Perang tarif Amerika versus China tahun ini memang ngeri-ngeri sedap. Padahal dua negara ini yang paling perang ekonomi, tapi satu dunia ikut terseret. Sedikit latar belakang perang tarif, Amerika Serikat, sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai presiden, si buntelan oren itu mulai melancarkan kebijakan-kebijakannya, termasuk dalam penerapan tarif.
Rahasia Umum Brand Mewah Terkuak
Dari sekian banyak hal negatif akibat perang tarif ini, salah satunya adalah terkuak sebuah rahasia umum, yang mungkin dulu belum diketahui semerata saat ini. Yaitu adalah kapitalisme ekonomi dalam hal barang-barang bermerek.
Ternyata oh ternyata, barang-barang mewah dengan merek seperti Chanel, LV, Prada, Balenciaga, Hermes, dkk tidaklah murni made in Italy, France, whatsoever. Memang semua brand itu berasal dari Eropa, tapi rupanya hanya sebatas asal, toko dan kantor utama.
Bisa dibayangkan, merek A membuat produk musim terbaru, tetapi mereka hanya membuat desain dan prototipe (atau prototipe juiga di buat di China juga?). Dari situ produk itu di kembangkan mulai dari pencarian bahan bakunya satu persatu, entah itu resleting, rantai besi, kain lining dalam, dll.
Walau setiap bahan baku itu kabarnya adalah hasil produksi dari beberapa negara Eropa itu sendiri, tetapi banyak juga yang sangsi. Secara, sudah terkuak beberapa kali kalau brand mewah memang melakukan kecurangan.
Kapan dulu kabarnya mereka membawa pekerja dari China yang dibayar dengan upah amat sangat rendah atau malah tidak di bayar alias pekerja ilegal hasil selundupan.
Nah, lho?
Lebih seru lagi, China menjawab tantangan Amerika dengan amat santai. Kalau kita lihat dari berita-berita, ada yang paling kocak ketika seorang lelaki perwakilan dari China lagi wawancara sama news anchor dari Amerika.
Anchor: Gimana, Pak? Amerika kasih tarif tinggi, lho. Siap ga, China? Ayo…
Aki-aki China: Kami mah, santuy. Perduli amat, yang rugi mah, elu!
The real ketawa guling-guling saya. Asli si aki China santuy banget. Padahal si ibu anchor-nya udah heboh teriak-teriak. Anyway emang orang Amerika terkenal berisik, kayak dunia milik mereka seorang.
Dari sini, kalau dulu cuma segelintir orang yang tahu, kita menyadari betapa kapitalisme telah menipu dan merenggut banyak dari manusia bumi. Dengan tameng; barang branded adalah bukti kesuksesan dan jati diri, maka sifat alami manusia yang FOMO dan suka pamer merupakan sasaran empuk.
Mungkin brand yang paling saya benci itu adalah Hermes dengan Birkin Bag mereka yang terkenal itu. Okay, mari coba saya jabarkan dengan bahasa bayi:
Hermes itu menjual pride, attitude & class. Setidaknya itulah yang kita lihat selama ini, baik mereka yang mampu membelinya, dan kita yang cuma nganga. Nah, untuk mendapatkan si tas itu, Hermes yang sombong ini, meminta pembeli untuk menunjukkan loyalitas mereka terhadap Hermes lebih dulu.
Bagaimana caranya?
Ya dengan membeli barang-barang lain dari brand itu, syal kecil yang harganya 20 juta kek, gantungan kunci 5 juta kek, sandal jamban 10 juta kek, apapun yang mereka jual, sebelum kamu bisa dapat itu Birkin, kamu setidaknya harus menghabiskan uangmu sekitar 20 ribu USD?
Okay, habis 20 ribu USD, bisa beli Birkin, nih?
Oh, tentu tidak semudah itu Ferguso!
Hermes memakai pemasaran FOMO dan teknik ‘scarce’. Jadi, mereka akan mengatakan kalau Birkin mereka belum ready, menjelang ready, yang mana, kamu akan di invite berdasarkan kesetian yang kamu tunjukkan lebih dulu.
Maka, semakin banyak kamu membeli barang-barang tidak penting dari Hermes, kalau mereka menilai kamu ‘sudah siap’, mereka akan mengundang kamu.
Sudah jelas betapa sengaknya brand ini, undangan itu juga sesuai mood entah pelayan di tokonya, entah majernya, entah mood semesta hari itu. Kabarnya, merek-merek besar ini juga rasis.
Kamu mungkin paling kaya di negaramu, anggaplah kamu first lady konoha, bukan berarti kamu bisa diundang untuk beli Birkin. Selain melihat dan menghakimi kesetiaanmu buang-buang uang untuk Hermes, mereka juga pasti mau cari tahu siapa kamu dan latar belakangmu.
Tidak jarang, pembeli harus menunggu bertahun-tahun, cuma ngejar tas yang kena api juga hangus itu. Namun semua demi gengsi, nah, itulah kelemahan manusia yang di eksploitasi kapitalisme.
Soal belinya pakai duit haram apa tidak, mereka mah, tidak perduli. Lihat aja tuh, pejabat-pejabar koruptor & istri-istri mereka yang bisa beli Hermes.
Ah, jadi ingat mantan first lady negara tetangga, deh.
Made In China, Murah & Berkualitas?
Cerita Hermes ini berlanjut ketika China membalas Amerika dengan membeberkan bagaimana proses dan harga sebuah tas Birkin.
Sungguh, real ngakak sampai keluar air mata ketika nonton video-video supplier China yang breakdown produksi produk, lapis demi lapis.
Harga yang Hermes jual adalah harga sebuah kebanggan, kesombongan, FOMO yang dibalut dengan estetik bahwa si tas dibuat sepenuh hati dengan craftsmanship terbaik dunia, bahan-bahan berkualitas, yada yada yada.
Sebaliknya, sebuah video menuturkan semua barang pembuatan satu tas Hermes, contoh cepat ya:
Kain lining dalam: USD 50
Kain luar: USD 300
Hardware: USD 50
Yada: USD 100
Yada: USD 50
Yada: USD 50
Upah kerja: 500
Total: USD 1100
Aduh maaf, saya lupa tepatnya semua yada yada yada itu apa saja & harga aslinya, jadi ini contoh tepat tapi kurang lebih begitu aslinya.
Jadi, jadi, bisa dilihat disitu, kalau bahan dan biaya produksi setiap tas cuma segitu, lalu kenapa bisa dijual sampai belasan hingga puluhan ribu USD?
Barusan cek website Hermes, emang mereka tidak letak harga Birkin ya, cuma letak harga tas lain doang.
Kenapa itu semua terjadi karena target pasar mereka orang-orang kaya yang tidak akan mempermasalahkan harga, walau memang ada pembeli yang ngotot beli walau mereka sebenarnya tidak punya uang nganggur.
Counter attack dari China yang seliweran saat ini adalah, mereka juga bisa buat Birkin dengan harga lebih masuk akal, lebih murah. Satu tas Birkin hasil buatan China bisa kamu dapatkan kisaran ratusan - ribuan USD, tapi tidak sampai semahal harga Birkin Hermes.
Harga dari China ini karena memang mereka terkenal bisa produksi barang jauh dari harga pasaran normal, plus, mereka tidak meletak merek dagang.
Yearp, merek dagang itulah yang bikin mahal, prestis, jadi selama ini kalau pembeli membeli sebuah produk dari brand, yang mereka beli adalah merek, barang pasar kaget juga kalau tetiba di tempel logo Hermes asli dari Hermes langsung, bakalan naik value-nya, jadi berkelas.
Intinya yang mereka beli itu lambang dan cap Hermes di produknya.
Wkwkwkwkwkw
Karena itu, selain memang membuat dan memasarkan barang KW alias palsu tiruan, China juga bikin dupe, barang persis sama, kadang bedanya tipis banget, tapi tanpa merek.
Merek itu repot karena harus ada paper work-nya, harus daftar resmi lah, bayar pajak lah, harus melalui tahap ini itu lah.
Makanya kali kita nemu merek tas kocak seperti Christan Doir, Lowis Vitoun, dll.
Wkwkwkwkwk
Akhirnya Beli KW Legal?
Ya, jelas tidak.
Wkwkwkwkw
Karena itu sama juga dengan pencurian merek dagang sebuah brand. Namun sayangnya membeli KW yang penting kelihatan sama dengan asli dan menunjang harga diri itu sudah menjadi bagian hidup masyarakat modern saat ini.
Tidak hanya di Indonesia, diluar negeri sama saja. Kabarnya bahkan sosialita Eropa, Amerika, Asia, you name it, pasti punya beberapa persen Birkin asli, selebihnya KW.
Wakakakakakakakakaka
Ya, terserah, urusan situ, cuma bagi saya ini lawak banget.
Ya kan, kecuali situ bagian dari ilit glibil yang duitnya to infinity and beyond dan malah punya saham di brand besar, baru kali semua barangnya asli.
Anyway, bagi yang mau beli KW, ya terserah. Karena sekarang sudah semakin rancu sejak China membalas Amerika dengan membeberkan ‘rahasia’ umum ini. Bagi yang sudah tahu dari dulu, ya ketawa sinis saja, bagi yang baru tahu dan kecewa berat, mamam tuh!
Wkwkwkwkwkwk
I mean, tidak harus beli Birkin KW 1 juga, banyak kok, merek lokal yang sekarang sudah bagus. Tapi kalau mau beli juga, monggo, sing penting happy!
Ah, jadi pengen tas Birkin KW 1 juga, sejuta dapat ga, ya?