hanya karena kecil dan nyaris susah untuk di recycle dalam penggunaannya. Kalau kantong plastik biasanya kita recycle sebagai pembungkus maupun wadah penampung sampah, tidak halnya dengan pipet. Dibutuhkan cara yang jeli untuk me-recycle pipet menjadi hasil karya kreatif dan lebih dibutuhkan lagi, cara pikir yang tinggi untuk mengapresiasi produk dari daur ulang.

Kita pun sangat sering menganggap sampah yang kita hasilkan bagai angin lalu hanya karena bentuknya yang kecil. Contoh lain disaat hari yang sam, seorang ibu membuang begitu saja kaleng susu minuman di teras halaman lantai minimarket, tidak berpikir panjang bahwa selain kotor, juga membuang sampah pada tempatnya adalah tanggung jawab masing- masing kita, hanya karena si sampah itu begitu kecil remeh, bukan berarti si sampah tidak memberi pengaruh yang besar. 

Sangat disayangkan jika kita masih alfa dan menganggap limbah adalah hal sepele atau bahkan mitos (seperti anggapan beberapa orang pada global warming atau flat earth), nyatanya jumlah limbah plastik saja lebih 1 juta ton pertahunnya, khusus pipet/sedotan mencapai angka lebih dari 6 juta mengapung/menumpuk diseluruh pelosok bumi.




Kalau angka pertahun saja sudah bisa mengejutkan begitu, bisa dibayangkan pengaliannya tahun demi tahun; kita semua akan tertimbun sedotan dan limbah plastik lainnya. Tiak heran kalau banjir selalu saja melanda, tidak ada yang bisa dituding selain kebiasaan kita membuang sampah sembarangan dan menganggap enteng penggunaan produk yang berpotensi limbah.

Dari hasil penelitian tersebut, saya sendiri terbesit ingin turut menyukseskan kampanye ini selain minum tanpa pipet/sedotan, tidak dapat dipungkiri minuman seperti boba/bubble drink yang lagi tren memang membutuhkan sedotan untuk meminumnya- tentu akan lebih baik jika saya membeli sedotan yang ramah lingkungan, berbahan organik, larut dalam kompos tanah dan pentingnya bisa dipakai berulang kali. 




Sayangnya, Indonesia belum begitu familiar dengan produk ramah lingkungan, meskipun ada tetapi harganya sangatlah mahal berbanding jauh dengan sedotan/pipet konvensional yang harganya amat terjangkau dengan kuantitas yang banyak.

Dikarenakan belum sadar dan terinformasinya masyarakat kita, saya harap kampanye ini lebih banyak diliput media dan blogger, disebarkan dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran akan kesinambungan hidup manusia, binatang dan tumbuhan- sumber pemacu mutalisme jalannya kehidupan di muka bumi ini. 



Buat kamu yang saat ini sedang makan di KFC atau restoran yang kebingungan dimanakah sedotan/pipet berada, ayo dukung gerakan #NoStrawMovement ini, kurangi kebiasaan menganggap kecil nilai suatu barang dan belajarlah lebih peka serta besyukur.  Mulailah memilah- milah pembelian/penggunaan barang- barang yang sekiranya mampu mengancam kehidupan binatang dan tumbuhan yang tidak mampu berteriak minta tolong ataupun komplain akan limbah kita yang menyakiti mareka. Budayakan empati, simpati serta pikiran yang terbuka, selamatkan yang masih bisa kita jaga.  

************************************************

All pictures source from Google.
Artikel ini tidak ada hubungan kerjasama dengan KFC atau badan organisasi tertentu.



Dulu sekali, sebelum kenal dengan lipstick seakrab sekarang, saya dan lip balm adalah pasangan yang kompak. Tidak hanya mengatasi bibir yang sering kering dan pecah- pecah, juga multi fungsi sebagai pewarna bibir yang seringnya samar bahkan terlalu over glittery. 

Kemudian saya juga sempat menjajal tren lip gloss yang saat itu sedang booming, dimana bibir para gadis jaman itu mengkilat seakan habis makan gorengan yang terlalu berminyak, terkadang tebal dan seringnya lengket oleh rambut yang terhembus angin. Sungguh problema antik yang sekarang malah menjadi bahan olok- olokan, meme jaman milenial ini.

Baik itu lip balm dan lip gloss (yang sebenarnya cuma untuk pemakaian tunggal atau top coat pada jaman jayanya), saya telah mencoba berbagai merek- yang ada sentuhan herbal, ber- SPF, berwarna maupun dan yang memang target khususnya adalah sebagai obat. 

Mulai dari Blistex, semua lip balm keluaran Mentholatum - Rohto, dari yang kemasan standard tube, kaleng, di wadah 'repot', hingga stick. Begitu juga formulanya, rasanya saya sudah tidak asing lagi hingga sekarang saya lebih selektif memilih mana yang memang mampu memberi solusi ataupun yang cuma memberi efek sehat sesaat.

Harus diakui, saya memang menggemari beberapa merek seperti Nivea dan Blistex, hanya saja Blistex susah di dapatkan baik ditoko maupun online dan kalaupun ada harganya bisa dibilang lumayan. 

Lalu setelah lebih satu dekade 'malang melintang' di dunia lip balm ini, saya memilih 3 merek yang memang tidak cuma bagus dan affordable, tetapi juga mudah didapatkan tanpa harus PO di toko online. 

Lip Balm Nivea Soothe & Protect SPF 15.



Apa saja keluaran Nivea, bagi saya itu pasti bagus, al maklum Nivea adalah pemain lama dari German dan memang sudah terbukti seiring waktu bahwa mareka sangat komitmen dengan brand dan kualitas produk mareka. Walaupun, tidak semua orang cocok memakai Nivea, tapi saya sudah terlanjur menjadi penggemar berat terutama lip balm varian ini.

Tetapi jujur saja, saya tidak begitu lihat pengaruh, hasil signifikan dari adanya SPF 15 disini oleh karena bibir saya memang berwarna gelap dan terkadang pucat, jadinya hanya sheer  setelah diaplikasikan dan tidak ada pengaruh matahari yang bakalan lebih menggelapkan.

Sama dengan varian lip balm Nivea yang lain, baik itu wangi dan bentuk stick tanpa warna, tapi efek basah lengketnya tidaklah begitu parah, bibir tidak lengket saat mengatup serta akan lebih kalem beberapa menit kemudian. Poin kurang berminyak serta mempunyai SPF 15 adalah kenapa saya akhirnya memutuskan memilih ini ketimbang yang warna biru saat itu.


Himalaya Herbals Lip Balm (dengan Wheatgerm dan Carrot Seed Oil).



Brand dari India yang mengusung penggunaan herbal disetiap produknya ini dulunya adalah salah satu holy grail saya ketika kuliah, murah, sering diskon dan tentu saja tergiur dengan embel -embel herbalnya tadi. Apalagi sudah masuk ke Indonesiea secara resmi, plus harganya tetap masuk akal dan terjangkau. 

Bagaimana dengan formulanya?. Sejauh yang saya ingat, formula serta wanginyanya tetap sama, juga kemasannya- tube pencet beginilah yang lebih sering saya temui.

Formulanya super greasy, lengket dan berkilat- kilat yang tidak akan hilang kecuali kalau dihapus dengan tissue. Seringnya lip balm Himalaya ini cuma memberi efek bibir sehat sesaat, tidak lama kemudian (pemakaian pagi) bibir saya hanya slightly better.

Kemasanya pun tidak praktis, kalau terpencet kebanyakkan akan susah sekali memasukan produknya kembali, tak heran kalau tutupnya kotor dan sisa produk menggumpal di sekeliling leher botol.


L'Occitane Ultra Rich Lip Balm (10% Shea Butter).



Memang benar adanya, ada harga, ada mutu. Inilah yang terjadi pada lip balm asal Perancis ini, formula yang sangat melembapkan tanpa ada efek becek-lengket-mengkilat sama sekali padahal sangat rich yang sering diasosiasikan berat dan berminyak.

Bibir saya yang sempat kering, terkelupas kering hingga berdarah, kusam dan gelap pucat dengan ajaibnya menjadi kalem dan LEMBUT setelah 1 jam pengaplikasian. Bisa dibilang saya lebih tergantung pada lip balm yang satu ini dan kini dalam masa menabung demi membeli tabung ke-2.


Kini dijaman dimana lipstick lebih merajai dan tersingkirnya lip balm (terutama lip gloss) turut membuat saya tidak lagi antusias berburu lip balm. Kualitas kulit bibir yang semakin baik oleh cukupnya mengkomsumsi air putih dan buah memegang andil yang lebih besar dalam menyingkirkan lip balm.

Akan tetapi ada kalanya saya membutuhkan kehadiran lip balm lagi, entah itu sedang berada ditempat yang dingin dan kering, dalam perjalanan jauh yang membuat saya kurang minum, sebagai alas tipis sebelum memakai lip cream yang super matte ataupun ketika sedang sakit, lip balm pasti kembali lagi siap sedia meredakan bibir yang perih.

Sedikit tips yang biasa saya lakukan adalah melapisi bibir dengan lip balm setebal mungkin, dibiarkan sekitar 3 menit, lalu pijit pelan bibir dan hapus dengan tissue kering. Voila, bibir pun kembali lembab sehat dengan efek lebih plump bebas kulit mati/kering.









Hari ini berita yang cukup mengecewakan muncul di TV ketika saya dan Tante sedang makan siang dirumah: Liliyana Natsir akan menggantung raketnya tepat setelah Asian Games 2018 nanti berakhir. Sontak kami berpandangan dan kelu, tidak menyangka pemain Bulu Tangkis ganda campuran Indonesia yang pernah meraih emas di Olimpiade 2016 kemarin akan pensiun secepat ini.

Liliyana Natsir juga telah membatalkan turnamen lain demi fokus bersama pasangan kompaknya sejak 2011, Tontowi Ahmad, untuk merebut medali emas bagi Indonesia. Suatu langkah yang berani dan ambisius tetapi tidak mustahil mengingat dedikasi serta sejarah mareka yang telah banyak merebut gelar juara di ajang internasional.

Meskipun sedikit sedih mendengar berita Liliyana Natsir, saya tetap antusias mendukung kesuksesan Asian Games 2018 yang akan berlangsung di dua kota di pulau yang berbeda, yaitu Jakarta dan Palembang. Terlebih lagi tidak hanya akan menyaksikan Bulu Tangkis yang selau ditunggu- tunggu, total keseluruhan cabang olah raga yang akan berlaga adalah 40 cabang dengan diikuti oleh 45 negara yang mengutus 15.000 atlit terbaik mareka. Sebuah kompetisi serius yang menuntut hasil kerja keras latihan semua atlitnya selama ini.

Pesta olahraga Asia ini akan berlangsung tepat setelah peringatan hari kemerdekaan kita, mulai dari 18 Agustus 2018 hingga 2 September 2018, merupakan ajang khusus para negara Asia yang sudah terkenal gaungnya dan kini membuat semua mata memandang kepada Indonesia sebagai penyelenggara.

Hal ini membuat saya pribadi menyelipkan keinginan, tidak hanya harapan lebih naiknya nama bangsa sebagai pemain olah raga yang juara dan berdedikasi, tapi juga adanya peningkatan pemasukan di sektor wisatanya selama acara ini berlangsung.

Dari sekian banyak cabang yang dipertandingkan, selain Bulu Tangkis yang memang menjadi kesukaan bangsa ini, saya juga tertarik menonton pertandingan Triathlon, Sepak Takraw, Panahan, Panjat Tebing, Menembak, Berlayar, Dayung serta Kano/Kayak. Bicara soal cabang kompetisi Berlayar, Dayung dan Kano/Kayak, Indonesia sebagai negara maritime yang dikelilingi laut dan dialiri ratusan sungai, belum mampu membuat namanya terkenal sebagai kompetitor yang patut diperhitungkan di luar sana.

Amat disayangkan jika kita sedikit tenggelam di cabang itu, sedangkan kita mempunyai akses keperairan yang mudah dan terbuka luas. Sangat kontras dengan Bulu Tangkis yang menjadi unggulan utama negeri ini, mendengar bahwa Indonesia akan bertarung saja mampu membuat lawan cemas dan gentar.

Tetapi itu tidak menyurutkan saya yang masih menyimpan harapan Indonesia akan menunjukkan taringnya di cabang kompetisi perairan diatas, akhirnya benar- benar meresapi budaya leluhur kita yang pernah jaya dilautan. Namun bagi cabang kompetisi yang kurang peminatnya seperti Hoki, Roller Sport, Panahan juga Menembak, mungkin dengan adanya Asian Games kali ini akan mendongkrak popularitas mareka dan mengucurnya simpati yang lebih banyak.

Sedikit cerita menarik dari Asian Games 2018, yaitu cabang olah raga Kabbadi  dari India yang resmi menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan sejak Asian Games ke 11, juga di India pada tahun 1990. Menariknya tentu saja India selalu keluar sebagai pemenang, baik itu kategori wanita maupun pria. Sangat penasaran akankah tim Indonesia akan turut serta dalam cabang olah raga ini mengingat banyak dari kita yang asing dengan cabang kompetisi ini.

Seringnya pesta olahraga Asia ini lebih banyak didominasi pemenang dari negara seperti China, Korea Selatan ataupun Jepang, semoga faktor pendukung berada di rumah sendiri akan lebih memompa semangat juang atlit kita dalam mengumpulkan medali. Serta tidak hanya poin ada dikandang sendiri, sebagai tuan rumah yang baik hendaklah kita turut membantu pelaksanaan acara ini dengan tertib, aman, dan bersatu padu dalam membuatnya berjalan lancar. 

Berhubung nanti saya dan sebagian masyarakat hanya mampu menonton dari televisi, semoga selalu di #DukungBersama dengan semangat menggebu dan kiriman doa serta kekompakkan kita dari ujung timur hingga barat negeri ini tetap terjaga untuk membuat para atlit kita lebih terpacu dalam mengumpulkan medali emas, perak juga perunggu.

Merdeka!





Akhirnya saya berhasil memiliki ke 3 jenis micellar water ini berbarengan meski sebenarnya Garnier Micellar Water bukan lagi barang baru, dan saya pun turut tergoda untuk mencobanya setelah bosan dengan pembersih biasanya (bentuk dan fungsinya sih, seperti micellar, tapi tidak ada tulisan micellar-nya, apakah itu?). Jadi begitu varian Pink dan Biru lagi promo, kalap beli, deh (varian Gold di beli dengan harga normal). 

Lalu kenapa masih mau di review?. Ya karena pure penasaran saja, untuk membandingakannya mana yang lebih nampol, so artikel kali ini bisa disebut ‘battle review’ antara 3 pihak; Pink, Biru atau Gold dan manakah yang akan keluar sebagai pemenangnya?. Mari kita simak.


Garnier Micellar Cleansing Water For Sensitive Skin (Pink).



First of all, kulit saya tidak sensitive hanya terkadang muncul reaksi gatal, kering dan merah oleh cuaca (seringnya) karena saya tidak memang tidak memakan sama sekali makanan yang membuat saya alergi (tapi kan ya, kalau makan terlalu pedas atau berlemak, kulit jadi meradang dan timbul jerawat). so, inilah yang terjadi:

1. Tidak ada pengaruh ke kulit meskipun klaimnya untuk kulit sensitive.

2. Tidak bruntusan, tidak memunculkan jerawat baru.

3. Daya bersihnya kurang, perlu 3 kapas padahal saya hanya menggunakan moisturizer, bedak, eyeliner dan mascara tipis- tipis.

4. Belum mampu menarik kotoran yang berada dalam ‘palung kawah’ pori.

5. Non- parfume, walau ada sedikit samar wangi lembut dan anehnya terkadang masam waktu tidak sengaja lupa menutup botolnya.

6. Masih belum kuat melenyapkan warna hitam eyeliner (saya hanya pakai eyelier pensil Maybelline) apatah lagi mascara yang tebal, jadi begitu bercermin pagi hari, kaget dong, lihat mata Panda, literally hitam melingkar karena stain eyeliner yang masuk kesela- sela lipatan bawah mata.


Garnier Micellar Cleansing Water For Oily, Acne- Prone Skin (Biru).



Setengah jalan dengan si Pink, saya pun mencoba si Biru ini karena memang lebih sesuai dengan kondisi kulit saya yang berminyak dan rentan jerawat. So, inilah yang terjadi:

1. Hampir sama dengan ‘kembarannya’ si Pink, bedanya adalah si Biru ini membuat jerawat saya tambah merah.

2. Tidak ada wangi, tapi kok, baunya masam dan cukup tajam untuk penciuman saya?.

3. Mata Panda tentu masih ‘melingkar’ hitam.

4. Berhubung klaimnya untuk oily skin, harusnya mungkin after effect-nya kulit tanpa minyak, namun tidak berapa lama kulit saya malah jadi super oily. Apalagi begitu bangun pagi setelah malamnya bersih- bersi pakai si Biru ini, minyak dimuka rasanya menebal!.

5. Seriously, nothing special, at all. Lewat begitu saja.


Garnier Oil-Infused Cleansing Water For All Skin Type (Gold).



Sudahlah belinya yang pertama, malah di review jadi paling akhir, karena oh karena varian Gold ini adalah yang paling latest dan diharapkan formula-nya lebih improved dan lebih dahsya, tetapi inilah yang terjadi:

1. WANGI!. Asli, super wangi!. Buat yang sensian sama pewangi didalam kosmetik dan skincare, ini bisa di skip, deh. Saya saja sampai kliyengan kaget.

2. Sudah ada 2 layer air dan oil pun, mata Panda masih saja linger on (ah, mau bagaimana lagi, memang harus beli eye make-up remover khusus, nih).

3. Kulit berasa halus seakan-akan dilapisi, saya kurang mengerti disebut apakah, fenomena ini?.

4. Lumayan bersih dan tidak bikin kulit iritasi (biasanya yang terlalu wangi bisa mengiritasi kulit), no bruntusan, no red bumps.

5. Argan no argan, saya tidak melihat perbedaan signifikan.

6. Yearp, tidak menambah minyak wajah.

7. Lebih mahal sampai bisa 2x lipat dari si Pink dan Biru.

8. WANGI!. Lagi- lagi kenapa harus wangi sekencang, ini sih, Gar?.


Siapakah pemenangnya?.

Sama seperti kebanyakkan review yang lebih puas dengan si Pink, saya pun demikian juga memilih varian Pink sebagai juaranya!. Selamat kepada si Pink.

Varian Gold dan Pink sesungguhnya bersaing ketat, tapi apalah daya, Gold kalah point dimana bliyau begitu amat sangat wangi sampai memabukkan (kamar dan tong sampah jadi semerbak harum oleh kapas keruh setelah memakai si Gold ini). Si Biru apa kabar?. Kabarnya baik, dan sesekali saya masih menggunakan si Biru yang tetap ceria ini, kok. 

Oh ya, cara pakainya sudah tahu?. Kapas yang sudah diberi micellar ditempelkan di wajah beberapa detik, kemudian angkat (atau bisa di tap dulu). Ragu performanya bakalan bagus, ya memang begitulah anjuran pakai di botolnya (kita sudah terbiasa dengan metode rubbing atau ‘menyeret’ pembersih kesuluruh arah di muka, jujur saja metode cuma tap-letak-diamkan, sejauh pengalaman saya, tidaklah banyak membantu).

Kamu punya cerita dan pilihan favorite-mu dari 3 varian Garnier Micellar Water, ini? Share di comment, ya.





Newer Posts
Older Posts

Ann Solo

Ann Solo
Strike a pose!

Find Ann Here!

Ann Solo Who?!

Ann Solo adalah nama pena Ananda Nazief, seorang lifsestyle blogger yang terinspirasi oleh orang- orang sekitar, perjalanan, kisah- kisah, pop culture dan issue semasa.

Prestasi:

Pemenang Terbaik 2 Flash Blogging Riau : Menuju Indonesia,
Kominfo (Direktorat Kemitraan Komunikasi) - Maret 2018.

Pemenang 2 Flash Writing For Gaza (Save Gaza-Palestine),
FLP Wilayah Riau - April 2018.

Pemenang 3 Lomba Blog Lestari Hutan, Yayasan Doktor Syahrir Indonesia - Agustus 2019.

Pemenang Harapan 1 Lomba Blog, HokBen Pekanbaru - Februari 2020.

Contact: annsolo800@gmail.com

  • Home
  • Beauty
  • Traveling
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Books & Stories
  • Our Guest
  • Monologue
  • Eateries

Labels

#minimalism Beauty Books & Stories Eateries Entertainment & Arts Film Gaming monologue Our Guest parfum Review Review Parfume sponsored Techie thoughts traveling What's News

Let's Read Them Blogs

  • Buku, Jalan dan Nonton

Recent Posts

Followers

Viewers

Arsip Blog

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Asyik, Perang Tarif, Mari Kita Beli Barang KW
  • ►  2024 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2023 (45)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (11)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2021 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2020 (34)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2019 (34)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (56)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (14)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (5)

Find Them Here

Translate

Sociolla - SBN

Sociolla - SBN
50K off with voucher SBN043A7E

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Blogger Perempuan

Beauty Blogger Pekanbaru

Beauty Blogger Pekanbaru

Popular Posts

  • Review Axis-Y Toner dan Ampoule - Skincare Baru Asal Korea
    Sejak beberapa tahun kebelakangan ini kita telah diserbu oleh tidak hanya produk Korea baik itu skincare dan makeup, tetapi juga ...
  • Review Loreal Infallible Pro Matte Foundation
    Kalau dulu saya hanya tahu dan penggemar berat Loreal True Match Foundation sejak zaman kuliah, ternyata Loreal juga mengelua...
  • 2019 Flight Of Mind
    Cheers! Time flies indeed, terlebih lagi di zaman sekarang ini dan saya yang sudah mulai lupa sehingga semua terasa cepat. 2019...
  • Kampanye No Straw Dari KFC
    Kampanye No Straw Movement. Kemarin saya dan seorang teman berjanji untuk bertemu di KFC terdekat dan sambil menunggunya datang, saya ...
  • (Pertandingan Terakhir Liliyana Natsir Sebelum Pensiun) Dukung Bersama Asian Games 2018
    Hari ini berita yang cukup mengecewakan muncul di TV ketika saya dan Tante sedang makan siang dirumah: Liliyana Natsir akan menggantung...
  • Review Lip Balm 3 Merek - Nivea, Himalaya Herbals dan L'Occitane
    Dulu sekali, sebelum kenal dengan lipstick seakrab sekarang, saya dan   lip balm adalah pasangan yang kompak. Tidak hanya mengatasi ...
  • Review Sunblock Biore & Senka
    Oh my! Sekali lagi saya merasa bersalah 'menelantarkan' blog ini karena akhir bulan lalu saya mempunyai pekerjaan baru ya...
  • Review - Sakura Collagen Moisturizer
    Pertama-tama, saya hanya mau menginformasikan bahwa ini adalah artikel review yang sebenarnya sudah lumayan telat terlupakan oleh kek...
  • Review AXIS-Y Cera-Heart My Type Duo Cream
    Sudah lam aterakhir kali saya memakai cream moisturizer tipe konvensional, alasan utamanya adalah kondisi iklim di kota saya...
  • Review Lipstick Maybelline Superstay Ink Crayon
    2020 dimulai dengan racun lipstick terbaru dari Maybelline yang datang dengan Super Stay Ink Crayon yang sebenarnya sudah saya nant...

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates