Instagram Twitter Facebook
  • Home
  • Beauty
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Traveling
  • Monologue

Ann Solo

 




Baru saja mau menulis ini, saya sudah struggling dengan rasa lelah + rasa malas + cuaca panas + mood swing. But this article, must, publish, lah. Like, tonight! 


Jadi, topik penulisan hari ini adalah hal- hal apa saja yang membuat saya struggling dalam hidup. Sama dengan manusia lainnya, ya banyak. Sedikit berbeda dengan manusia lainnya, saya mempunyai mental health issue.


Tapi, mari kita bicarakan hal itu lain kali saja, kali ini saya sedang ingin berbicara mengenai bagaimana minimalism membantu perjuangan hidup saya. Dari awalnya hanyalah manusia yang mengikuti arus dan mengikuti social norms seperti berpakaian rapi dan seringnya baru, budaya shopping, mengikuti trend secara umum deh, intinya.


Namun begitu saya benar- benar memahami idea of minimalism, ternyata saya hanya mengikuti semua itu untuk membuat orang lain terkesan dan membangun image pribadi yang sebenarnya saya tidak perlu. Saya tidak perlu image yang fancy atau tampak sukses, padahal saya tidak ada kemampuan untuk semua itu.


Lagipula, kenapa, sih saya harus menyenangkan orang lain? Selalu tampak presentable di depan mereka setiap saat? Bahkan sejujurnya saya tidak peduli siapa pun mereka dan tidak butuh validasi apapun. Apa yang mau divalidasi juga, kan? Ahahaha memangnya saya barcode, harus validasi? 


Mungkin pembaca yang sering nyasar ke Ann Solo sudah paham dengan konsep ini, yang sering dipetik dari quote film Fight Club. Atau dari orang- orang sukses lainnya. Intinya sama, jangan jadi people pleaser dan memberi image seolah sempurna padahal Anda sendiri tidak mampu untuk itu. Simple, is it?


Kenyataannya sih, tidak.


Okay, balik lagi, jadi ini adalah salah satu perjuangan umum dalam hidup bagi semua manusia, is to be accepted. Diterima dengan apapun caranya itu. Istilahnya, dapat tanda check, gitu.


Minimalism masuk sebagai penetral perasaan itu, karena menjadi seorang minimalist adalah berani mengakui kelebihan dan kekurangan diri sendiri sehingga menyingkirkan rasa minta diakui oleh orang lain (wuih, cerdas sekali Ann Solo ini, ya, silahkan di quote tapi tag saya, ya). 


Seorang minimalist cerdik dengan penataan uang dan budget mereka, tidak membeli sesuatu hanya karena menurutkan emosi dan gengsi sesaat. Tidak mudah tergiur diskon dan cara pemasaran yang sebetulnya tidak betul- betul tepat. Buy 1 get 1 dengan jumlah segini, padahal beli 1 saja sudah cukup karena bisa jadi barang tersebut berpotensi tidak sehebat yang kita pikirkan sebelumnya.


Takut ketinggalan diskon lagi kalau tidak membelinya sekarang? Ya, sama. Saya juga sering berpikiran demikian. Terlalu sering.


Ternyata oh ternyata, diskon dan penawaran selalu akan datang silih berganti. Mungkin tidak pada barang yang sama minggu depan, tapi sama seperti setiap siklus, cepat atau lambat penawaran yang sama akan terulang kembali.


Ini sudah saya buktikan sendiri. Ketahuan ya, kalau saya kebanyakan waktu luang sehingga saya iseng melihat apa saja penawaran dan diskon dimana- mana. Maklum, sebelum memutuskan menjadi minimalist, saya cukup senang shopping dan hoarder at some point meski keuangan morat- marit. Dark times sungguh saat itu.


Now I’m older and wiser. Tidak juga, tua itu jelas, bijaksana itu rasanya suatu anugerah kalau bisa mendapatkannya. Saya lebih cenderung menganalisa banyak hal dalam hidup (saya jadi ingin kerja jadi data analyst, deh) dan menarik banyak study case hingga bisa juga dibilang, kesimpulan dari padanya. Yaitu, saya jadi yakin, kalau kita tidak selalu membutuhkan apa yang ditawarkan brand kepada kita.


Saya tidak perlu berapa helai blazer hanya karena itu sedang trend di Instagram dan banyak influencer Korea terlihat keren memakainya. Saya tidak perlu harus mencoba semua mereka skincare dan makeup yang setiap jam muncul bagai jamur sehabis hujan. Saya tidak butuh perasaan sedih dan depresi karena ketinggalan trend terbaru sedangkan rekan sesama beauty blogger/influencer sudah pernah memakai produk dari brand yang sedang hype tersebut.


Hype sendiri adalah hal gila. Hype, trend, hashtag, viral, dan sejenisnya adalah hal- hal yang membuat kehidupan zaman ini terasa sulit dan membelenggu. Sama seperti pernikahan dua orang egois yang tidak mau mengakui kesalahan dan sebaiknya bercerai saja daripada membuat dunia anak mereka hancur, hype dan kawan- kawan adalah rantai di kaki.


Berapa kali saya bertanya dan ditanyakan, “Kamu tidak tahu ini-itu? Masa sih, ini-itu siapa ini- siapa itu kamu tidak tahu?”.





Hello.


Ada banyak ini-itu dan siapa ini- siapa itu yang tiba- tiba nongol, tentu saja saya tidak tahu semuanya. Bahkan apa yang trend di zaman saya masih muda saja, saya tidak ingat semua. Lalu apakah itu penting?


Tentu saja tidak.


Hanya saja, kalau kamu tidak tahu trend dkk, ya, kamu biasanya akan mengalami sindrom of FOMO dan no longer SWAG coz you’re not DOPE.


Saya melihat langsung sindrom FOMO alias Fear Of Missing Out ini pada banyak orang di sekeliling saya. Sayangnya mereka tidak mengenal FOMO dan bahkan tidak tahu FOMO itu ada padahal sudah hype lama. Now, who’s the DOPE one here, hey?


FOMO membuat orang- orang anxious, cemas kalau mereka tidak mengetahui suatu hal dan merasa tersisihkan. Ini cenderung akan memicu atau triggering ras su’udzon yang berujung pada BAPER. Dari sini, saya selalu menjadi target dan korban dari orang- orang FOMO yang su’udzon dan baper ini. Bahkan hingga sampai membuat saya terancam dan berpikir keras, WHAT’S WRONG WITH YOU PEOPLE?!


Namanya mereka juga tidak tahu apalagi sadar apa yang telah mereka lakukan, mereka terus akan merasa benar. Hingga, mau tidak mau, secara naluriah pula, saya akan membalikkan prasangka yang direfleksikan dari perlakuan mereka pada saya.


Bak kata masyarakat TikTok: IRI BILANG, BOSS!


Iri adalah perasaan wajar dari manusia, baik kadar rendah maupun kadar busuk hati yang berujung pada banyak variasi dalam melampiaskannya. Meski saya pemalas kalau dalam hal iri hati dan respon normal saya biasanya ; ya, rezekinya, kenapa saya harus pusing?


Tetapi, saya juga terkadang iri. Kenapa mereka lebih keren, wajahnya simetris, sukses, kaya, bahagia, punya pasangan yang ‘kelihatannya manis’, bisa liburan kesana kemari, bla bla bla. Itu semua normal terlebih dengan exposure dari media sosial saat ini yang selalu ajang pamer legal dengan over exposure. 


Rasa ingin mendapatkan hal yang sama tersebut membuat saya anxious, bahkan saya juga berpikir saya berhak mendapatkan semua kebahagian tersebut. Iya, saya memang berhak mendapatkan kebahagian, tetapi kebahagian yang dibutuhkan setiap orang berbeda porsi, situasi dan kondisinya. Ya, saya akan bahagia liburan kesana-sini nanti jika saya ada rezeki dan virus sudah reda. Ya, saya mungkin akan bebas masalah finansial kalau saya belajar berinvestasi pada hal yang tepat. Macam- macam kebahagian buat saya, kurang lebih sama dengan orang lain dengan bumbu khas berbeda.


Mood swing membuat rasa iri dan tidak saya terombang- ambing mengikuti mood saya yang swing ke kanan, kiri, depan, belakang, atas, bawah. Ditambah depresi dan penyakit mental yang saya derita dari dulu, tidak mudah untuk berhadapan dengan rasa iri dan mengatasinya dengan logika. I like to reason with myself.


Walau di agama rasa iri itu sangat dilarang keras, tapi entah kenapa, rasa iri itu sebenarnya cukup sehat dengan kadar yang cukup. Saya adalah contoh orang yang tidak cenderung lempeng tidak menjadikan rasa iri sebagai motor dalam hidup sehingga saya tidak punya ambisi. Mungkin saya punya cita- cita, tapi saya tidak punya ambisi yang kuat untuk menggerakkan diri saya.


Punya rasa iri yang tepat sebenarnya baik, itu akan memacu diri kita. Tapi kalau salah dosis, itu bisa menghancurkan hingga membusuk yang nantinya muncul istilah busuk hati (pandai sekali saya, berkata- kata, ya?).


Seorang dengan pribadi lempeng seperti saya, tahu apa, sih? Apapun rezeki orang lain, saya yakin itu adalah hadiah kerja keras mereka, doa tanpa henti, keberuntungan, bantuan dari orang lain, dll. Kemudian, kenapa saya harus iri dengan mereka? Walau dia adik saya sekalipun, tentu saja jalan hidup berbeda. Lalu kenapa harus repot- repot iri?


Benar, saya malas sekali merasa iri. Lelah begitu, karena hampir seringnya itu tidak ada hubungannya dengan saya. Jad, kenapa repot- repot buang waktu? Mending bawa webtoon dan baca e-book ahahaha


Logis, bukan?


Lha, iya memang logis.






Begitu, saya tetap mempunyai anxiety akan ekspektasi pada diri saya sendiri. Umur sekarang ini, saya harusnya sudah berkeluarga dengan 3 anak dan suami cakep, tajir bin bucin pada saya. Siapa yang membuat keharusan ini? Kebiasaan dari masyarakat bumi.


Faktanya, saya melawan arus aturan sosial. Tidak sengaja melawan arus aturan sosial karena saya hanya menjalankan hidup selayaknya orang lain, tetapi memang saya belum menapaki ‘jenjang’ kehidupan seperti orang lain. Jalan saya berbeda, instead of taking stairs straight up, saya malah berputar, menggelinding, lompat- lompat apapun itu.


Jalan hidup tidak sama dan yang menentukan itu ya, Tuhan. Senangnya, manusia playing God. Menambah deretan anxiety saya. 


Mulai dari saya harus memenuhi kuota shopping dan berpakaian mengikuti tren, kulit glowing dengan ribuan produk dan merek, bersikap dengan rules tertentu, menjadi manusia, perempuan, anak, saudari, tante, teman dll, membuat saya anxious.


Saya tidak bisa memenuhi itu semua karena betapa pun saya mencobanya dengan keras, tidak semua orang akan menyukainya. Daripada saya harus memaksimalkan apa yang tidak akan pernah bisa saya penuhi, lebih baik saya beralih menjadi minimalist.


Dalam minimalism, selain mengurangi semua hal yang terlalu sesak untuk ditinggali baik secara harafiah maupun kiasan, cara hidup sederhana ini membuat pikiran dan tekanan sosial saya menjadi lebih bearble, tidak mudah dilalui tapi dapat dilakukan. 


Kebendaan dan validasi tidak lagi membuat saya cemas dan literally sweating, saya bisa merelakan banyak benda yang mungkin dulu punya nilai sentimentil (well, I don’t have much problem letting the stuff go, it’ll only chained me, I hate to be chained down), melepaskan masa lalu yang sebenarnya cukup buram untuk diingat tapi selalu di romanticize, hingga merelakan orang- orang yang telah membawa kenangan buruk pada saya.


Mengikuti jalur minimalism membuat saya melihat hal dari sudut pandang berbeda, bahkan saya keluar dari kotak untuk melihatnya dari semua sudut jika memungkinkan. I mean, saya mengakui saya kecanduan menghabiskan waktu yang terbuang sia- sia dalam hidup, namun, saya juga harus mengakui bahwa saya menderita penyakit mental yang parah saat itu. Tidak perduli betapa saya ingin waktu itu kembali, saya sakit dan itu adalah salah satu waktu terberat saya dalam hidup ini.


Minimalism membuat saya paham akan banyak konsep dalam hidup, hingga saya pun ‘ngeh’, bahkan nabi kami, Muhammad SAW juga adalah seorang minimalist sejati. Beliau bisa memiliki bulan, bintang, gunung, emas, you name it, tapi beliau tidak memerlukan itu semua karena pada akhirnya itu hanyalah rantai dan tidak relevan.


Jangan munafik juga, kita memerlukan uang untuk hidup, oh, I tell you I love money like everyone does. In fact, saya kepingin punya tabungan 21 Miliar dollar dan properti disana- sini jadi saya bisa berbagi dengan orang- orang terkasih dan menolong mereka yang membutuhkannya. Bahkan saya akan merasa terlindungi dengan itu semua; MONEY.


Sampai pada suatu titik, ya, kita tentu merasa nyaman kalau kita mempunyai dana yang bisa menopang hidup kita dalam keadaan darurat sekalipun. The point is; kaya seperti Zuckerberg tapi terlihat ‘miskin’ juga seperti Zuckerberg. Eh tidak ding, tidak harus sekaya itu karena pasti bayar pajaknya sulit, sudah tahu kan, saya orangnya pemalas apalagi kalau harus mengurus pajak ini-itu.


Maksud saya adalah punya uang lebih itu bagus, like you actually needs 10 but you got 15. Ini bagus karena akan membuat safety nets. Tapi jika berlebihan dengan tidak adanya kemampuan mengolah dan cenderung tidak dapat mengatasi masalah yang ditimbulkan dari banyak uang, money only caused you anxiety. 


Ya, seperti orang rich kids, rich people on Instagram, punya uang berarti you flaunt them to yo haters. You show them your LV toilet seat. Saya tidak butuh yang seperti itu tapi tidak yang seperti Zuckerberg juga. My point is, kalau saya sekaya itu, saya akan benar- benar menghilang dari publik dan menikmati hidup setenang mungkin jauh dari keramaian. 






Balik ke realita, apa yang membuat saya anxious adalah ketidakpastian dan masa depan. Seorang minimalist tidak membeli hanya karena just in case yang berarti prediksi masa depan cenderung tidak akan terjadi karena pembelian tersebut tidak berpotensi cukup baik di masa depan. Ini sudah terjadi kepada saya dalam hal memberi barang sebagai ‘stok’.


Masa depan adalah hal yang menakutkan and I need a grasp of it yang mana itu mustahil. Jadinya saya mengikuti beberapa petuah logis (saya benci petuah yang tidak logis) dari para pendahulu minimalist yakni; menabung itu penting, investasi jika memungkinkan, selalu merasa bersyukur dan berkecukupan, bahkan apa yang saya punya saat ini sebenarnya sudah cukup.


Meski saya masih takut akan masa depan yang blur di depan saya, paling tidak dengan menjadi minimalist, perasaan anxious saya mendapatkan reason yang masuk akal dan mengurangi struggling akan hal- hal yang sebenarnya tidak penting. Anyway, who needs 10 different serums like heck you can lather them in your face at the same time?





Siapa sangka saya akan menulis review mengenai cleansing oil karena saya sebelumnya termasuk orang yang skeptik menjadikan oil untuk membersihkan wajah. Tapi karena saya adalah beauty blogger (masih amatiran), saya harus, paling tidak mencoba satu atau dua cleansing oil.


Kebetulan saya mendapatkan cleansing oil dari Elizavecca, lalu Biore yang saya dapat dari share in jar hingga Huangjisoo. Iya, saya baru mencoba 3 mereka saja, itupun rasanya lumayan cukup jika ingin dibandingkan.


Oya, ini akan jadi review tersingkat Ann Solo sejauh ini karena saya sedang syibuk..wkwkwk



Review Cleansing Oil Elizavecca, Biore dan Huangjisoo


Jujur saja, ketika saya ‘ngeh’ kalau cleansing oil ini diklaim 90% terbuat dari olive oil dan minim bahan lainnya, saya lumayan antara cemas takut terlalu berat dan berisiko atau malah lega karena ingredients-nya tidak terlalu riweh. Tapi ternyata, walau tekstur cleansing oil ini agak berat, selama saya hampir menghabiskan lebih ½ botol, saya tidak mengalami bruntusan atau purging.


Tidak sama sekali.





Sedangkan Biore yang untung banget di kasih share in jar, ternyata tidak cocok. Biore ini membuat kulit saya kering, ketarik dan muncul bruntusan. Mana juga wanginya termasuk kuat bagi indra penciumana saya. Rupanya saat saya membuat review singkat di Instagram, banyak yang mengaku juga tidak cocok dengan Biore cleansing oil ini. Sayangnya saya tidak lagi punya foto produk Biore cleansing oil ini.


Syukurlah saya tidak jadi membeli full size.





Lalu Huangjisoo yang membuat saya lumayan skeptik, tapi lagi- lagi, cleansing oil ini ternyata cocok dikulit saya. Tidak seberat Elizavecca tapi lumayan lembabnya sama. Meski memang lebih tidak mempunyai isi seperti 2 cleansing oil sebelumnya, dengan netto 100ml, cleansing oil ini lebih mudah dihabiskan (padahal masih belum habis juga).


Itulah tadi 3 cleansing oil yang sudah saya coba sejauh ini, kalau ditanya apakah saya ingin mencoba mereka lain, ya ingin juga walau tidak ngotot. Karena saya anaknya micellar water yang cepat dan ringkas (walau limbah kapasnya bikin perih), saya masih harus membiasakan menghapus riasan sepenuhnya dengan cleansing oil.


Apakah kalian terbiasa membersihkan riasan dengan cleansing oil? Kalau iya, yuk, berbagi apa saja cleansing oil kesukaan kalian dan kalau tidak, apakah kalian punya pendapat sendiri mengenai cleansing oil? 




Peeling serum yang paling legend sejauh ini yang saya tahu ya, dari The Ordinary. Tapi berhubung saya belum bisa menemukan produk The Ordinary yang asli dan aman (hati- hati TO banyak palsunya, sis), maka saya coba versi lokal dulu yakni Somethinc  AHA BHA PHA Solution dan merek Korea So Natural  Red Peel Tingle Serum.


Jadi kedua produk ini adalah chemical peeling yang harusnya lebih nampol dan aman dari physical peeling yang biasa dulu saya pakai berupa St Ives scrub (duh, jaman- jaman itu, ya). Scrub memang lebih terasa dan terlihat instant, karena kalau sudah scrub kulit, maka langsung berasa halus. Tetapi sebenarnya cara ini bahaya, apalagi saya baru tahun kalau kulit saya termasuk sensitif di saat- saat tertentu.


Ini menggerus lapisan kulit saya, bahkan rasanya veins dimuka saya semakin kuat membayang (akibat pakai scrub wajah dari umur 18 tahun?). Karena itu saya beralih ke metode lain berhubung kulit saya mudah sekali gradakan, kasar dan kusam. Komedo memang akan terus ada ya, karena kulit kita juga memproduksi sebum dan bercampur kotoran, yang mana memang harus diekstraksi.


Ya, walaupun sudah pakai peeling begini, tapi saya tetap mengeluarkan komedo dengan alat khusus. Somehow peeling model begini tidak bekerja langsung sekali pakai, harus konsisten dan teratur. Namun yang namanya komedo terutama yang blackhead, terlalu stubborn untuk luruh bersama peeling, jadi mau tidak mau saya harus mengeluarkannya.



Review Somethinc AHA BHA PHA Solution




Produk dari Somethinc ini yang saya coba pertama kali. Botolnya kecil dengan isi 20 ml dan pakainya juga beberapa tetes (mengikut saran pemakaian), namun karena wajah saya lumayan lebar (?) jadi saya harus memakaia beberapa tetes lebih banyak. Kemudian dibiarkan selama 10 menit, jangan lebih, lalu bersihkan wajah dengan air suam kuku (lukewarm).


Awalnya saya pikir serum ini akan semerah dan se-tingling seperti TO (yang dari saya baca review-nya, ya). Tapi serum ini tidak semerah itu dan entah kenapa terlalu cair. Setelah dibersihkan pun, ada rasa lengket dan seperti greasy yang susah saya jelaskan dan membuat tidak nyaman. Meski menurut Somethinc, tidak perlu dibilas dengan pembersih wajah tambahan, tapi saya merasa kebas dan greasy, jadi jelas saya memakai facial wash sesudahnya.


Saya juga mengikuti cara pakainya dengan seksama, 2x seminggu, tapi sudah mau habis pun, saya tidak merasa perubahan apa- apa. Seriously. Kulit malah terasa berat, seperti ada lapisan film di atasnya. Kulit pun tidak terlihat lebih cerah atau bersih layaknya sehabis peeling, malah kelihatan agak kusam. Uhuhuhu salahnya dimana, padahal saya mengikuti petunjuk dan tidak mencampur pemakaian retinol, vitamin c, dkk.


Apa mungkin karena kadarnya yang rendah dibandingkan TO? Apa mungkin kulit saya lebih sesuai dengan kadar AHA BHA yang lebih tinggi? Kurang tahu juga, saya harus coba TO untuk cari tahu. Mungkin suatu hari nanti? Anyway, untuk Somethinc AHA BHA PHA Solution ini bukanlah solusi yang tepat untuk kebutuhan kulit saya.



Review  So Natural  Red Peel Tingle Serum 




Sama seperti ide dari TO, begitu juga mereka Korea yakni So Natural yang datang dengan peeling serum merah bentuk serum walau yang saya pakai ini adalah versi travel size-nya. Peeling serum ini juga rasanya lebih mendekati TO (?) yang lumayan kental dan merah. 


Hasil pemakaian So Natural  Red Peel Tingle Serum ini juga jauh lebih berasa efeknya ketimbang Somethinc diatas, mungkin karena konsistensinya juga beda, ya. Kulit saya pun lebih terlihat bersih dan cerah setelah pemakaian dan untungnya rasa tingling-nya tidak terlalu parah sampai ingin menggaruk wajah.



Somethinc atau So Natural?


Meski dari segi harga memang jauh lebih mahal dari Somethinc, tapi dari segi hasil, saya memang lebih memilih So Natural karena lebih worth it dan memberi hasil. Tapi kalau pembaca masih baru dalam ‘bidang peeling serum’ seperti saya, mungkin bisa mencoba Somethinc lebih dulu apalagi kalau belum yakin kondisi kulit bisa menanggung peeling dengan AHA BHA tinggi.


Tapi kalau kulit pembaca mudah gradakan, kasar sampa komedonya menonjol dan tidak rata, mungkin bisa mempertimbangkan untuk investasi ke So Natural. Namun ya, yang namanya kondisi kulit pasti naik turun, jadi kita harus selalu sedia tools yang tepat untuk mengatasinya. Seperti peeling serum adalah salah satu skincare item yang harus ada setiap saat, cuma tinggal cari yang worth buying untuk hasil dan pertimbangan harga. Saya sendiri akan tetap mencari peeling serum yang harganya kalau bisa sih, diantara Somethinc dan So Natural ini (bukan main impian, Ann Solo ini, ya?!). 


Review Pixy Stay Last Serum Foundation



Mau tanya nih, apakah kalian masih dandan lengkap dengan foundation walau kita masih diwajibkan memakai masker pelindung dan pencegah corona? Kalau saya sih, masih dandan lengkap pakai foundation walau memang tidak tiap hari, tergantung mood dan kalau lagi cari semangat saja, al maklum sejak pandemi, rasanya jadi kurang semangat.


Cuma saya memang mengganti foundation yang lebih ringan dan kalau bisa tidak terlalu berat karena saya juga sering kena maskne. Makanya sekarang saya beralih menggunakan Pixy Stay Last Serum Foundation yang katanya memang diformulasi seperti serum yang akan memberikan kesan riasan matte selain juga ada SPF 50 & PA +++.


Sebelumnya saya sempat melihat kalau foundation ini juga di rave oleh penggemar makeup bahkan aman dipakai dibalik masker. Secara, kita memakai masker tiap hari ya, jadi saya concern kalau foundation akan menempel dan mengendap menjadi bibit jerawat. Lalu bagaimana hasil pemakaian dan review saya setelah memakai foundation dari Pixy sang local brand kesayangan kita semua ini? Yuk, simak penjelasannya dibawah ini.



Keunggulan Pixy Stay Last Serum Foundation





Tidak lengkap rasanya kalau tidak melihat klaim keunggulan dari sebuah produk karena dari situlah kita mengetahui apa saja kelebihan si produk tadi yang kiranya akan sesuai dengan kriteria yang kita cari. Adapun klaim dari serum ini adalah :


  • Whitening

Formula 2-Way Whitening membuat kulit tampak lebih cerah.


  • Protecting

SPF 50 & PA +++ menjaga kulit dari paparan sinar matahari.


  • Moisturizing

Argan oil menjaga kelembaban kulit.


  • Beautifying

Stay Last Micro Powder untuk membantu makeup tahan lama hingga 12 jam.




Sedangkan daftar ingredients Pixy Stay Last Serum Foundation :

Cyclopentasiloxane, Water, Titanium Dioxide, Talc, Ethylhexyl Methoxycinnamate, Ethylhexyl Salicylate, Butylene Glycol, Isononyl Isononanoate, PEG-9 Polydimethylsiloxyethyl Dimethicone, Glycerin, PEG-3 Dimethicone, Sodium Chloride, Aluminum Hydroxide, Sorbitan Sesquiisostearate, Phenoxyethanol, Aluminum Dimyristate, Dimethicone, Fragrance, Pachyrhizus Erosus Root Extract, Tocopherol, BHT, Magnesium Ascorbyl Phosphate, Argania Spinosa Kernel Oil, Cl 77492, Cl 77491, Cl 77499.




Shade Pixy Stay Last Serum Foundation






Secakep apapun foundation, hal yang paling menantang adalah mencari dan menyesuaikan shade yang tepat bagi kulit kita. Mulai dari undertone sampai cocok apa tidaknya perpaduan undertone dan shade tersebut. Saya sendiri mempunyai undertone netral dengan uneven tone yang lebih cenderung memerah di bagian pipi. Susah memang, karena saya harus menyesuaikannya tetapi untungnya Pixy hadir membawakan 5 shade.

Sebagai pengguna Pixy dari zaman bahela’, saya senang akhirnya Pixy mulai datang dengan tidak hanya inovasi pada ragam produk, kandungan dan bahan, packaging namun juga variasi shade. Saya juga berharap kalau foundation ini akan diperluas lagi shade-nya sehingga semua tone kulit akan juga dapat menikmati kerennya foundation ini. Sedangkan shade Pixy Stay Last Serum Foundation yang bisa dipilih adalah :



  • Pixy Stay Last Serum Foundation - 01 Rosy Ivory 

Shade ini akan lebih sesuai untuk warna kulit terang atau fair dengan undertone cold atau yang kulitnya cenderung pink/memerah.


  • Pixy Stay Last Serum Foundation - 02 Yellow Beige

Shade ini akan lebih sesuai untuk warna kulit light to medium atau kuning langsat dengan undertone kuning namun tidak terlalu kuat.


  • Pixy Stay Last Serum Foundation - 03 Natural Beige

Shade ini akan lebih sesuai untuk warna medium ke atas atau sedang dengan tone yang sedikit lebih pekat kuningnya.


  • Pixy Stay Last Serum Foundation - 04 Golden Tan

Shade ini akan lebih sesuai untuk warna kulit medium yang tan dan mendekati gelap dengan undertone dingin.


  • Pixy Stay Last Serum Foundation - 05 Rich Tan

Shade ini akan lebih sesuai untuk warna kulit yang gelap namun tidak terlalu deep dengan undertone olive.



Dari 5 foundation ini, saya akhirnya memilih memakai shade 01 Rosy Ivory meski saya berharap foundation ini lebih variatif dengan membuat shade diantara 01 Rosy Ivory dan 02 Yellow Beige karena shade dan undertone saya ada ditengah- tengahnya. Anyway, kalau saya sedang rajin, saya biasanya memang memakai 2 shade untuk bagian uneven skin tone (saya memang rajin, wkwkwk).




Packaging Pixy Stay Last Serum Foundation






Pernah kelabakan dan overwhelming menghabiskan sebuah foundation tidak, sih? Saya sering sekali karena sebenarnya saya lebih memilih ukuran isi foundation yang pas dan tidak sedikit maupun terlalu banyak sehingga sulit menghabiskannya (secara saya hanya memakai foundation sewaktu kerja saja). Jadi saya super excited karena Pixy datang dengan foundation mungil yang sekalian juga bisa diajak traveling (iya, nanti ikut ya Pixy, tunggu aman buat jalan- jalan dulu, ya).

Secara keseluruhan, packaging  Pixy Stay Last Serum Foundation :

  • Kecil dengan isi 17 ml saja jadi bisa diselipin ke dalam makeup puch saya yang kecil juga.

  • Meski kecil, ternyata isinya sangat- sangat cukup bagi saya yang memakai foundation tipis saja.

  • Mungkin karena serum foundation, jadi tampilan botolnya pun sama seperti serum umumnya yakni botol kaca yang doff dan pipet yang sleek.




Review dan Hasil Pemakaian Pixy Stay Last Serum Foundation





Walau Pixy mengklaim bahwa foundation ini aman dipakai hingga 12 jam, seumur- umur saya tidak pernah memakai foundation selama itu, palin 2 jam kalau ke kondangan atau kurang lebih 8 jam ketika ngantor. Jadi saya tidak bisa klaim pemakaian selama 12 jam ya, saya cuma bisa berbagi review pengalaman memakai foundation ini selama saya bekerja, yakni :


  • Foundation ini ada wangi yang floral-is dan untungnya tidak overwhelming (karena saya sinus, saya sensitif dengan pengharum).

  • Teksturnya ringan, cair dan tidak terasa berat meski ada beberapa lapisan seperti minyak (makanya harus di kocok/campur dengan benar) dan berasa menyerap bagai skincare.

  • Rutin skincare saya pagi hari sangat ringkas; pembersih wajah, toner, sunscreen lalu makeup. Tapi berhubung foundation ini sudah ada sunscreen dengan SPF tinggi (hooyeeaah!), saya skip sunscreen lagian saya di kantor yang nyaris tidak kena sinar matahari selama bekerja.

  • Karena sunscreen telah di skip, maka foundation ini memang mempunyai hasil matte tapi yang segar gitu, seperti kulit sehat dan tone-nya pun naik karena mungkin dari efek terlihat sehat tadi.

  • Tidak terasa kering dan cukup menghidrasi sehingga tidak mengempasis pori ataupun settle in pores, aman!

  • Cukup menutupi faded acne scars yang tidak terlalu menghitam dan merah- merah di pipi, tetapi tidak dengan bekas jerawat tahunan yang super hitam di pipi kanan karena bekasnya memang stubborn.

  • Lalu saya akan mengunci riasan dengan bedak tabur ringan karena bagaimanapun, tipe kulit saya adalah berminyak kombinasi dengan area T-zone yang menambang ladang minyak. Jadi bisa dibilang foundation ini cukup stay untuk 2 - 3 jam pertama, lalu memudar karena air wudhu dan campuran keringat.





Overall, pengalaman saya memakai Pixy Stay Last Serum Foundation ini sangat menyenangkan. Bahkan saya memakainya sebagai concealer ketika kulit saya meradang dan tidak bisa dirias. Sedangkan cara pakai yang biasa saya coba adalah :


  • Tangan adalah tool makeup terbaik (dan terburuk kalau tidak cuci tangan!), makanya saya lebih memilih menggunakan tangan karena selain kebiasaan, juga lebih presisi.

  • Saya biasanya menyapukan foundation satu persatu di bagian wajah, tidak di totol atau langsung ditempelkan dengan pipet ke wajah karena itu bisa membuat bakteri menempel dan ikut masuk ke botol.

  • Selain dengan tangan, kamu juga bisa memakai foundation ini tergantung dengan teknik dan cara kamu sendiri entah itu dengan brush maupun beauty blender.

  • Oya, sebelum dipakai, foundation ini harus dikocok dulu hingga  rata dan mudah baurkan ke wajah nantinya.




Review Pixy White-Aqua Pore Cleanse Micellar Foam





Rasanya hampir semua produk pembersih wajah dari Pixy sudah saya coba (termasuk makeup) jadi begitu tahu bahwa Pixy mempunyai White-Aqua Pore Cleanse Micellar Foam yang praktis dalam bentuk pump dengan bantalan massage begini, maka hukumnya adalah must try..ahaha









Karena saya bucin sama facial wash, makanya saya agak sedikit picky dengan segala jenis tipe pembersih wajah. Mengingat ini adalah step dasar yang sebenarnya krusial, kalau wajah tidak bersih, maka step baik itu skincare dan makeup berikutnya akan mendapatkan pengaruh yang tidak baik. Jadi setelah mencoba Pixy White-Aqua Pore Cleanse Micellar Foam ini 2x sehari, maka bisa saya simpulkan bahwa :


  • Facial wash tipe pump ini adalah idaman saya karena praktis, tinggal di pump, langsung berbusa dan menghemat waktu membersihkan muka saat malam yang sudah keburu lelah.

  • Aman sebagai 2nd cleanser karena water-based.

  • Tidak menyebabkan kulit kering dengan sensasi tertarik, jadi cukup lembab meski tidak terasa greasy, slippery juga. Pas!

  • Mempunyai pewangi yang cukup kuat, walau pas sudah di pump tidak terlalu menyengat (please buat yang tidak ada pewangi dong, Pixy).

  • Lapisan plastik brush yang berfungsi sebagai massager bisa copot terpisah dan dibersihkan, begitu juga tutupnya yang bisa dilepas pasang, jadi jangan sampai hilang untuk menjaga kebersihan brush-nya.

  • Untungnya brush si massager ini tidak terlalu kaku dan menggerus, cukup aman dipakai saat sudah lelah tapi ingin muka bersih dengan sedikit effort memijat dengan tangan, brush ini menjadi life saviour banget.

  • Walau ada micellar-nya, ini bukan seperti micellar water biasa ya, jadi ikuti cara pemakaiannya yang ada di belakang kemasan.





Beli Produk Pixy


Hari gini dengan brand lokal sebesar Pixy, kita dapat menemukannya dimana saja, bahkan di mini market sekalipun. Tentu saja siapa saja bisa menemukan rangkaian lengkap Pixy  di banyak e-commerce. Kalau kamu biasa belanja online, berikut beberapa e-commerce besar yang menjual Pixy secara resmi  :


  • Official Store PIXY di Tokopedia: https://www.tokopedia.com/pixyofficial/

  • Official Store PIXY di Lazada: https://www.lazada.co.id/shop/pixy-official-store/

  • Official Store PIXY di Shopee: https://shopee.co.id/pixyindonesia

  • Sociolla: https://www.sociolla.com/658_pixy


Untuk mengetahui lebih lengkap lagi apa saja rangkaian dan lini dari Pixy, kamu juga bisa datang ke laman web resmi PIXY Official Website: https://www.pixy.co.id. Lalu kalau harus memberi rate, saya akan memberikan 4/5 karena baik foundation dan face wash dari Pixy ini memang worth trying dengan hasil yang tidak mengecewakan.









Phew!  


Meski saya sudah bertekad untuk menantang diri sendiri dengan menulis lebih teratur dan konsisten, ternyata itu tidak mudah, Ferguso! Lebih tepatnya untuk mengumpulkan mood dan tenaga, karena setelah pulang kantor, yang mana pekerjaan saya adalah content writer (yang menulis setiap hari), saya sudah kandung lelah, maunya bersihin muka, mandi terus melingkar di kasur, rebahan.


Lalu waktu weekend pula, selain memang harus buat kerjaan kantor, kemarin- kemarin saya sedang giat membersihkan dan menyingkirkan barang, demi jadi minimalist begitu. Tapi ini sebenarnya tidak baku, kadang weekend pun, saya lebih banyak membaca e-book atau webtoon, tidur lebih lama, luluran, main sama keponakan, menikmati hujan, terkadang olahraga ngikutin video aerobik YouTube atau  jalan kaki di area rumah. Intinya saya sebisa mungkin saya mencoba produktif (meski rasanya selalu kurang)  tiap weekend walau rasanya tidak ada yang menuntut demikian.


Namanya juga weekend, itu bermakna kita bisa beristirahat atau melakukan hal- hal yang menyenangkan. Secara teori ya, tapi prakteknya adalah tergantung individu masing- masing.


Terus, bagaimana progress saya menjadi minimalis? 






Oh well, kloter buku dan beberapa skincare telah diangkut, pakaian juga masih belum ada penambahan dan telah disingkirkan hampir 70%. Jadi kini saya sedang rajin mencari ide capsule wardrobe dengan memanfaatkan pakaian yang ada dengan style terbaik. Eh, tidak juga sih, saya tidak harus menjadi fashionable, karena saya biasanya berpakaian menyesuaikan dengan kenyamanan saja (ya, walau kadang sering salah kostum).


Mungkin karena saya baru menemukan praktisi minimalist yang tidak berhijab, kadang rasanya iri, mereka bisa mengurangi jumlah pakaian seminimum mungkin hingga ada yang malah punya 10 pakaian saja. Itu sih, karena mereka tidak memakai hijab sehingga banyak yang bisa dipangkas.


Sedangkan saya jelas berhijab, memakai baju lengan panjang dan tak jarang harus memakai pakaian kaos dalam yang otomatis membuat saya tidak bisa se-ekstrim dengan memiliki 10 pakaian saja. Berhijab sendiri memang bukan halangan untuk menjadi minimalis, tapi menjadikan gaya berpakaian hijab seminimalis mungkin, itu baru tantangan bagi saya.


Pribadi pun, saya lebih suka cara pakaian yang simple dan non fuss, kalau dulu pun saya mengikuti trend hijab lilit selilit-lilitnya dengan warna- warna mencolok, kini saya lebih memilih hijab ringkas dan warna kalem seperti pastel tone. Begitu juga pakaian yang saya kenakan, bisa dikatakan, saya lebih condong pada monochrome ketimbang memakai pattern yang meriah.


Ya, saya masih suka kok, memakai pakaian bermotif, tapi untuk memakainya saya memerlukan mood yang baik karena pattern yang dipakai ke tubuh adalah semacam teriakan yang kuat bagi persepsi saya. Statement look, istilah fashion-nya begitu.



Paduan Warna Monochrome, Pastel dan Nude untuk Berhijab






Tidak ada yang baru dari cara saya memakai pakaian dan berhijab, hanya ada trik yang saya sesuaikan dari berpakaian biasa. Lengan pendek, jadi panjang. Celana skinny, jadi boyfriend jeans yang lebih nyaman (karena kaki saya melengkung, saya heran kenapa dulu saya percaya diri sekali memakai tipe jeans itu).

Pada dasarnya saya berpakaian mengikuti mood hari itu dan kenyamanan adalah nomor 1. Begitu juga warna yang secara umum, saya menyukai semua warna, tetapi entah kenapa saya sekarang lebih nyaman dengan warna- warna biru dkk, coklat dkk, nude dkk, hitam dkk, putih dkk dan tentu saja pastel dkk. Karena rasanya warna- warna ini sangat trendy dan mudah dipadu padankan. 

Dasar panduan warna- warna ini bisa dilihat secara jelas dari Kim Kardashian dkk yang selalu bold meski warna yang mereka kenakan seperti warna lumpur. Atau juga dari inspirasi fashion Instagram yang selalu up to date. Bahkan juga, dari praktisi minimalist sendiri yang mengkorporasikan beberapa helai pakaian dan warna terbatas namun dengan hasil gaya yang kece.

Ya, intinya, pandai- pandai saya saja mencari apa yang sesuai dengan gaya saya baik saat ini atau pun mengikuti mood 2 detik lagi. Tetapi, entah kenapa saya lebih ‘kalem’ dengan memilih warna dan jenis pakaian yang tak kalah kalemnya. Apakah ini yang dinamakan (efek) minimalist dalam berpakaian? 


PS.
Cover fotonya malah tidak pakai hijab, ya? Ahahaha




Semakin kesini, produk kecantikan lokal semakin inovatif ya, bund. Baik itu dari formula bahan yang digunakan, klaim pemakaian yang menjanjikan hingga packaging-nya yang super kece. Salah satunya adalah Lume Cosmetics yang membawa  produk Lumecolors mereka yang cukup lengkap dan variatif mulai dari foundation, lip coat, beauty sponge hingga lip cream yang bisa dipakai di bibir dan sebagai blush on juga.


Lalu, hari gini apa bisa pakai makeup juga? Walau harus pakai masker setiap saat?


Tergantung. Saya sendiri terkadang masih memakai makeup untuk menyenangkan dan menghibur diri, walau pandemi saya tetap ingin terlihat kece. Jadinya saya tetap memakai riasan dibalik masker mengingat dikantor juga saya bisa melepas masker tadi. Lagipula, memakai riasan juga membantu kulit wajah saya mudah kelihatan lelah dan fatigue lebih terasa cerah dan segar.


Ya memang sih, saya tidak memakai riasan yang komplit sampai bulu mata palsu, saya selalu excited jika memakai foundation, lumayan bun, bisa memberi efek kulit sehat dan menutup beberapa kemerahan di wajah. Jadi kali ini saya pun mencoba mereka lokal yang baru saya temukan yakni Lume Cosmetics dengan lini makeup mereka yakni Lumecolors.



Mengenal dan Berbagi Review Lumecolors


Awalnya saya kira ini adalah brand luar, tapi ternyata dari Indonesia. Karena brand ini terlihat kece dengan packaging-nya yang cukup berbeda dan menarik. Sedangkan produk yang dikeluarkan Lumecolors sejauh yang saya cek dari website resmi mereka, adalah foundation, lip cream, beauty sponge dan bedak (kurang pasti juga ya, bund, sepertinya mereka cukup lengkap). Berikut ini beberapa review yang saya bagikan setelah memakai produk Lumecolors.


Review Lumecolors HD Full Coverage Ultra Lightweight Foundation




Siapa yang bucin foundation? Angkat tangan! Saya! Saya adalah salah satu yang bucin foundation karena kulit saya mudah kelihatan kusam dan lelah dengan bercak- bercak merah, sehingga saya ‘melarikan diri’ dengan menggunakan foundation. Kenapa tidak concealer? Karena tidak ampuh, bun. Malah seringnya concealer saya lebih duluan luruh.


Itulah guna adanya foundation yang dirancang khusus untuk menutupi bekas jerawat, kemerahan, uneven skintone dan lain- lain.  Tetapi saya sendiri tidak selalu menggunakan foundation yang high coverage setiap waktu. Meski foundation dari Lumecolors ini mengklaim coverage yang tinggi namuan tetap ultra light, apa betul begitu?.


Kalau menurut pendapat saya setelah memakainya :


  • Shade Light sebagai shade tercerah dari foundation ini ternyata sesuai dengan shade dan tone kulit saya, bahkan pada bagian dahi, foundation ini seolah bagai 2nd skin karena blend dengan baik. Love it! Ternyata saya pas dalam memilih shade-nya! Syalalala!

  • Mudah dibaurkan, tidak menumpuk dan cepat mengering, bahkan saat diaplikasikan dengan tangan, hasilnya jadi lebih baik.

  • Teksturnya yang pas, tidak terlalu cair dan tidak terlalu creamy, membuatnya sesuai dengan skincare step saya yang lembab dan tidak membuat semuanya menumpuk.

  • Meski memang agak settle in pores, tapi untungnya tidak terlalu mengempasis.

  • Ini adalah foundation yang mempunyai coverage tinggi tetapi sekaligus juga ringan, namun entah karena acne scars saya terlalu gelap, foundation ini tidak dapat menutupnya tetapi kemerahan pada pipi, dahi dan dagu memang langsung bisa tertutupi.

  • Packaging-nya kece syekali, botol glass doff dengan tutup emas, mevvah gitu.

  • Buat saya yang punya sinus, walau foundation ini masih mempunyai pewangi, untungnya tidak kuat dan akan segera menghilang begitu foundation diratakan ke kulit.




Oya, foundation ini mempunyai 3 shade yakni Light, Neutral dan Sand. Sayang sekali Lume Cosmetics tidak memberi nama- nama lucu sebagai penamaan shade mereka (biar seru gitu) maupun pemilihan shade yang lebih gelap. Mungkin karena masih baru, mungkin kedepannya, Lumecolors akan menambahkan shade ke yang lebih gelap lagi dengan pembagian menurut undertone cold, neutral, warm, dan olive. Pasti seru deh, karena memang foundation ini worth trying banget. 


Daftar ingredients dari foundation Lumecolors ini adalah :

Water, talc, titanium dioxide, Cyclopentasiloxane, Decamethylcy-clopentasiloxane, C13-C16, 1,2,3, Propanetriol, Distillates (Petroleum), Hydrotreated light, Caprylyl, Methicone, Cetyl Peg/Ppg-10/1, Dimethicone, Hexyl Laurate ,  Dimethicone/Vinyl Dimethicone, Crosspolymer, Magnesium Stearate, Polyglyceryl-3 Diisostearate, Synthetic Wax, Ethylhexylglycerin, Magnesium Sulfate, Tocopherol, Bentonite, Retinyl Palmitate, Menthicone, Octyl Triethoxy Silane, Alumunium Hydroxide, Silica, Dimethicone, Beg-800 (Ethylhexyl-glycerin), BHT, Ethanol.



Review Lumecolors Velvet Lip & Cheek Mousse - Marshmellow




Ini zamannya produk kecantikan kudu multi-fungsi ya, tidak terkecuali Lumecolors Velvet Lip & Cheek Mousse ini. Saya sendiri baru kali ini berniat mencoba produk 2-in-1 begini karena ide menggunakan 1 produk dalam berbagai kegunaan sebenarnya sangat sesuai dengan hidup praktis dan efisien yang ingin saya capai (hooyeeaahh!).

Review yang bisa saya bagikan dari produk ini sendiri adalah :


  • Seperti namanya ya, tekstur lip cream ini memang agak moussy tapi tidak terlalu whippy sehingga mudah dioleskan ke bibir dan di tapi ke pipi dengan tangan.

  • Shade Marshmellow ini sepertinya juga shade sejuta umat karena pink-nya cantik, segar dengan hint purple.

  • Ternyata shade ini juga membuat dan memberi efek segar ketika saya memakainya sebagai blush on.

  • Masih mempunyai pewangi yang manis tapi tidak terlalu berbau chemical.

  • Rasanya ada 10 shade lainnya dan saya jadi tertarik ingin mencoba shade yang merah dan coral.

  • Hasil akhir lip cream ini tidak matte tapi tidak basah glossy juga, pas malah dibibir saya yang sering kering.

  • Karena saya belum mencoba shade lainnya, tetapi shade Marshmellow cukup pigmented dan menutup pinggiran bibir yang gelap.



Review Lumecolors Velvet Lipcoat - Arm Candy




Melengkapi lip cream diatas, ada Lumecolors Velvel Lipcoat dengan shade Arm Candy yang juga pink dengan hint ungu yang segar. Jarang- jarang lho, saya memakai lipcoat karena saya tidak terlalu menyukai hasil yang terlalu glossy atau basah lengket (padahal waktu jaman muda dulu, banget, pernah musim lipgloss becek dan saya sempat mengikuti trend itu). Tapi, ya salam, untungnya lipcoat yang satu ini tidak terlalu glossy dan review saya adalah : 


  • Tekstur lipcoat ini tidak terlalu basah dan lengket, jadinya saat mengatupkan bibir, tidak ada rasa lengket dan susah dibuka layaknya lip gloss model lem. 

  • Mempunyai pewangi yang sedikit overwhelming dari lip cream-nya.

  • Jika dipakai diatas lip cream shade Marshmellow maka akan memberi efek segar dan bibir terasa plump.




Review Lumecolors Beauty Blender Ultra Soft and Bouncy




Sebelumnya, saya cuma pernah mencoba 2x beauty blender, yang satu beli random no branded dan 1 lagi ada mereknya. Dari pengalaman saya yang tidak seberapa itu, bisa dikatakan saya kurang ahli dan memahami seperti apa beauty blender yang baik itu. Tapi ini tidak menghalangi saya mereview beauty blender dengan pengalaman dan pengetahuan saya yang terbatas (ah, jadi malu) :


  • Blender ini sebelum dicoba terasa halus dan cukup lentur sehingga tidak terasa seperti di ‘tabok’ ketika dipakai ke wajah.

  • Saya tidak membasahinya sampai kuyup tapi hanya menyemprotkan mist sedikit sehingga sponge jadi lumayan lebih lembab.

  • Setahu saya blender biasanya menyerap produk ya, terutama foundation, begitu juga blender ini.

  • Kalau disuruh memakai blender, brush atau jari, saya akan memilih memakai jari karena lebih presisi.

  • Karena kurang puas sebagai tandem foundation, saya akhirnya memakai blender ini untuk meratakan bedak yang ternyata lebih sesuai. Yes! 



How was it?




Sehabis review, terbitlah pendapat saya alias how was it? Sejauh yang saya coba, produk- produk Lume Cosmetics ini cukup mumpuni dan berpeluang untuk terus. Hanya saja shade dan undertone foundation yang terbatas mungkin harus diperhatikan dengan menyediakan lebih banyak shade bagi seluruh dan mayoritas kulit Indonesia yaitu medium ke atas hingga dark.


Jadi saya merasa Lumecolors akan bisa mencapai pasaran yang lebih variatif karena pasti peminat foundation ini akan lebih banyak karena kualitas foundation ini tidak kaleng- kaleng. Maka dengan shade yang lebih variatif, pasti Lumecolors akan menarik pasaran Indonesia dan membuat mereka yang dari dulu ingin mencoba Lumecolors jadi lebih happy.


Beli Produk Lumecolors




Hari ginai ya, bund, semua mudah didapat, ya online saja. Begitu juga dengan produk Lumecolors ini yang bisa didapatkan mulai dari e-commerce seperti Shopee, Tokopedia bahkan di laman resmi situs web dari Lumecolors ini. 





Ya, selamat datang ke 2021 dimana ternyata corona masih menghantui dan masih membuat lumpuh pergerakan dunia. Who would have thought? Ya jelas ya, pandemi masih belum usai dan entahlah, saya tidak sanggup membayangkan apa- apa lagi karena sudah cukup depresi, stress dan paranoid kemarin yang membuat gerd dan anxiety kumat.


Sejauh ini, bagaimana kabar pembaca Ann Solo di awal 2021? Apakah sudah punya resolusi tahun baru? Jadwal, target atau cita- cita baru? Saya sih, masih berusaha bertahan hidup dan bekerja sekuat serta semampu saya.


Meski terdengar muluk- muluk, tetapi doa dan keinginan tetap tidak boleh padam; semoga 2021 ini menjadi tahun pemulihan bagi kita semua. 


Amin. 


Newer Posts
Older Posts

Ann Solo

Ann Solo
Strike a pose!

Find Ann Here!

Ann Solo Who?!

Ann Solo adalah nama pena Ananda Nazief, seorang lifsestyle blogger yang terinspirasi oleh orang- orang sekitar, perjalanan, kisah- kisah, pop culture dan issue semasa.

Prestasi:

Pemenang Terbaik 2 Flash Blogging Riau : Menuju Indonesia,
Kominfo (Direktorat Kemitraan Komunikasi) - Maret 2018.

Pemenang 2 Flash Writing For Gaza (Save Gaza-Palestine),
FLP Wilayah Riau - April 2018.

Pemenang 3 Lomba Blog Lestari Hutan, Yayasan Doktor Syahrir Indonesia - Agustus 2019.

Pemenang Harapan 1 Lomba Blog, HokBen Pekanbaru - Februari 2020.

Contact: annsolo800@gmail.com

  • Home
  • Beauty
  • Traveling
  • Entertainment & Arts
  • What's News
  • Books & Stories
  • Our Guest
  • Monologue
  • Eateries

Labels

#minimalism Beauty Books & Stories Eateries Entertainment & Arts Film Gaming monologue Our Guest parfum Review Review Parfume sponsored Techie thoughts traveling What's News

Let's Read Them Blogs

  • Buku, Jalan dan Nonton

Recent Posts

Followers

Viewers

Arsip Blog

  • ▼  2025 (1)
    • ▼  April (1)
      • Asyik, Perang Tarif, Mari Kita Beli Barang KW
  • ►  2024 (18)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2023 (45)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (11)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2021 (27)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2020 (34)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (3)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2019 (34)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (56)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (14)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (5)

Find Them Here

Translate

Sociolla - SBN

Sociolla - SBN
50K off with voucher SBN043A7E

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan
Blogger Perempuan

Beauty Blogger Pekanbaru

Beauty Blogger Pekanbaru

Popular Posts

  • Review Axis-Y Toner dan Ampoule - Skincare Baru Asal Korea
    Sejak beberapa tahun kebelakangan ini kita telah diserbu oleh tidak hanya produk Korea baik itu skincare dan makeup, tetapi juga ...
  • Review Loreal Infallible Pro Matte Foundation
    Kalau dulu saya hanya tahu dan penggemar berat Loreal True Match Foundation sejak zaman kuliah, ternyata Loreal juga mengelua...
  • 2019 Flight Of Mind
    Cheers! Time flies indeed, terlebih lagi di zaman sekarang ini dan saya yang sudah mulai lupa sehingga semua terasa cepat. 2019...
  • Kampanye No Straw Dari KFC
    Kampanye No Straw Movement. Kemarin saya dan seorang teman berjanji untuk bertemu di KFC terdekat dan sambil menunggunya datang, saya ...
  • (Pertandingan Terakhir Liliyana Natsir Sebelum Pensiun) Dukung Bersama Asian Games 2018
    Hari ini berita yang cukup mengecewakan muncul di TV ketika saya dan Tante sedang makan siang dirumah: Liliyana Natsir akan menggantung...
  • Review Lip Balm 3 Merek - Nivea, Himalaya Herbals dan L'Occitane
    Dulu sekali, sebelum kenal dengan lipstick seakrab sekarang, saya dan   lip balm adalah pasangan yang kompak. Tidak hanya mengatasi ...
  • Review Sunblock Biore & Senka
    Oh my! Sekali lagi saya merasa bersalah 'menelantarkan' blog ini karena akhir bulan lalu saya mempunyai pekerjaan baru ya...
  • Review - Sakura Collagen Moisturizer
    Pertama-tama, saya hanya mau menginformasikan bahwa ini adalah artikel review yang sebenarnya sudah lumayan telat terlupakan oleh kek...
  • Review AXIS-Y Cera-Heart My Type Duo Cream
    Sudah lam aterakhir kali saya memakai cream moisturizer tipe konvensional, alasan utamanya adalah kondisi iklim di kota saya...
  • Review Lipstick Maybelline Superstay Ink Crayon
    2020 dimulai dengan racun lipstick terbaru dari Maybelline yang datang dengan Super Stay Ink Crayon yang sebenarnya sudah saya nant...

Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates